Duta, Pontianak | Di sebuah rumah sederhana di Jalan Budi Utomo, Siantan Hulu, Kota Pontianak, kehangatan kasih terasa begitu nyata. Di Panti Jompo Graha Werdha Marie Joseph, Suster Charitas, KFS, bersama para pendamping rohani, dengan penuh kasih merawat dan menemani para lansia yang menjalani hari-hari senjanya.
Di tengah dunia yang semakin sibuk dan individualistis, tempat ini menjadi oase kasih — tempat di mana wajah belas kasih Kristus sungguh hadir di antara mereka yang lemah dan membutuhkan perhatian.
Pelayanan kasih, atau diakonia, merupakan salah satu wujud nyata kehadiran Kristus di tengah umat manusia. Gereja tidak hanya berkarya melalui pewartaan dan liturgi, tetapi juga melalui tindakan kasih yang konkret bagi sesama. Dalam kehidupan modern, tidak sedikit orang lanjut usia yang menghadapi kesepian karena ditinggalkan oleh keluarga, keterbatasan ekonomi, atau kesibukan zaman yang membuat relasi antargenerasi semakin renggang.
Melalui karya pelayanan diakonia, Gereja diundang untuk menjembatani kesenjangan itu dengan menghadirkan kasih yang menyembuhkan dan menguatkan.
Di Graha Werdha Marie Joseph, kasih itu tampak dalam hal-hal sederhana — sapaan lembut Suster Charitas, doa bersama di ruang kapel, hingga tawa kecil yang muncul di sela percakapan dengan para lansia.
Semua itu menjadi tanda bahwa kasih Kristus tetap hidup dan bekerja melalui tangan-tangan manusia yang rela melayani.

Kunjungan dan dialog bersama Suster Charitas menjadi kesempatan berharga untuk menimba makna pelayanan kasih sebagai bagian dari perutusan Gereja.
Melalui kesaksiannya, kita diingatkan bahwa iman sejati selalu menuntun kita untuk keluar dari diri sendiri dan hadir bagi mereka yang menderita, lemah, dan terlupakan.
Di sanalah kasih Yesus menjadi nyata — di tengah orang-orang sederhana yang menantikan sentuhan cinta dari sesamanya.

Profil Para Pelayan Kasih
Di balik suasana tenang Panti Jompo Graha Werdha Marie Joseph, ada banyak pribadi yang dengan tulus mempersembahkan waktu dan tenaganya bagi para lansia. Mereka bukan hanya pekerja, tetapi juga pelayan kasih yang menghadirkan wajah Kristus lewat tugas sederhana sehari-hari.
Suster Charitas, KFS
Suster Charitas adalah pengurus utama di Panti Jompo Graha Werdha Marie Joseph Pontianak. Dengan penuh kelembutan, ia memimpin para suster dan staf dalam melayani para lansia yang tinggal di panti tersebut.
Tanggung jawabnya mencakup pemenuhan kebutuhan harian, perhatian terhadap kesehatan, serta menciptakan suasana yang hangat dan penuh kasih. Dalam kesaksian hidupnya, Suster Charitas memperlihatkan bahwa melayani bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan untuk mewujudkan kasih Kristus yang hadir bagi mereka yang lemah dan terlupakan.

Frater Silvanus Purnomo, S.Fil.
Frater Silvanus Purnomo saat ini menjalani masa studi teologi di Sekolah Tinggi Teologi Pastor Bonus Pontianak, dan tinggal di Seminari Antonino Ventimiglia. Meski tidak bertugas secara tetap di panti, ia beberapa kali datang secara pribadi untuk mengunjungi para lansia — berbagi cerita, memberi semangat, dan menjadi sahabat dalam kesendirian mereka.
Kehadiran seorang frater muda seperti Silvanus membawa suasana segar dan penuh harapan, seolah mengingatkan bahwa pelayanan kasih melintasi batas usia dan status, karena kasih Allah bersifat universal.

Maximilianus Beni
Di sisi lain, ada sosok sederhana namun penting: Maximilianus Beni, petugas keamanan di Panti Jompo Graha Werdha Marie Joseph. Setiap hari, ia memastikan lingkungan panti aman dan nyaman bagi semua penghuni.
Namun, bagi Beni, tugasnya tidak berhenti pada menjaga gerbang atau mengatur lalu lintas tamu — ia juga kerap membantu para lansia berjalan, menemani mereka berbincang, atau sekadar tersenyum menyapa.
Dalam caranya sendiri, Beni menjadi saksi kecil tentang bagaimana pelayanan kasih dapat diwujudkan lewat tindakan sederhana yang lahir dari hati.

Menabur Kasih di Rumah Senja
Pada tanggal 29 Oktober 2025, suasana di Panti Jompo Graha Werdha Marie Joseph terasa hangat dan bersahabat. Di balik bangunan sederhana di kawasan Siantan Hulu itu, tersimpan kisah pelayanan kasih yang menyentuh hati.
Suster Charitas, KFS, pengurus utama panti, menyambut kami dengan senyum lembut dan bercerita tentang perjalanan panjang karya ini. Panti jompo tersebut berdiri sejak tahun 2008, berawal dari dorongan hati para suster yang sebelumnya mengelola panti asuhan.
“Banyak orang datang mengusulkan agar kami juga menampung para lansia,” tutur Suster Charitas.
“Kami melihat sendiri ada banyak orang tua yang terlantar dan tidak memiliki siapa-siapa. Dari sanalah kami merasa tergerak untuk membuka rumah ini.”
Kini, panti ini menjadi rumah bagi 41 orang lansia — terdiri atas 21 opa dan 20 oma — dengan latar belakang yang beragam, baik dari segi suku maupun agama. Sebagian besar berasal dari komunitas Tionghoa, ada pula yang beragama Katolik, Protestan, dan Buddha. Beberapa tahun lalu, bahkan ada seorang lansia beragama Islam yang sempat tinggal di sana. “Kami menerima semua dengan kasih,” kata Suster Charitas.
Selain empat suster yang tinggal tetap, panti ini juga dibantu oleh seorang ibu juru masak serta beberapa anak muda yang masih bersekolah atau kuliah dan ikut membantu kegiatan harian. Seorang petugas keamanan turut menjaga kenyamanan dan ketenangan para penghuni panti.

Setiap hari, kegiatan di panti berlangsung teratur dan penuh makna. Pukul lima pagi, para lansia sudah bangun dan bersiap untuk mandi.
Pukul enam, mereka berolahraga ringan di halaman depan. Setelah sarapan, ada waktu santai sambil menikmati kopi atau teh, lalu makan siang pada pukul dua belas. Sore hari diisi dengan istirahat, terapi, atau bermain bersama. Setelah makan malam pukul lima sore, para lansia biasanya berdoa bersama sebelum tidur sekitar pukul tujuh malam.
Beberapa lansia senang membantu menyiram bunga, menata halaman, atau menonton acara bersama di aula tengah. Di aula itu juga tersedia alat terapi sederhana. Seorang dokter datang secara berkala untuk memeriksa kesehatan mereka, sementara perawat kadang melakukan terapi fisik bagi yang membutuhkan.
Sumber makanan di panti sebagian besar berasal dari sumbangan para donatur dan umat yang tergerak hatinya. “Kadang kami mendapat telepon dari orang yang ingin mengantar nasi atau bahan makanan,” cerita Suster Charitas. “Semua itu menjadi tanda bahwa Tuhan selalu mencukupkan.”
Kebahagiaan para lansia biasanya bertambah ketika kelompok pelayanan — seperti mahasiswa, umat paroki, atau relawan — datang berkunjung. Mereka bernyanyi, berdoa, dan bermain bersama.
Suasana penuh tawa dan kehangatan itu menjadi pengingat bahwa kasih dapat menghapus kesepian. Kunjungan paling meriah biasanya terjadi saat Natal dan Tahun Baru Imlek, ketika sebagian dari mereka dijemput keluarga untuk merayakan bersama di rumah.
Suster Charitas mengakui, pelayanan di panti jompo tidak selalu mudah. “Ada saat-saat sulit, seperti ketika lansia jatuh sakit parah atau bahkan berpulang,” ujarnya dengan suara lirih. “Tapi kami percaya, setiap tindakan kecil yang kami lakukan — memandikan, memberi makan, atau sekadar mendengarkan cerita mereka — adalah wujud nyata kasih Kristus yang hidup di antara kami.”
Bagi Frater Silvanus Purnomo, S.Fil, yang beberapa kali datang mengunjungi panti, karya pelayanan ini adalah perpanjangan tangan Kristus sendiri. “Yesus selalu hadir di tengah orang sakit, miskin, dan tersingkir. Melayani mereka berarti melayani Yesus,” katanya. Ia menambahkan, setiap kali datang ke panti, ia merasa imannya diperbarui. “Melihat wajah-wajah lansia yang tersenyum saat kita datang itu seperti melihat wajah Kristus yang hidup di antara kita.”
Sementara itu, Maximilianus Beni, petugas keamanan di panti, mengaku bangga bisa menjadi bagian dari keluarga besar Graha Werdha Marie Joseph. “Saya merasa bukan hanya bekerja, tapi juga ikut melayani,” ujarnya. “Di sini saya belajar bahwa kasih bisa hadir dalam hal-hal kecil — menyapa, membantu berjalan, atau sekadar menemani mereka duduk sore-sore.”
Harapan sederhana pun mengalir dari para pelayan kasih ini: agar setiap opa dan oma di panti tetap merasa dicintai, dihargai, dan tidak kesepian. Dalam keseharian yang mungkin tampak biasa, sesungguhnya mereka sedang menjalani panggilan luar biasa — menjadi saksi kasih Kristus di tengah dunia yang haus akan perhatian dan belas kasih.

Kasih yang Menghidupkan Iman
Kunjungan ke Panti Jompo Graha Werdha Marie Joseph menjadi pengalaman rohani yang membekas di hati. Bagi para mahasiswa, perjumpaan dengan para lansia, suster, dan para pelayan kasih di sana bukan sekadar kegiatan sosial, melainkan ziarah iman — sebuah perjalanan untuk menemukan Kristus yang hadir dalam diri sesama yang lemah dan membutuhkan.
Melalui kegiatan wawancara dan kunjungan ini, para mahasiswa memperoleh pengalaman berharga tentang arti pelayanan kasih yang sesungguhnya. Mereka menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana para suster di panti melayani dengan penuh kasih, kesabaran, dan ketulusan kepada para lansia yang membutuhkan perhatian. Pelayanan yang dilakukan bukan hanya menyentuh aspek fisik, tetapi juga memberi dukungan batin dan spiritual, agar setiap lansia tetap merasa berharga, dicintai, dan tidak sendirian dalam perjalanan hidupnya.
Dari pengalaman itu, para mahasiswa belajar bahwa pelayanan kasih — atau diakonia — bukan sekadar memberi bantuan, tetapi hadir dan menyapa dengan hati yang penuh cinta. Kasih Kristus tampak dalam tindakan-tindakan kecil: mendengarkan dengan sabar, menyuapi dengan lembut, menuntun langkah yang mulai rapuh, dan tersenyum di tengah kepenatan. Semua itu menjadi tanda nyata bahwa kasih Allah bekerja melalui tangan-tangan manusia yang mau melayani.
Kegiatan ini juga menumbuhkan kesadaran baru bahwa setiap tindakan kasih, sekecil apa pun, memiliki makna besar bagi mereka yang menerimanya. Doa dan iman menjadi hidup ketika diwujudkan dalam perbuatan konkret bagi sesama.

Dalam diri para lansia yang ditemui, para mahasiswa menemukan wajah Kristus sendiri — Kristus yang mengajar untuk mencintai tanpa batas, menghargai setiap kehidupan, dan hadir bagi mereka yang sering dilupakan.
Kasih Tuhan sungguh nyata melalui orang-orang yang rela melayani tanpa pamrih. Karena itu, para mahasiswa berharap kegiatan seperti ini dapat terus dilaksanakan dan menginspirasi banyak generasi muda untuk tergerak hatinya peduli terhadap sesama, terutama bagi mereka yang lemah dan terlupakan.
Akhirnya, pengalaman di panti ini menjadi pengingat bahwa iman tidak hanya diungkapkan lewat doa atau kata-kata, tetapi melalui tindakan kasih yang nyata.
Dengan hati yang terbuka dan semangat pelayanan yang tulus, kita semua dipanggil untuk menjadi perpanjangan tangan Kristus, menghadirkan terang dan pengharapan di tengah dunia yang haus akan kasih dan kepedulian.
*Penulis: Nelly Christiany, Oktavius Olga, Pero, dan Rizky (Mahasiswa Prodi Keuangan dan Perbankan Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa Pontianak)
*Editor: Vinsensius, S.Fil., M.M. (Dosen Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa Pontianak)



