Duta, Pontianak | Direktur AKUB, Vinsensius, S.Fil.,M.M (20/09/25) berbagi pandangan dan refleksi pribadi tentang makna Yubelium, perjalanan kampus, serta harapan bagi generasi muda Katolik di masa mendatang.
Yubelium dalam Gereja Katolik merupakan tahun yang suci, dan hanya dirayakan 25 tahun sekali bukan setiap tahun. Pada saat ini tahun 2025, berarti terakhir tahun 2000,dan akan dirayakan kembali pada tahun 2050.
Tanda yang terlihat dari Yubelium adalah pembukaan Pintu Suci di Basilika Santo Petrus di Roma. pintu itu sudah ada sejak berabad-abad lamanya, dijadikan pintu Basilika Santo Petrus, dan pintu tersebut dibuka selama masa Yubelium — 25 tahun sekali sebagai tanda yang terlihat.
Makna Yubelium
Makna tahun Yubelium ini sebagai kesempatan untuk hidup dalam belas kasih Tuhan.
Jadi, kita dapat merasakan bagaimana belas kasih Allah yang mengampuni lewat perayaan Yubelium ini. Pertama, pribadi menekankan ini kepada Tuhan lewat doa yang lebih sungguh-sungguh. Yang kedua, mengampuni dan berdamai dengan orang lain.
Maka ini kesempatan yang baik, karena di tahun Yubelium ini kita diberikan kesempatan untuk pengakuan dosa dan meminta pengampunan Tuhan. Ini juga menjadi kesempatan yang baik untuk bisa berdamai dengan Tuhan dan sesama.
Kemudian sebagai pimpinan di kampus, beliau juga didorong untuk menjadi pemimpin dengan hati yang penuh belas kasih, sama seperti Yesus yang memimpin dengan belas kasih kepada murid-murid-Nya. Jadi maknanya sangat mendalam.

Rasa Syukur atas Perjalanan Kampus
Sebagai penyelenggara Tuhan, tahun Yubelium juga dari 25 tahun kemudian 25 tahun lagi, barulah kita bisa merefleksikan perkembangan dari dalam Gereja dan dari kampus. dengan melihat perubahan dari tahun ketahun
Misalnya, AKUB ini dulu berasal dari yayasan lama, lalu beralih ke yayasan baru, kemudian nanti akan menyatu dengan Unika San Agustin. Hal tersebut merupakan suatu penyelenggaraan Tuhan. Kita perlu bersyukur bahwa dalam setiap masa, setiap waktu tetap ada karya Tuhan di situ.
Perubahan-perubahan yang patut disyukuri antara lain; bagaimana kesetiaan dan perjuangan para pendiri dan dosen dalam mengajar di sini, itu bukti nyata dari penyelenggaraan Tuhan. Membentuk kaum muda di kampus ini, dan juga kesetiaan mahasiswa di sini, hal tersebut juga perlu kita syukuri sebagai bagian dari Yubelium. Kepercayaan orang tua yang mempercayakan anak-anaknya berkuliah di sini juga patut kita syukuri.
Terinspirasi dari Yubelium
Sesuatu yang paling relevan sebenarnya jika kita diberi kesempatan untuk merayakan Yubelium di kampus, misalnya di Keuskupan meminta kita bisa membuat Program Kampus Berbelas Kasih dan Kepedulian Sosial. Itu akan sangat berdampak bagi orang luar.
Contohnya, yang kita lakukan adalah memberikan beasiswa kepada anak-anak KIP. Beasiswa yang diberikan dari Ordo Dominikan juga itu dari belas kasih.

Dan kepada sesama juga bisa misalnya kita mengadakan kegiatan sosial, bakti sosial ke panti asuhan, anak-anak jalanan itu juga merupakan suatu bentuk kepedulian kita pada sesama. Kemudian ada lagi gerakan rekonsiliasi dan persaudaraan, misalnya kita mengadakan rekoleksi gabungan dengan kampus lain.
Dalam wawancara pak vinsen menyampaikan pesan untuk mensyukuri perjalanan kita Bersama, itu yang harus kita tanamkan karena di Tahun Yubelium ini kita merayakan belas kasih Allah. Karena Allah mengasihi kita, mengampuni kita, maka kita harus bersyukur atas perjalanan kita di kampus sejak peralihan hingga bergabung dengan San Agustin, yang membawa banyak perubahan positif.
Dengan memperbaharui hati dan cara hidup kita ini menjadi kesempatan baik dalam Yubelium untuk memperbaharui diri, melihat kekurangan, dan memperbaikinya; mengubah cara hidup kita dari yang lama ke yang baru. Membangun semangat persaudaraan juga sangat penting, karena Yubelium bukan hanya untuk orang Katolik, tapi untuk semua orang.
Kita membangun semangat persaudaraan dengan siapa saja tanpa batas agama atau suku. Serta menjadi saluran kasih Allah, artinya Allah menyuruh kita menolong sesama; kita menjadi tangan kanan Allah bagi sesama kita.
Dengan merayakan Yubelium yang sangat langka ini, yang hanya 25 tahun sekali. Mungkin kalau usia manusia hanya bisa merayakan paling tiga kali saja, karena umur 75 tahun mungkin yang keempat kita tidak bisa ikut lagi. Maka karena ini momen yang sangat penting, kita jangan berhenti hanya pada perayaan saja.
Kita harus menerapkan pada kehidupan dengan cara pertama: hidup dalam rasa syukur dan pertobatan.
Jadi meskipun sudah lewat masa Yubelium, kita tetap bersyukur dan tetap harus punya semangat pertobatan. belas kasih yang sudah dirayakan pada Yubelium ini tetap kita bawa terus sampai Yubelium berikutnya. Jangan sampai hilang karena tidak merayakan lagi, tapi harus selalu dihidupi nilai belas kasih itu.
Menjadi agen perdamaian di tengah lingkungan kita harus bisa menjadi pembawa perdamaian.
Ketika teman bertengkar, kita harus bisa mendamaikan mereka. Atau ketika di jalan bertemu orang bertengkar, kita juga bisa mendamaikan mereka. Maka dengan membawa semangat Yubelium ke dalam profesi masing-masing ketika sudah lulus nanti, dalam pekerjaan masing-masing harus ada semangat Yubelium: semangat belas kasih, pengampunan, dan perdamaian.
*Martina Angelina & Veneranda Isni, Mahasiswi Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa, Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo, Kampus II Pontianak.


