MajalahDUTA.Com, Suara DUTA- Bersama Romo Subi dan Bu Ana, saya diantar ke Kentungan untuk melihat-lihat bangunan Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Yogyakarta. Saat itu sedang ada acara doa atas meninggalnya seorang Imam dari KAS.
Waktu yang tepat di mana Romo Subi memperkenalkan setiap makam almarhum Romo yang meninggal dan dikebumikan di area makam tersebut.
Saya juga diperkenalkan dengan gedung 4 Sanatha Dharma yang ada di sebelah Seminari Tinggi, dormit, refter, kapel dan lain-lain.
Berjumpa Dengan Uskup Emeritus
Tidak jauh dari makam, kami menuju ke Wisma Sepuh para imam KAS. Saya sejak lama berniat untuk menjumpai uskup emeritus Ketapang Mgr. Blasius Pujarahardja. Puji Tuhan, beliau masih sangat sehat dan bugar.
Perjumpaan itu tidak terlalu lama, sekitar 30 menit. Beliau nantinya akan misa sore bersama penghuni wisma lainnya. Saya bersyukur bisa berjumpa dan mendapatkan berkat langsung dari Mgr. Pujo.
Perjumpaan ini mengingatkan saya ketika masih OMK dulu. Saya sangat sering bermain ke Pastoran Keuskupan dan sering pula berjumpa dengan Mgr. Pujo. Kadang saya meminta berkat dan mencium cincin beliau sebelum pulang ke rumah. Saya juga berteman dengan para Koster di pastoran Keuskupan.
Baca juga: Putra Dayak Ketapang Live In di Paroki St. Theresia Lisieux Boro
Banyak sekali kenangan bersama beliau sehingga perjumpaan ini sangat membahagiakan karena sudah lama sekali saya tidak bertemu dengan salah satu pemimpin Keuskupan Ketapang ini. Beliau juga masih ingat dengan almarhum kakek saya yang bekerja di Yayasan Usaba dulu.
Semoga dalam proses formatio saya nanti, beliau selalu sehat dan saya bisa menjumpai beliau lagi sebagai imam. Maka yang harus saya lakukan adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin agar proses formatio berjalan lancar.
Saya merasa bahagia, Tuhan Yesus memberikan perjumpaan yang indah ini sehingga mengobarkan semangat panggilan saya.
Saya ingin meneladani Mgr. Pujo yang juga setia melayani Tuhan Yesus. Bahkan hingga kini di usia tuanya, beliau dengan penuh semangat mencintai imamat sucinya.
Museum Misi Muntilan
Masih berkaitan dengan Romo Prennthaler, di Museum Misi ini saya menemukan banyak sekali hal-hal menarik yang membuat hati saya berkobar, terharu, bangga dan ingin meneteskan air mata. Kunjungan kali ini bersama Romo Subi dan Bu Ida sekeluarga untuk melihat-lihat Museum Misi di Muntilan.
Sebuah gedung yang besar dan berisi peninggalan-peninggalan bersejarah ini sungguh bukti nyata bahwa perjuangan misi di zaman dahulu tidaklah mudah. Saya juga sempat melihat bukti bagaimana Romo Prennthaler mempersiapkan segalanya dengan baik untuk misi di Bukit Menoreh.
Baca Juga: Sebuah Kapel Kecil yang Sederhana
Ia juga membangun situs rohani di Sendangsono, membangun gedung misi, membawa lonceng Angelus, membabtis banyak orang, dan menolong banyak orang yang kesusahan.
Ada juga Romo Sanjaya dalam catatan Musium Misi Muntilan, menjadi korban fitnah keji orang-orang tidak bertanggungjawab. Beliau gugur sebagai martir, dibunuh secara keji dan kabar pembunuhannya juga diputarbalikkan. Syukurnya, fakta-fakta kasus pembunuhan Romo Sanjaya tersebut diabadikan di Museum Misi. Di situ juga adda catatan mengenai Romo Van Lith yang menginspirasi untuk memperjuangkan nasib orang Jawa dari tangan penjajah Belanda melalui pendidikan.
Kami juga mengunjungi makam tokoh-tokoh yang ada di Museum tersebut. Lokasinya tidak jauh dari SMA PL Van Lith. Beberapa catatan sejarah mengenai Romo Prennthaler juga sudah saya ketik dalam sebuah artikel online supaya orang-orang mengetahui bahwa upaya dalam melaksanakan karya Misi di Paroki Boro pada masa silam merupakan perjuangan besar.
Maka, umat masa kini harus menyadari bahwa semangat misi harus terus berkobar di dalam hati sehingga tidak mudah terseret oleh arus zaman.
Baca juga: Membagikan Tubuh Kristus
Saya juga merenungi bahwa Tuhan telah merancang dengan begitu sempurna segala karya buatan tangan-Nya yang terpatri dalam sosok-sosok misionaris handal salah satunya Romo Prennthaler dan Romo Van Lith. Semangat serupa dapat saya timba untuk memelihara panggilan saya sebagai calon imam.
Di masa kini, kecenderungan untuk melayani seperti pada misionaris mungkin sulit ditemukan. Justru dengan keadaan damai seperti sekarang ini, saya menyadari bahwa saya harus mulai memikirkan bagaimana model pelayanan yang akan saya lakukan kelak.
Bukan bermanja-manja oleh kenyamanan yang diberikan seminari ataupun perhatian besar dari umat. Cara saya membalasnya adalah dengan menjalani panggilan dengan serius dan mantap.
Simpulan Selama Live In di Paroki Boro
Saya sangat bersyukur dapat mengalami perjumpaan dengan Tuhan melalui Paroki St. Theresia Lisieux Boro ini. Saya bersyukur memiliki mentor yang selalu mengajari dan menasehati saya baik dari Romo Suby dan Romo Andi.
Saya juga bersyukur memiliki partner rekan seperjalanan yaitu Fr. Egi dan Fr. Panji yang hadir dalam proses belajar saya ini.
Saya juga memiliki kelemahan secara pribadi, namun dalam proses belajar ini saya menggali banyak pengalaman berharga dan model penggembalaan yang diperbaharui dalam hati saya.
Baca juga: Redaksi Media dalam Jurnalistik
Meskipun jalan terjal, berliku, sempit, kiri kanan ada jurang, namun panggilan Tuhan untuk melayani umat lebih kuat dari rasa takut, malas, dan sikap menunda-nunda. Dalam sehari mungkin bisa melayani sekian kali, tetapi Tuhan memberikan energi tak terbatas untuk melayani-Nya.
Jangan kentang atau sayur kentang sangat melimpah di Boro, tetapi makanan yang kelihatan sederhana ini menjadi kerinduan saya saat ini.
Setiap bangun pagi, saya melihat perbukitan Menoreh dari balik jendela kamar. Selalu ada pertanyaan dalam hati saya,”Hal seru apa lagi yang Tuhan ingin tunjukkan pada saya hari ini?” Dan benar, setiap hari selalu ada saja hal-hal baru. Dan setiap hari pula saya mempelajari banyak pengalaman baru.
Saya selalu percaya bahwa Roh Kudus selalu memperbaharui hidup saya setiap hari. Yang Tuhan inginkan pada saya adalah kepekaan untuk melihat rencana dan karya Allah yang nyata ada dalam hidup saya. Saya bukanlah manusia yang sempurna, namun saya selalu mampu merasakan bahwa Tuhan Yesus selalu menyempurnakan hidup saya setiap hari.
Refleksi
Refleksi ini menjadi suatu pengingat dalam proses formatio bahwa setiap perjalanan hidup bukanlah hal yang kebetulan. Tuhan sudah merancang dengan sempurna penyelenggaraan ilahi di dalam hidup saya.
Semata bukan sekedar sukacita badani yang memuaskan panca indra dan kesenangan sesaat. Melainkan sukacita sejati yang tersirat dalam setiap peristiwa-peristiwa sederhana sebagai buah karya Tuhan bagi umat-Nya yang dikasihi-Nya. Mengenai panggilan yang pasang surut seperti air laut.
Biarkan kehendak Tuhan yang bekerja dalam diri kita. Sibakkan sejenak gelombang-gelombang keinginan dalam buih-buih kenyataan. Endapkan dalam kelembutan setiap sapuan ombak kehidupan yang menghapus aneka problema-problema yang ada sebagai pribadi calon imam.
Yang kita perlukan adalah membuka mata hati selebar-lebarnya untuk melihat sang surya yang terbit dan terbenam setiap hari. Keelokannya akan tetap indah, jika kita duduk tenang dengan menghidup udara sekitar, memandang dengan kagum karya-Nya yang Agung dan terus selalu berharap seperti orang yang menantikan fajar yang menyingsing.
Baca juga: Undangan untuk Fasilitator Kitab Suci- KAP
Berdiri tegap menjaga panggilan, jejak-jejak kaki di antara pasir mungkin terhapus ombak, tetapi cinta Tuhan yang sebegitu luas melebihi samudera itu akan abadi di dalam hati yang terbuka oleh rahmat Roh Kudus yang tercurah dalam langkah panggilan kita.
Matur nuwun, lan Berkah Dalem.
Selesai…




