MajalahDUTA.Com, Suara DUTA– Paroki Boro: Romo Andi mengendarai mobil hitam milik Paroki. Sebelum menuju Paroki Boro, Romo Andi mengajak saya mengelilingi Kota Yogyakarta dan memperkenalkan beberapa daerah yang cukup terkenal seperti titik nol Yogyakarta, Benteng Kraton Yogyakarta, Gedung-gedung Universitas yang ada di Yogyakarta, serta Tugu Yogyakarta.
Ketika mulai memasuki jembatan Kali Kulonprogo, saya memperhatikan sekeliling jalanan. Apalagi saat melihat hamparan sawah hijau yang ada di kiri kanan jalan. Situasi pedesaan yang sudah lama sekali saya idam-idamkan. Saya bisa mencium udara yang masih segar dan semuanya masih asri.
Baca juga: Putra Dayak Ketapang Live In di Paroki St. Theresia Lisieux Boro
Setibanya di Paroki, saya belum melihat area Gereja. Parkiran Gereja Paroki Boro tersebut seperti model benteng, jalannya menanjak karena berada di atas bukit. Semuanya tampak bersih dan rapi.
Kamar yang akan saya tempati berada di atas di sebelah kiri menghadap Bukit Menoreh. Di bawahnya ada sebuah Patung Maria berwarna putih di bawah pohon klengkeng raksasa. Di halaman juga masih terdapat banyak pohon dan kandang itik.
Suasana yang tentu saja jauh dari keramaian kota. Jujur saja, saya sangat menyukai suasana pedesaan seperti Paroki Boro.
Tentu saja, karena suasana yang sangat tenang, segar dan sejuk seperti inilah yang tentu saja diinginkan oleh banyak orang yang merasakan penat ketika berada di Kota.
Hiruk pikuk dan keramaian terkadang membuat saya sulit untuk berpikir dengan tenanng. Saya tidak membenci keramaian. Saya sendiri perlu untuk mengalami ketenangan dalam keseharian. Maka ketika berada di situasi perkotaan, saya menekuni semacam healing pribadi melalui doa, refleksi, dan examen.
Di Paroki Boro ini, tenaga jiwa dan raga tumbuh berkali-kali lipat karena situasi dan kondisi yang memungkinkan untuk merasakan kehadiran Tuhan baik di tengah keramaian maupun di dalam ketenangan.
Selain itu, Paroki Boro memiliki umat yang sangat ramah dan senang menyapa. Hal tersebut selalu saya tunggu setiap kali akan misa pagi.
Tidak pernah saya menyia-nyiakan kesempatan untuk misa demi berjumpa dengan umat yang sangat ramah. Saya sangat bersyukur ditempatkan di Paroki Boro yang tentunya memantik panggilan saya. Aneka pengalaman-pengalaman akan dikisahkan dalam beberapa kejadian yang saya alami serta disyukuri sebagai bagian dari penyelenggaraan Tuhan.
Bertugas Pertama Kali
Desa itu bernama Kriyan, dengan nama pelindung Santo Yohanes. Sebuah kapel kecil yang sederhana. Saya begitu terharu melihat umat yang berkumpul untuk melaksanakan misa. Jumlahnya tidak begitu banyak, namun memenuhi seluruh ruangan kapel yang kecil itu.
Yang membuat saya tambah terharu adalah ketika misa menggunakan bahasa Jawa. Saya agak kebingungan bahkan plonga-plongo karena orang Kalimantan seperti saya tidak fasih menggunakan bahasa Jawa.
Karena inilah saya kemudian meminta kepada Romo Andi untuk mengajarkan saya bahasa Jawa.
Di dalam misa tersebut, saya diizinkan Romo Andi untuk meminum air anggur yang sudah dikonsekrasikan. Ini adalah hal yang mengejutkan bagi saya pribadi. S\aya sendiri merasa hal tersebut berada antara mimpi dan kenyataan.
Baca juga: Undangan untuk Fasilitator Kitab Suci- KAP
Sesaat saja saya berpikir, tetapi akhirnya saya kemudian meminum air anggur yang telah menjadi darah Kristus ini. Saya sempat bertanya dalam hati apakah saya layak untuk meminum cawan suci berisi Tubuh Tuhan itu.
Tetapi dorongan jiwa lebih cepat daripada pikiran, saya lekas menghabiskan anggur tersebut. Saya mengamininya dan menyambut hadirat Tuhan dengan sukacita.
Tentu saja hal tersebut memberikan sukacita besar pada diri saya secara khusus. Melalui peristiwa ini, secara langsung Tuhan mengetuk hati saya dan dengan kesadaran penuh pula saya menerima-Nya meskipun di dalam hati ada rasa tidak enak untuk menerimanya karena masih terlalu dini sebagai seorang frater.
Peristiwa ini juga menjadi momen yang takkan saya lupakan. Sebab bukan suatu kebetulan cawan ini diberikan kepada saya sebelum memulai tugas live in di Paroki Boro ini.
Medan Menanjak dan Menurun
Hal yang menarik ketika memulai pelayanan baik bersama Romo Andi maupun Romo Suby (Pastor Paroki Boro) adalah perjalanan menuju kapel wilayah dan lingkungan. Perjalanan kami melalui jalur-jalur yang menanjak dan juga menurun.
Hal tersebut tentu saja memancing adrenalin saya yang sudah lama sekali tidak melakukan perjalanan seperti ini. Kadang-kadang, jalanan yang dilalui super-menanjak dan menurun begitu terjal. Syukurnya, kendaraan yang saya gunakan adalah motor Megapro yang cocok untuk medan seperti itu.
Saya membandingkan dengan medan di Ketapang yang memang tidak securam dan seterjal Paroki Boro, tetapi jauh lebih sulit karena jalanannya berlumpur, berpunggung kuda, di antara selokan, kadang-kadang ada papan miting, dan bahkan jalan terputus oleh banjir dan mobil amblas.
Baca juga: Meminjam Kata Santo Fransiskus: Bila Terjadi Penghinaan, Jadikanlah Kita Pembawa Damai
Di Paroki Boro ini sangat-sangat nyaman karena jalanannya mulus dan beraspal. Jadi, tidak ada alasan untuk menunda perjalanan, berbeda dengan stasi di Ketapang di mana terkadang umat menunggu Romo karena harus melalui jalan rusak. Hal ini membutuhkan waktu berjam-jam untuk dilewati.
Oleh karena itu, medan Paroki Boro menjadi tidak terlalu sulit jika dibandingkan dengan medan di wilayah Keuskupan Ketapang.
Saya merefleksikan perjalanan tersebut sebagai lika-liku kehidupan saya yang juga mengalami tanjakan dan turunan. Tetapi karena landasan iman yang kuat, meskipun keliatannya jalan itu mulus, harus tetap siaga karena jalan mulus kadang menyebabkan kantuk, ceroboh dan tidak waspada.
Berbanding terbalik dengan jalanan yang hancur dan rusak, suka tidak suka harus dilalui, mungkin seringkali mengalami jatuh tetapi tidak sampai merusak. Dibutuhkan sikap terbiasa agar semakin fasih melewati jalanan yang sama dalam beberapa waktu. Biasanya jalan rusak malahan membuat kita lebih waspada.
Sehingga kecelakaan antar kendaraan jarang sekali terjadi. Dinamika kehidupan yang saya renungkan seperti jalanan ini menuntut kewaspadaan, kedewasaan, dan kebijaksanaan yang tajam.
Bersambung, Lanjut Part 2…




