Duta, Pontianak – Kamis 15 Mei 2025- Di balik gemerlap tari dan gaung gong yang menggema ke langit Kalimantan, ada seorang perempuan yang mengalirkan semangat peluhnya, Helena Ali, Amd, atau yang akrab disapa Lena. Di tanah yang ditumbuhi harmoni alam dan iringan bisikan sungai Kapuas, kembali kita menyongsong Pekan Gawai Dayak 2025—sebuah perjamuan agung budaya, tempat leluhur ‘menari’ bersama harapan.
Bersama panitia inti, sebagai salah satu tim Seksi Usaha Dana, Lena tak sekadar bekerja—ia membaktikan seluruh waktu dan pikirannya untuk PGD dengan tema besar “Merawat Budaya, Menjaga Bangsa”, dengan sub-tema “40 Tahun Sekretariat Bersama Kesenian Dayak”, acara itu tidak hanya menjadi ajang perayaan tetapi juga sebagai langkah mengenalkan, mencintai, dan memiliki seni budaya Dayak menuju Indonesia Emas.
“Seluruh keringat, waktu, dan hati kami tuangkan demi kelancaran PGD 2025,” ujarnya pada wawancara bersama tim Publikasi PGD 2025, Radangk (15/05).
Baginya, ini bukan sekadar agenda tahunan, tapi semacam nyanyian jiwa yang harus terus dilantunkan, lestari dalam harmoni yang tak lekang oleh waktu. Sejak tahun 1993, Lena telah menjadi pejalan setia di jalan kebudayaan.
Lena bukan hanya penjaga, tapi penyambung suara-suara tua yang hidup kembali lewat langkahnya di panggung tradisi. Sebagai Dara Gawai 1998 itu, kini menjelma menjadi bagian dari semangat komunitas untuk menjaga agar api di tungku budaya tetap menyala.

Harapannya hanya satu “jangan pernah padamkan Pekan Gawai Dayak—karena di sanalah suara tanah dan roh leluhur bersatu,” tambahnya, (15/05).
Dalam tugasnya, Lena sebagai tim dan Panitia Inti menjalin tangan dengan banyak pihak. Orang-orang baik, yang ringan tangan serta lapang hati, datang bukan hanya membawa bantuan materi, tapi juga membawakan doa untuk kelestarian budaya. Ada Bank Kalbar, Bank Mandiri, Hotel Gajah Mada, dan para dermawan yang tak disebutkan satu per satu, menjadi bagian dari jalinan benang-benang emas dalam tenun kebersamaan ini.
Mereka semua (donatur yang baik hati), bukan hanya bekerja—mereka menari bersama dalam irama semangat, bernyanyi dengan nada harapan. Musik dan sastra pun hadir, mengalun seperti sungai tua yang terus mengalir, menyapa setiap jiwa yang rindu pada akar.
Lena berharap semoga Pekan Gawai Dayak menjadi panggilan jiwa, nadi dan darah dimana mereka dilahirkan sebagai anak Kalimantan (Borneo).
Bekerja dengan hati, berpijak pada budaya, untuk menatap masa depan dengan mata warisan—maka suara Dayak akan terus menggema dari belantara hutan ke kota, dari tanah ke langit.
“Sebab budaya bukan sekadar warisan, tetapi ada hati yang terus Merawat Budaya dan Menjaga Bangsa,” tutupnya, (15/05).
By. S | Publikasi, Humas, Dokumentasi PGD 2025.




