Duta, Pontianak | “Banyak cara untuk kita menunjukkan bahwa kita memperhatikan sesama kita, dengan hal-hal yang kecil,” kata Uskup Agustinus menutup homilinya pada perayaan Misa Kamis Putih 17 April 2025 dengan ribuat umat Katolik memadati Gereja Katedral Santo Yosef Pontianak.
Perayaan Misa Kamis Putih dilaksanakan pada pukul 18.00 WIB. Perayaan tersebut menandai awal dari Tri Hari Suci menjelang Paskah, dan menjadi momentum bagi umat Katolik untuk merenungkan makna pengorbanan serta kasih Yesus yang tak terbatas kepada murid-murid-Nya.
Dalam perayaan misa tersebut, Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus didampingi oleh Pastor Paroki Gereja Katedral Santo Yosef Pontianak, Pastor Alexius Alex, bersama dengan ribuan umat yang turut memadati dalam gereja bahkan di baseman Katedral.
Dalam homilinya, Uskup Agustinus memaparkan konteks sejarah dan politik yang melatarbelakangi perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid. Saat itu, tahun ke-33 Masehi, wilayah Israel berada dalam tekanan kekuasaan Romawi dan menjadi bagian dari kekuasaan Raja Herodes.
Dalam kondisi tersebut, muncul dua kelompok besar yang merasa terganggu oleh kehadiran Yesus: kelompok politik yang khawatir Yesus mendukung perjuangan kemerdekaan orang Yahudi, serta kelompok keagamaan seperti orang Farisi dan ahli Taurat yang merasa kewibawaannya terancam oleh ajaran Yesus.

“Dua kelompok ini akhirnya bersatu untuk menjatuhkan Yesus,” ujar Uskup Agustinus (17/04).
Bapa Uskup juga menekankan bagaimana persekongkolan terjadi, hingga salah satu murid Yesus sendiri, Yudas Iskariot, turut terlibat dalam pengkhianatan.
Maka dari itu Yesus tidak takut, pada perjamuan malam terakhir dia mengatakan “Inilah tubuh dan darah Ku, kamu akan selamat.”
Hiburan dan penguat untuk para murid yang penuh dengan kegelisahan. Namun dia juga berpesan kepada murid-Nya, lakukanlah itu untuk mengenangkan Yesus. Sebab dalam peristiwa tersebut tersirat, manusia tidak akan diselamatkan oleh kekuasaan atau harta duniawi tetapi di selamatkan karena mengikuti ajaran Yesus.
Namun, yang luar biasa dari peristiwa itu adalah sikap Yesus yang tidak membalas kejahatan dengan kebencian. Dalam Injil Lukas dikisahkan, Yesus tetap memilih untuk merayakan Paskah bersama murid-murid-Nya sebelum penderitaan-Nya dimulai. Dalam suasana yang penuh tekanan, Yesus tetap menunjukkan kasih yang dalam kepada para pengikut-Nya dengan mengadakan Perjamuan Kudus dan membasuh kaki para murid.

“Dia tidak banyak berkata-kata soal cinta, tapi menunjukkan dengan tindakan nyata — membasuh kaki para murid, sebuah pekerjaan yang di zaman itu hanya dilakukan oleh hamba,” lanjut Uskup Agustinus, (17/04).
Bapa Uskup Agustinus juga membagikan pengalaman pribadinya dalam menjalani pelayanan, termasuk bagaimana dirinya tetap melayani umat di daerah pedalaman tanpa memikirkan kenyamanan pribadi.
Dia menekankan pentingnya keteladanan dalam hal-hal kecil yang bisa membawa dampak besar bagi sesama.
“Melayani dan menunjukkan kasih tidak selalu lewat hal besar. Terkadang perhatian pada hal-hal sederhana sudah cukup menunjukkan bahwa kita peduli,” ujarnya, mengajak umat untuk meneladani Yesus dalam kehidupan sehari-hari.
Misa Kamis Putih malam itu dilanjutkan dengan ritus pembasuhan kaki, sebagai simbol pelayanan dan kerendahan hati — pesan utama dari perjamuan malam terakhir.
Uskup Agustinus mengajak umat untuk terus menghidupi semangat kasih sejati dalam setiap tindakan mereka, menjelang puncak perayaan Paskah.

“Jadi ada begitu banyak hal kecil yang bisa kita lakukan untuk melakukan teladan, jika menyadari bahwa inilah kesempatan untuk melakukan kebaikan-kebaikan itu. Dari pengalaman saya, banyak hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk menghormati yang lain,” kata Uskup Agustinus (17/04).
Yang luar biasa dalam perstiwa itu, Uskup Agustinus menerangkan bahwa teladan Yesus, yang bukan hanya mengatakan cinta yang tulus, namun melakukannya dengan membasuh kaki murid-murid-Nya, dimana pekerjaan membasuh kaki adalah pekerjaan yang paling hina di kala itu, namun hal tersebut dilakukan oleh Yesus. *Samuel.