Duta, Sampit | 28 Juni 2025 — Caritas Indonesia mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap meningkatnya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menimpa anak-anak muda, khususnya melalui modus penipuan relasi asmara atau love scamming.
Hal ini disampaikan oleh Suster Kristina Fransiska dari Caritas Indonesia Bidang Migrasi dan TPPO dalam seminar bertema “OMK Itu Peka Sosial, Bukan Cuek Sosial” yang digelar di Gereja Katolik St. Joan Don Bosco, Sabtu (28/6), sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Temu Orang Muda Katolik (OMK) se-Dekenat Kotawaringin Timur.
“Banyak anak muda yang terjebak dalam hubungan asmara palsu lewat media sosial. Mereka dijanjikan cinta, pernikahan, dan kehidupan nyaman di luar negeri. Tapi kenyataannya, mereka dijual dan dieksploitasi,” ujar Suster Kristina di hadapan 500 peserta seminar.

Modus yang digunakan pelaku, lanjutnya, sering kali dibungkus dengan narasi romantis: calon korban dijanjikan tidak perlu bekerja dan hanya tinggal di rumah merawat mertua. Namun setelah tiba di negara tujuan, mereka dipaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga tanpa upah, bahkan mengalami kekerasan dan penyekapan.
Caritas Indonesia mencatat bahwa kasus-kasus seperti ini tidak hanya terjadi di kota besar, tetapi juga mulai menyasar anak-anak muda dari daerah, termasuk Kalimantan Tengah. Minimnya literasi digital, tekanan ekonomi, dan keinginan untuk hidup lebih baik menjadi faktor utama yang membuat remaja mudah terjerat.
“Kami mengajak OMK untuk menjadi agen informasi dan perlindungan di komunitas masing-masing. Jika ada teman yang tiba-tiba diajak ke luar negeri oleh orang yang baru dikenal, jangan diam. Sampaikan, laporkan, dan dampingi,” tegas Suster Kristina.
Caritas Indonesia terus melakukan edukasi dan pendampingan melalui jaringan paroki dan komunitas OMK di berbagai daerah. Kolaborasi lintas lembaga dan dukungan dari Gereja lokal menjadi kunci dalam mencegah dan menangani kasus TPPO.

Seminar ini merupakan bagian dari Temu OMK 2025 yang berlangsung selama tiga hari, dari 27 hingga 29 Juni, dan menjadi momentum penting untuk memperkuat peran kaum muda dalam menjawab tantangan sosial di era digital.
“OMK harus menjadi mata dan telinga Gereja. Jangan biarkan satu pun dari kita menjadi korban. Mari bergerak bersama, melindungi yang rentan dan membangun masa depan yang lebih aman,” tutup Suster Kristina.*Cindi – S.