Tuesday, December 23, 2025
More

    Kopi Keliling dan Transformasi Budaya Konsumsi di Kota Pontianak

    Duta, Pontianak | Fenomena kopi keliling yang menggunakan gerobak atau sepeda listrik di Kota Pontianak menjadi salah satu tren paling menarik pada awal tahun 2025.

    Penjual kopi yang beroperasi di lokasi-lokasi strategis seperti Jalan Dr. Sutomo, kawasan Rumah Radakng, serta Taman Bundaran Digulis menunjukkan bagaimana kreativitas usaha kecil berkembang mengikuti perubahan gaya hidup masyarakat.

    Dengan menawarkan varian kopi susu kekinian seharga Rp10.000 hingga Rp12.000, kopi keliling memberi masyarakat alternatif baru untuk menikmati minuman favorit mereka. Fenomena ini bukan sekadar tren kuliner, tetapi juga mencerminkan perubahan perilaku ekonomi dan sosial masyarakat kota yang semakin dinamis.

    Menurut pandangan saya, ada beberapa alasan mengapa fenomena kopi keliling ini menjadi viral dan relevan untuk dianalisis. Pertama, masyarakat kini semakin menginginkan sesuatu yang praktis, cepat, dan fleksibel. Aktivitas harian yang padat membuat banyak orang memilih produk yang mudah diakses tanpa harus masuk ke kafe, memesan, dan menunggu lama.

    Kehadiran gerobak kopi yang parkir di titik-titik ramai atau berkeliling membuat konsumen merasa bahwa produk tersebut “mendatangi” mereka. Situasi ini menciptakan pengalaman konsumsi yang berbeda dari kedai kopi konvensional.

    Dalam konteks pemasaran modern, perubahan ini sejalan dengan perkembangan teknologi dan persaingan bisnis yang semakin intens. Seperti dijelaskan oleh Suleman dalam Manajemen Pemasaran di Era Digital, pertumbuhan kebutuhan dan permintaan konsumen mendorong munculnya perusahaan-perusahaan baru dengan berbagai inovasi.

    Persaingan yang ketat membuat pelaku usaha harus lebih jeli memahami perilaku dan preferensi konsumen agar dapat memenangkan hati mereka. Dalam kasus kopi keliling, inovasi hadir bukan hanya pada produk, tetapi juga pada cara layanan diberikan—lebih fleksibel, mobile, dan menyatu dengan ritme kehidupan perkotaan.

    Kedua, konsep kopi keliling menjadi viral karena selaras dengan tren budaya populer, terutama di kalangan anak muda. Aktivitas nongkrong tidak lagi harus dilakukan di ruang ber-AC dengan interior mewah.

    Duduk di trotoar, taman, atau pinggir jalan sambil menikmati kopi murah justru dianggap lebih autentik dan estetik. Banyak unggahan di media sosial menunjukkan anak muda berpose dengan gelas kopi berlatar suasana kota.

    Tren “ngopi di jalan” ini menyebar cepat karena memberi kesan egaliter dan membumi, jauh dari kesan eksklusif yang sering melekat pada kafe-kafe modern. Dengan kata lain, kopi keliling bukan hanya produk, tetapi juga representasi gaya hidup baru.

    Dari sisi pelaku usaha, gerobak kopi merupakan bentuk adaptasi terhadap perubahan ekonomi dan selera pasar. Modal membuka kedai kopi permanen relatif besar: biaya sewa tempat, renovasi, peralatan, hingga operasional bulanan. Di tengah tekanan ekonomi dan persaingan bisnis kopi yang ketat, berjualan menggunakan gerobak atau sepeda listrik menjadi solusi yang efisien dan kreatif.

    Usaha dapat dimulai dengan modal kecil, risiko rendah, dan kemampuan berpindah lokasi sesuai keramaian. Mobilitas ini memberi fleksibilitas tinggi dan keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki kedai tetap. Karena itu, kopi keliling tumbuh bukan hanya sebagai inovasi, tetapi juga strategi bertahan di tengah dinamika pasar.

    Fenomena ini menarik jika dikaitkan dengan teori permintaan Alfred Marshall. Marshall menekankan bahwa permintaan konsumen dipengaruhi oleh faktor harga. Dalam konteks kopi keliling, harga yang terjangkau jelas menjadi daya tarik utama.

    Pada periode pasar jangka pendek dan jangka panjang seperti dijelaskan Marshall, pelaku usaha dapat menyesuaikan jumlah penawaran sesuai kapasitas produksi dan permintaan. Di Pontianak, peningkatan jumlah gerobak kopi menunjukkan bagaimana penawaran menyesuaikan diri dengan permintaan konsumen yang terus meningkat.

    Selain faktor harga, selera konsumen juga berpengaruh signifikan. Masyarakat saat ini cenderung menyukai minuman manis, creamy, dan mudah dibawa, dibandingkan kopi hitam tradisional.

    Generasi muda yang senang suasana santai dan spontan lebih tertarik pada konsep sederhana namun estetik yang ditawarkan gerobak kopi. Dengan demikian, kopi keliling tidak hanya memenuhi kebutuhan rasa, tetapi juga kebutuhan gaya hidup.

    Fenomena ini juga dapat dianalisis dengan teori kewirausahaan Joseph Schumpeter tentang inovasi. Menurut Schumpeter, wirausahawan adalah agen perubahan yang menciptakan kombinasi baru melalui inovasi.

    Perubahan itu bisa bersifat kreatif sekaligus destruktif. Kehadiran kopi keliling merupakan bentuk inovasi yang mengganggu model bisnis lama (kedai kopi konvensional), tetapi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi baru di sektor UMKM. Para pelaku usaha yang kreatif mampu membaca peluang, memanfaatkan teknologi sederhana, dan menciptakan nilai tambah yang relevan dengan kebutuhan pasar.

    Walaupun berdampak positif terhadap pertumbuhan UMKM lokal, fenomena kopi keliling juga memiliki tantangan. Jika jumlah gerobak terus bertambah tanpa penataan, potensi masalah seperti kemacetan, ketertiban trotoar, sampah kemasan, serta persaingan tidak sehat antarpenjual bisa muncul.

    Pemerintah daerah perlu mulai mempertimbangkan regulasi ramah UMKM: penetapan zona berdagang, standar kebersihan, pengelolaan limbah, dan izin usaha yang sederhana namun terstruktur. Tujuannya bukan membatasi kreativitas, melainkan menjaga keteraturan ruang publik.

    Secara keseluruhan, fenomena kopi keliling di Pontianak bukan hanya mencerminkan inovasi bisnis sederhana, tetapi juga perubahan mendalam dalam pola konsumsi masyarakat kota.

    Fenomena ini menunjukkan bagaimana harga, selera, estetika ruang publik, dan aksesibilitas bekerja bersama membentuk permintaan. Kopi keliling merupakan bukti bahwa kreativitas lokal dapat bertahan, berkembang, dan bahkan viral ketika pelaku usaha mampu memahami kebutuhan konsumen dengan tepat.

    Meski tampak kecil, tren ini mencerminkan dinamika ekonomi dan sosial yang lebih luas dalam kehidupan masyarakat urban di era digital.

    Daftar Pustaka

    Suleman, Dr. Manajemen Pemasaran di Era Digital: Konsep dan Strategi. Cetakan pertama, Maret 2022. Diakses 22 November 2025.
    https://eprints.upj.ac.id/id/eprint/4660/1/A81.1_BUKU%20-%20Manajemen%20pemasaran%20di%20era%20digital%20konsep%20dan%20strategi.pdf

    Marshall, Alfred. Economic Theory in Retrospect. Diakses 22 November 2025.
    https://www.google.co.id/books/edition/Economic_Theory_in_Retrospect

    Schumpeter, Joseph. Kewirausahaan. Diakses 22 November 2025.
    https://www.google.co.id/books/edition/KEWIRAUSAHAAN

    *Nesa Sepriana – Mahasiswa Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa, San Agustin Kampus II Pontianak, (Sam). 

    Related Articles

    spot_img
    spot_img

    Latest Articles