Duta, Pontianak | Perdebatan mengenai peran pajak dalam menciptakan keadilan sosial kembali mengemuka di ruang publik. Di tengah meningkatnya kesenjangan sosial dan ekonomi, pajak sering diposisikan sebagai instrumen utama negara untuk melakukan redistribusi kesejahteraan.
Namun, pertanyaan mendasar yang patut diajukan adalah apakah sistem perpajakan Indonesia benar-benar telah mewujudkan keadilan sosial, atau justru masih sebatas janji normatif dalam kebijakan fiskal.
Fenomena kesenjangan sosial yang ramai diperbincangkan di media sosial pada awal tahun 2025 mencerminkan realitas yang lebih dalam. Perbedaan akses terhadap fasilitas dasar, pendidikan, dan informasi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya dirasakan secara merata.
Data Badan Pusat Statistik mencatat rasio Gini Indonesia pada Maret 2025 berada di angka 0,375, mengindikasikan ketimpangan yang masih signifikan. Dalam konteks inilah, pajak diharapkan hadir sebagai alat koreksi untuk menyeimbangkan distribusi pendapatan.
Secara konseptual, pajak memiliki fungsi lebih dari sekedar sumber penerimaan negara. Pajak merupakan instrumen kebijakan publik untuk mendanai layanan dasar, memperluas akses pendidikan dan kesehatan, serta mengurangi kesenjangan melalui belanja sosial.
Prinsip ini sejalan dengan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui mekanisme pajak progresif, negara menempatkan beban yang lebih besar kepada kelompok berpenghasilan tinggi untuk menopang kepentingan publik yang lebih luas.
Pemerintah telah mengupayakan berbagai kebijakan untuk memperkuat fungsi keadilan pajak. Penetapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bertujuan melindungi kelompok berpendapatan rendah dari kewajiban pajak.
Di sisi lain, tarif Pajak Penghasilan yang progresif dan pemberian insentif bagi pelaku UMKM, seperti tarif final 0,5 persen sesuai PP Nomor 55 Tahun 2022, menjadi bentuk keberpihakan terhadap ekonomi rakyat kecil. Reformasi melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juga diarahkan untuk memperluas basis pajak sekaligus meningkatkan kepatuhan.
Meski demikian, keadilan pajak tidak hanya ditentukan oleh desain kebijakan, tetapi juga oleh implementasinya. Tantangan utama terletak pada ketimpangan beban pajak antara kelompok masyarakat.
Pajak tidak langsung seperti Pajak Pertambahan Nilai cenderung lebih dirasakan oleh kelompok menengah dan bawah, sementara kelompok berpendapatan tinggi memiliki ruang lebih besar untuk melakukan perencanaan pajak agresif. Kondisi ini menimbulkan persepsi bahwa sistem pajak belum sepenuhnya adil.
Efektivitas redistribusi melalui pajak juga bergantung pada kualitas belanja negara. Pajak yang terkumpul harus benar-benar kembali kepada masyarakat dalam bentuk layanan publik yang berkualitas dan tepat sasaran.
Tanpa transparansi dan akuntabilitas anggaran, pajak berisiko dipersepsikan hanya sebagai beban, bukan sebagai investasi sosial. Oleh karena itu, integrasi kebijakan pajak dengan kebijakan sosial menjadi prasyarat penting dalam mewujudkan keadilan.
Dalam jangka panjang, sistem perpajakan yang adil memerlukan penguatan administrasi, penegakan hukum yang konsisten, serta peningkatan literasi pajak masyarakat. Reformasi pajak harus mampu menjawab dinamika ekonomi modern tanpa mengorbankan prinsip keadilan. Pajak tidak boleh hanya menjadi alat pemungutan, tetapi harus menjadi instrumen solidaritas sosial yang nyata.
Pada akhirnya, pajak memang memiliki potensi besar sebagai solusi keadilan sosial, namun potensi tersebut hanya akan terwujud jika diiringi dengan tata kelola yang transparan, kebijakan yang berpihak, dan komitmen pemerintah untuk menjadikan pajak sebagai sarana pemerataan. Tanpa itu, pajak berisiko tetap dipersepsikan sebagai ilusi keadilan yang jauh dari realitas kehidupan masyarakat.
Referensi:
- Badan Pusat Statistik. (2025). Profil Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia Maret 2025.
- Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Reformasi Perpajakan untuk Penciptaan Keadilan, Peningkatan Kepatuhan, dan Penguatan Fiskal. Badan Kebijakan Fiskal.
- Salsabila, K. L. (2025). Pajak: Wujud Sila Kelima Pancasila. Direktorat Jenderal Pajak.
- Wahyuni, F. (2024). Analisis Perbandingan Sistem Pajak Progresif dan Pajak Proporsional: Implikasi terhadap Keadilan Sosial. Papatung: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, Pemerintahan dan Politik, 7(1), 1–10.
*Oleh: Irsyan Fadhli (Mahasiswa Akademi Keuangan dan Perbankan, Semester 3C)
*Editor: Lusia Sedati S.E., M.Ak. (Dosen Akademi Keuangan dan Perbankan)




