DUTA, Pontianak | Di dunia modern, uang sering dianggap sebagai tujuan akhir dari kerja keras dan kecerdikan manusia. Banyak orang menilai keberhasilan hidup dari besarnya penghasilan, kepemilikan aset, dan kemampuan membeli apa pun yang diinginkan.
Cara pandang ini membuat uang seolah berdiri netral dan bebas nilai, padahal kenyataannya uang selalu membawa konsekuensi moral dan sosial. Ketika uang ditempatkan sebagai ukuran utama kesuksesan, manusia perlahan kehilangan ruang untuk bertanya tentang makna hidup yang lebih dalam.
Kebiasaan mengejar uang tanpa refleksi sering melahirkan kegelisahan. Semakin banyak yang dimiliki, semakin besar pula keinginan untuk menambahnya.
Dalam situasi seperti ini, uang tidak lagi menjadi alat, melainkan berubah menjadi penguasa yang diam-diam mengendalikan pilihan hidup. Di titik inilah filsafat menjadi relevan, karena ia mengajak manusia berhenti sejenak dan melihat ulang relasinya dengan kekayaan.
Chremata dalam Pemikiran Aristoteles
Aristoteles menawarkan konsep chremata untuk membantu manusia memahami hakikat kekayaan secara lebih jernih dan manusiawi.
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani chraomai, yang berarti “menggunakan”, sebuah makna yang sejak awal sudah memberi penekanan penting: kekayaan pada dasarnya adalah sesuatu yang dipakai, bukan sesuatu yang dikejar sebagai tujuan hidup.
Dengan pemahaman ini, uang dan harta tidak berdiri sebagai nilai tertinggi, melainkan sebagai sarana untuk menopang kehidupan yang baik dan layak.
Kekayaan memperoleh maknanya bukan dari jumlahnya, melainkan dari fungsinya dalam kehidupan manusia. Karena itu, bagi Aristoteles, mengejar kekayaan tanpa tujuan yang jelas justru bertentangan dengan hakikat kekayaan itu sendiri.
Dalam kerangka pemikiran tersebut, Aristoteles kemudian membedakan secara tegas antara oikonomia dan chrematistike.
Oikonomia merujuk pada seni mengelola rumah tangga dan sumber daya secara wajar demi kesejahteraan hidup, baik bagi individu maupun komunitas. Di dalamnya terdapat prinsip kecukupan, pengelolaan yang bijak, dan orientasi pada kehidupan yang stabil.
Sebaliknya, chrematistike menunjuk pada praktik mencari uang demi uang itu sendiri, tanpa batas dan tanpa orientasi pada kebutuhan nyata. Pembedaan ini penting karena menunjukkan bahwa tidak semua aktivitas ekonomi bersifat netral atau sehat secara moral. Ketika pencarian kekayaan dilepaskan dari tujuan hidup yang baik, uang justru kehilangan maknanya dan berpotensi merusak kehidupan manusia.
Bagi Aristoteles, persoalan utama bukanlah keberadaan kekayaan, melainkan sikap manusia terhadap kekayaan tersebut.
Ia menolak pandangan bahwa semakin banyak harta otomatis berarti semakin baik hidup seseorang. Dalam pandangannya, hidup yang baik—yang ia sebut eudaimonia—tidak ditentukan oleh seberapa besar akumulasi kekayaan, tetapi oleh keseimbangan antara kecukupan materi, kebajikan moral, dan kualitas relasi sosial.
Kekayaan yang berlebihan bahkan bisa menjadi penghalang bagi kebahagiaan, karena menumbuhkan keserakahan, kecemasan, dan ketergantungan yang berlebihan pada hal-hal material.
Oleh karena itu, chremata selalu harus ditempatkan dalam batas yang wajar dan diarahkan pada tujuan yang jelas, yakni menopang kehidupan manusia yang bermartabat, seimbang, dan bermakna.
Makna Chremata bagi Manajemen Keuangan Modern
Dalam dunia manajemen keuangan modern, konsep chremata memberikan perspektif yang menyegarkan.
Manajemen keuangan sering dipahami sebatas teknik mengelola arus kas, menekan biaya, dan memaksimalkan keuntungan. Semua itu penting, tetapi tidak cukup jika dilepaskan dari tujuan yang lebih luas. Tanpa refleksi, manajemen keuangan mudah terjebak pada logika angka semata.
Melalui kacamata chremata, uang kembali dipahami sebagai alat strategis untuk mencapai tujuan organisasi. Keberhasilan finansial tidak hanya diukur dari besarnya laba, tetapi dari sejauh mana laba tersebut menciptakan nilai jangka panjang.
Manajemen keuangan yang sehat membantu organisasi bertahan, tumbuh secara berkelanjutan, dan memberi manfaat bagi banyak pihak. Dengan demikian, uang bekerja untuk manusia, bukan sebaliknya.
Konsep ini juga menegaskan pentingnya etika dalam pengambilan keputusan keuangan. Setiap keputusan finansial membawa dampak sosial, baik langsung maupun tidak langsung.
Ketika etika diabaikan, keuntungan mungkin meningkat dalam jangka pendek, tetapi kepercayaan dan keberlanjutan akan terkikis. Chremata mengingatkan bahwa keuangan yang baik selalu berjalan seiring dengan tanggung jawab moral.
Chremata, Pendidikan Keuangan, dan Sikap Akademik Kampus
Pemikiran Aristoteles tentang chremata memiliki implikasi penting bagi dunia pendidikan keuangan. Pendidikan keuangan tidak cukup hanya mengajarkan rumus, rasio, dan laporan keuangan.
Mahasiswa juga perlu dibekali pemahaman tentang makna dan tujuan pengelolaan uang. Dengan cara ini, ilmu keuangan tidak hanya mencetak tenaga profesional, tetapi juga pribadi yang bijaksana.
Kesadaran inilah yang tercermin dalam pemilihan nama Chremata sebagai portal jurnal ilmiah milik Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa Pontianak.
Nama tersebut bukan sekadar istilah klasik, melainkan pernyataan sikap akademik. Kampus ini menegaskan bahwa keuangan harus dipelajari tidak hanya sebagai teknik, tetapi juga sebagai praktik yang sarat nilai. Portal Jurnal Chremata menjadi ruang dialog antara ilmu, etika, dan kemanusiaan.
Pada akhirnya, chremata mengajak kita mengembalikan uang ke tempatnya yang semestinya. Uang penting, tetapi bukan segalanya. Kekayaan dibutuhkan, tetapi bukan tujuan akhir hidup manusia. Dengan memahami uang sebagai sarana, manajemen keuangan dapat menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih seimbang, adil, dan bermakna.
*Vinsensius, S.Fil., M.M. Dosen Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa Pontianak




