Duta, Landak | Krisis 2030 adalah isu yang tidak dapat kita sepelekan. Sebuah dokumen dari Forum Ekonomi Dunia (2023) mengutarakan bahwa dunia akan masuk ke dalam “Great Reset” dengan berbagai tantangan, seperti inflasi global di kisaran 5-7% setiap tahunnya, fluktuasi harga barang akibat perubahan iklim, serta hilangnya pekerjaan akibat pengaruh AI dan dinamika politik global (contohnya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok).
Di tanah air, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi akan melambat menjadi 4-5% jika kita tidak segera melakukan perubahan. Semua ini menandakan bahwa dunia menuju fase ekonomi baru yang penuh ketidak pastian serta mahasiswa seperti Anda harus bersiap-siap.
Bagi mahasiswa dan lulusan yang baru, keadaan ini merupakan sinyal bahwa kita perlu memberi perhatian serius.
Kenapa? Sebab Anda baru mulai menapaki jalur karier, keuangan, dan hidup masa depan.
Jika Anda tidak mengelola sumber daya yang ada sejak awal dengan bijaksana, konsekuensinya bisa sangat panjang, bahkan sebelum Anda merasa stabil secara keuangan. Bayangkan saja: gaji awal Rp5-7 juta per bulan dapat habis hanya dalam beberapa tahun jika tidak dikelola dengan tepat.
- Tidak Semua Aset itu Aman
Banyak individu percaya bahwa menyimpan uang di lembaga keuangan atau menginvestasikan kepada barang-barang seperti properti atau kendaraan adalah strategi paling aman untuk melindungi kekayaan mereka. Namun, pada kenyataannya, tidak semua jenis aset dapat bertahan menghadapi tantangan ekonomi.
Beberapa di antaranya bisa menjadi sekadar beban keuangan yang perlahan mengikis nilai uang Anda contohnya, barang-barang elektronik yang baru dibeli yang nilainya bisa merosot antara 30-50% dalam waktu setahun, atau tabungan konvensional yang mengalami penurunan nilai sebesar 3-5% setiap tahun akibat inflasi tanpa memberikan keuntungan yang nyata.
Bagi mahasiswa atau alumni baru, sangat krusial untuk memahami mana aset yang “memberdayakan” dan mana yang “menyesatkan”.
Aset yang memberdayakan mencakup elemen-elemen yang mampu menghasilkan nilai baru, seperti keterampilan pemrograman yang dapat mendatangkan pendapatan Rp10-20 juta per bulan sebagai freelancer, jaringan profesional di LinkedIn yang membuka pintu untuk kesempatan berkarir, pengetahuan finansial yang diperoleh dari buku-buku seperti “Rich Dad Poor Dad”, atau investasi dalam reksa dana yang memberikan imbal hasil sebesar 7-10% setiap tahun.
Sebaliknya, aset yang menyesatkan meskipun tampak berharga di awal (seperti mobil mahal untuk menunjukkan status), tidak berkontribusi pada peningkatan nilai seiring berjalannya waktu. Mulailah dengan menganalisis aset-aset Anda: apa yang benar-benar mengalami pertumbuhan?
- Kesalahan Umum yang Dilakukan Anak Muda Saat Menghadapi Krisis
Banyak generasi muda terjebak dalam dua kesalahan utama: Pengambilan keputusan investasi yang tidak tepat: Terpancing oleh mode yang sedang tren seperti perdagangan kripto atau saham tanpa memahami prinsip dasarnya, atau hanya meniru langkah investasi orang lain tanpa menganalisis resikonya.
Sebuah penelitian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK, 2023) menunjukkan bahwa banyak pemuda di Indonesia kehilangan uang karena ketakutan kehilangan tren yang mereka lihat di aplikasi seperti TikTok, di mana banyak di antara mereka mengalami kerugian antara 20-50% dari investasi mereka.
Seperti yang saya dengar dari Fawzi di Festival Literasi Keuangan di Universitas Bengkulu yang dilaporkan di majalah daring TEMPO pada Jumat, 27 September 2024, ia menyampaikan, “Selain memahami risikonya, mahasiswa perlu menyadari untuk apa mereka membutuhkan uang. Jangan hanya mengikuti arus dan melakukan tindakan yang berisiko. Apabila Anda memiliki sedikit uang, jangan habiskan semua untuk belanja. ”
Manajemen yang buruk terhadap aset yang Anda miliki: Menggunakan pendapatan baru untuk membeli barang-barang yang sifatnya tidak awet, seperti perangkat baru, gaya hidup glamor untuk konsumsi media sosial, atau kendaraan, tanpa merenungkan kestabilan finansial di masa depan.
Nyatanya, sebuah riset dari Bank Dunia (2022) menyatakan bahwa 40% anak muda yang baru lulus di kawasan Asia Tenggara menghabiskan seluruh uang mereka setiap bulannya akibat pembelian yang dilakukan tanpa pertimbangan.
Menghadapi tantangan bukanlah soal memiliki banyak dana; sebaliknya, ini berhubungan dengan bagaimana kita mempersiapkan diri serta memahami dinamika ekonomi global. Atasi masalah ini dengan mengikuti strategi 50/30/20: alokasikan 50% untuk kebutuhan pokok, 30% untuk hal-hal yang diinginkan, dan 20% untuk simpanan atau investasi.
- Saatnya Memusatkan Perhatian pada Aspek yang Dapat Bertahan di Masa Sulit
Alih-alih terfokus pada “Krisis 2030”, manfaatkan periode ini untuk memperbaiki keadaan finansial Anda. Salurkan dana Anda ke dalam “pengembangan keterampilan dan pengetahuan tambahan” hal-hal yang tidak akan terpengaruh oleh krisis apa pun.
Sebagai contoh, pelajari cara menganalisis data lewat kursus gratis di Google Digital Garage; keahlian ini diperkirakan akan sangat dibutuhkan dalam 70% pekerjaan di masa mendatang, menurut McKinsey&Company (2023) https://www.mckinsey.com › capabilities › our-insights.
Ciptakan beragam metode untuk menghasilkan uang: jangan hanya mengandalkan satu pekerjaan atau sumber pendapatan; coba lakukan “pekerjaan tambahan” seperti menciptakan konten online atau memberikan les privat, yang dapat menambah pemasukan sekitar Rp2-5 juta per bulan.
Pahami prinsip dasar manajemen keuangan: pahami perbedaan antara investasi jangka pendek (seperti deposito satu tahun, berisiko rendah dengan pengembalian 4-6%), jangka menengah (reksa dana campuran, 8-12%), dan jangka panjang (saham yang berkualitas tinggi, dengan kemungkinan pengembalian 15%+ meskipun fluktuatif).
Tingkatkan cara pikir finansial Anda dengan belajar untuk menunggu apa yang Anda kehendaki (menunda untuk memperoleh sesuatu segera), atur pengeluaran Anda menggunakan aplikasi seperti Finansialku, dan pertimbangkan dengan matang tentang uang. Mulailah dari hal kecil: sisihkan Rp100. 000 setiap bulan untuk kebutuhan darurat.
- Krisis Sebagai Ujian dan Kesempatan
Sejarah telah berulang kali menunjukkan bahwa setiap krisis besar menciptakan dua tipe individu: mereka yang kehilangan segalanya, dan mereka yang berhasil menggandakan kekayaan mereka karena mampu melihat kesempatan di tengah kondisi yang sulit.
Contohnya, Krisis Keuangan Global 2008; saat banyak lembaga keuangan besar mengalami kebangkrutan, investor foresight seperti Warren Buffett malah memanfaatkan penurunan pasar untuk membeli aset berkualitas dengan harga miring, secara signifikan memperkaya portofolionya.
Di Indonesia, terdapat banyak kisah yang menginspirasi. Saat Krisis Moneter 1998 menyerang, banyak perusahaan besar tutup.
Namun, krisis tersebut juga menjadi pendorong lahirnya sejumlah inovator dan wirausahawan baru. Misalnya, beberapa bisnis UMKM yang saat ini menjadi besar di sektor makanan atau fesyen memulai perjalanan mereka dari keterbatasan akibat krisis tersebut, mengandalkan inovasi dan adaptasi.
Dengan cara yang sama, di tengah pandemi COVID-19, ketika banyak sektor mengalami penurunan, industri digital, e-commerce, dan logistik justru merasakan lonjakan pertumbuhan, menciptakan miliaran dolar kekayaan baru serta membuka peluang kerja.
Ini menegaskan bahwa suatu krisis bukanlah sebuah akhir, melainkan merupakan penyaring dan pengganda. Kamu memiliki pilihan untuk berada di satu sisi: menjadi bagian dari mereka yang gagal, atau menjadi bagian dari mereka yang menemukan kesempatan di balik setiap kesulitan.
Persiapan finansial dan mental yang kita bangun saat ini adalah kunci untuk bergabung dengan kelompok yang kedua. Ingatlah, bertahan di tengah krisis bukan tentang siapa yang memiliki kekayaan terbanyak, tetapi tentang siapa yang paling siap, paling fleksibel, dan paling berani mengambil langkah-langkah strategis.
Persiapan itu dimulai dari sekarang, melalui setiap pilihan finansial kecil yang kamu ambil hari ini dan dari kemampuanmu untuk terus belajar serta berinovasi. Langkah awal: buatlah rencana keuangan untuk enam bulan ke depan. Apakah kamu sudah siap?
*Penulis: Agustinus Pabayo, S.Pd adalah Tendik Di Univeritas Katolik Santo Agustinus Hippo Kampus 1 Ngabang, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan ( Ngabang Kabupaten Landak).


