Thursday, October 16, 2025
More

    Jagung Tidak Suka Genangan

    Duta, Landak | Pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa agribisnis dan Ketua Program Studi agribisnis di Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo menemukan bahwa genangan air yang terdapat di lokasi pengamatan berpengaruh negatif atas perkembangan pertumbuhan tanaman jagung.

    Penelitian ini dilaksanakan lansung di lahan percobaan di belakang kampus III Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo yang berlokasi di plasma dua kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak.

    “tujuan kami adalah melihat bagaimana perkembangan tanaman jagung di area lahan yang lembab dan tergenang air serta melihat seberapa besar dampak dari risiko gagal panen,” ujar peneliti utama, Pianus Tutuk, yang merupakan mahasiswa agribisnis semester 4.

    Hasil awal menunjukan bahwa tanaman jagung yang tergenang oleh air atau lembab selama lebih dua hari mengalami pertumbuhan yang lambat, daun menguning, dan pembusukan batang. Hal ini sangat sesuai dengan teori bahwa jagung tidak tahan terhadap genangan air, terutama pada sistem perakarannya.

    Temuan Penelitian Mahasiswa di Belakang Kampus Ungkap Risiko Gagal Panen (Pianus Tutuk)

    Ketua program studi agribisnis yang mendampingi penelitian ini menyampaikan bahwa hasil ini penting untuk mengedukasi para petani lokal yang ada di kecamatan Ngabang. “banyak petani jagung yang masih menanam jagung di lahan rendah tanpa menggunakan sistem drainase yang dimana ini adalah salah satu resiko yang sangat mengancam hasil panen mereka,” ujar beliau.

    Penelitian ini membuka ruang diskusi tentang perlu nya memilih waktu tanam, pengelolaan air, membuat drainase, serta pengelolaan air yang tepat dalam budidaya tanaman jagung. Terutama di daerah dataran rendah seperti di plasma II kecamatan Ngabang.

    Rencananya, hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam bentuk laporan akademik dan digunakan sebagai bahan edukasi bagi petani mitra kampus maupun mahasiswa baru di mata kuliah praktikum ekologi pertanian.

    Pengamatan ini dilakukan selama lebih dari empat mimggu, dengan membandingkan dua perlakuan utama yaitu jagung yang di tanam dengan drainase baik dan jagung yang di tanam di areal tergenang air. Kedua lahan ini masih berada di kawasan praktek kampus III Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo, yang saat ini di manfaatkan sebagai lahan praktek terbuka bagi mahasiswa agribisnis.

    Menurut pengamatan harian yang dicatat dalam jurnal lapangan, jagung pada lahan tergenang mulai menunjukkan gejala stres sejak hari ketiga. Daun mulai menguning, batang tampak lemah, dan perkembangan tinggi tanaman jauh lebih lambat dibandingkan tanaman yang ditanam di lahan kering.

    “Selisih pertumbuhannya sangat nyata dan mulai terlihat. Di minggu kedua, tanaman di lahan kering sudah mencapai 35 cm, sedangkan yang tergenang hanya sekitar 20 cm dan warnanya menguning,” ujar Tutuk.

    Hasil pengamatan menunjukan hasil rata rata mengalami penurunan pertumbuhan hingga mencapai 45% pada lahan tergenang. Jumblah daun dan ukuran batang mengalami penurunan signifikan.

    Melalui penelitian ini, mahasiswa dan dosen berharap bisa meningkatkan kesadaran petani lokal khusus nya Kabupaten Landak, terutama yang bertani di dataran rendah, agar lebih memperhatikan kondisi fisik lahan sebelum menanam jagung. Kesalahan umum yang masih sering terjadi adalah penanaman jagung tanpa memperhitungkan drainase, waktu tanam, dan pola hujan.

    “Jagung itu tidak butuh air banyak seperti padi. Justru akar dan batangnya cepat rusak kalau tergenang. Ini penting untuk terus disosialisasikan,” tambah Ketua Program Studi Agribisnis.

    Sebagai tindak lanjut, hasil penelitian ini akan dijadikan bahan diskusi dalam seminar kampus dan disusun menjadi modul praktikum. Tim peneliti juga berencana melakukan demonstrasi lahan percontohan dengan sistem guludan atau bedengan yang lebih tahan genangan, serta melihat efektivitas varietas jagung toleran cekaman air.

    Mahasiswa berharap hasil penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi kampus, tetapi juga bisa diterapkan di lapangan secara nyata demi terus menjaga ketahanan pangan.

    Dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan budidaya jagung berbasis kondisi lahan, petani di Kecamatan Ngabang dan sekitarnya diharapkan mampu menghindari kerugian akibat kegagalan panen di musim hujan yang dimana rata rata curah hujan di plasma 2  selama 28 hari adalah 14,35 mm/hari menurut hasil pengamatan dari mata kuliah Agroklimatologi yang di amati oleh mahasiswa agribisnis dan di dampingi dosen agroklimatologi yaitu Yuvensius Ampari Pratama, ST.P.,M.Si.

    “Kalau kita mulai dari riset kecil seperti ini, lalu dikembangkan ke kelompok tani dan sekolah lapang, lama-lama petani kita pasti akan lebih siap menghadapi perubahan iklim dan cuaca yang tak menentu,” tutup Tutuk.

    * Pianus Tutuk adalah mahasiswa aktif Agribisnis semester 5 di Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo Kampus 3 Plasma 2, Fakultas Sains Dan Teknologi (Ngabang, Kabupaten Landak).

    Related Articles

    Stay Connected

    1,800FansLike
    905FollowersFollow
    7,500SubscribersSubscribe
    spot_img
    spot_img

    Latest Articles