Duta, Landak | Bagaimana engkau dapat tersenyum ketika tugas akhirmu belum diselesaikan, ditambah lagi dua bulan akan masuk semester Sembilan. Akankah ini akhir segalanya atau sekedar cobaan dari tantangan akan dilalui. Mana mungkin ini hanya berlalu saja kalo cukup berdiam diri dikampung halaman. Tak terima dengan coretan oleh dosen pembimbing, kenapa yang lain sudah sampai tahapan akhir. Inikah yang dinamakan mentalitas sebelum berperang sudah mengaku kalah duluan.
Sudah sepuluh atau lebih koreksian dari hasil coretan indah dari dosbing dengan pulpen berwarna warni seperti pelangi, dari kesalahan typo penulisan, baris yang kejauhan, tidak sesuai rata kiri dan kanan, aturan penulisan tidak sesuai, penggunaan mendeley, kebermaknaan rangkaian kata mungkin banyak lagi yang harus disesuaikan.
Sudah dianggap sempurna tapi masih saja ada yang harus diperbaiki dan ditambahkan lagi. Seakan-akan dosen pembimbing adalah dewa kebenaran. Belum lagi disaat seminar dan sidang mesti ada koreksian baik minor ataupun mayor.
Kertas koreksian sudah banyak menumpuk untungnya dosen pembimbing mempermudah dibalik dan digunakan lagi kertas sebelumnya. Persepsi dosen-dosen pembimbing sangat berbeda ada yang lewat soft copy ada juga melalui hard copy. Alasan menggunakan hard copy itu lebih cepat koreksian karena langsung dicoret dan diarahkan, itulah lika liku perjuangan ini.
Teringat ungkapan awal dari seorang mamak dikampung, diwaktu pertama memulai perkuliahan, harus berhasil membawa gelar sarjana untuk ubah kehidupan dan keluarga. Setelah mendapatkan sarjana agar dapat membantu adik-adik menjadi panutan keluarga dan dikampung. Ungkapan tersebut masih ‘terngiang-ngiang’ ditelinga dijadikan pembakar semangat untuk selesai bergelar.
Berapa banyak teman-teman yang merasa tidak peduli akan tugas akhir ini mungkin dia lupa harapan dari kata-kata nasehat kedua orang tuanya. Barang kali kuliah hanya untuk bercanda gurauan, bermain, jalan-jalan dan banyak lagi hingga tidak dimengerti. Berdiam dikampung halama orang tanpa adanya saudara membuat tantangan ini akan lebih terasa itulah konsekuensi harus dihadapi.
Perjuangan ini sangat berat, namun harus tetap konsisten dengan segala aturan. Perasaan sangat yakin sarjana ini bukan singkatan S.Pd yang banyak orang-orang sampaikan yaitu, sarjana pemberian dosen namun akan diwujudkan dengan sarjana pendidikan sebenarnya.
Derai air mata yang dilakukan ketika seminar proposal ketidak mampu menjawab pertanyaan dari peguji ataupun dengan sengaja penguji bertanya apa yang membuat sudah sampai pada tahapan ini, sambil menjawab dengan mata kemerahan, tersedu-sedu menjelaskan perjuanngan ini untuk kedua orang tua.
Belum lagi yang sudah menikah dengan jawaban perjuangan ini untuk kedua anak dan istri, dan ada juga kata perjuangan ini untuk sang ayah yang telah pergi meninggal dunia demi senyuman seorang mamak dikampung.
Beberapa alasan dari penyemangat perjuangan dapat diartikan bahwa kita mampu untuk meraih semua impian dengan tetap teguh pendirian, konsisten dan menerima konsekuensi yang dihadapi. Kesulitan itu bukan halangan untuk meraih keberhasilan, jangan pernah mengangap dosen sebagai serigala pemangsa, akan tetapi ambil hikmah yang akan didapatkan setelah meraih gelar sarjana.
Ini bukanlah akhir perjuangan, masih banyak tantangan-tantangan rintangan-rintangan secara nyata yang akan dihadapi disaat mencari pekerjaan.
Apa yang sudah ditanamkan dari keteguhan, kedisiplinan, ketelitian, ketepatan dan pemahaman dari tugas akhir, itu yang akan menjadi bekal awal terus bersama dalam mendampingi. Seorang guru ataupun dosen tidak akan pernah meminta sesuatu dari siswa atau mahasiswanya, namun ketika berhasil dan mapan dari segala sesuatunya, hal tersebut membuat rasa bangga, walau tak akan pernah mengingat lagi apa yang mereka lakukan. – Jay.
*Penulis adalah Dosen dan Kaprodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi di Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo Kampus I Ngabang, Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (Ngabang Kabupaten Landak).