MAJALAHDUTA.COM, MALANG– Di awal pembukaan bulan Rosario, seluruh umat Katolik mulai mempersiapkan hati dan jiwa untuk menjalin kedekatan dengan Sang Bunda melalui Rosario.
Begitu pula para penghuni Komunitas Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII, beberapa hari sebelum bulan Rosario, panitia-panitia telah dibentuk untuk mempersiapkan pekan Rosario dengan baik.
Mulai dari tim kor yang sejak awal mempersiapkan latihan dengan keseriusan, tim liturgi, tim perarakan Patung Bunda Maria, tarian pembukaan hingga persembahan.
Kesemuanya itu dipersiapkan sedemikian rupa serta keaktifan para panitia yang dipilih berdasarkan angkatan. Angkatan yang dipilih untuk mempersiapkan kegiatan ini dipilih dari angkatan tingkat 3 atau Angkatan Unity In Diversity.
Dalam misa dilaksanakan secara unik di mana musik etnis diintegrasikan ke dalam setiap lagu-lagu. Ada yang memainkan gendang, sape’, kulintang, serta gong.
Romo Donatus Dole formator bidang pastoral sekaligus pembimbing tingkat tiga juga ikut serta memainkan alat musik gitar.

Selain itu, dipilih beberapa Frater yang bertugas sebagai penari dalam mengantarkan pesembahan ke altar. Tarian persembahan tersebut diadaptasi dan dikreasikan dari adat budaya Flores.
Liturgi yang dibuat tersebut mencerminkan keanekaragaman para seminaris yang memang pada dasarnya berlatarbelakang budaya yang berbeda-beda namun bersatu dalam komunitas Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII.
Salah satu anggota Unity in Diversity, Fr. Ignasius Ageng, kembali mempersembahkan tarian orisinil dari daerah kelahirannya, Probolinggo. Nama tarian tersebut adalah Glipang.
Fr. Ageng menyebutkan bahwa tarian Glipang memiliki makna tentang seorang prajurit yang sedang berjuang. Fr. Ageng juga menuturkan bahwa ia hendak menunjukkan kesetiaannya sebagai laskar Legio Maria yang terus berjuang terutama di bulan Rosario ini.
Selain itu, Fr. Ageng juga melakukan latihan selama dua minggu untuk mempersiapkan tarian Glipang tersebut.
Misa pembukaan Bulan Rosario di Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII Malang ini dipimpin oleh Romo Aang Winarko.
Pesan-pesan diberikan sangat kontekstual dalam pembinaan di seminari terutama keutamaan-keutamaan di mana setiap calon imam harus mampu mengutamakan kepentingan orang lain, bukan kepentingan dirinya sendiri.

Selain itu, seorang calon imam juga diharapkan memiliki kepekaan untuk mencontoh model imam sejati yaitu Kristus yang penuh kasih, rendah hati, dan tidak gila pujian.
Apalagi ditegaskan bahwa setiap dari manusia mungkin bisa mengatakan tidak, tetapi bagaimana kata tidak itu menjadi rekonsiliasi untuk bertobat, kata tidak itu direduksi dalam sikap penyesalan sehingga berbuah kesediaan.
Setelah misa dilaksanakan, komunitas kembali menghidupkan kebiasaan doa yang telah dilaksanakan turun temurun yaitu doa rosario bergantian dari unit ke unit.
Setiap tiga hari sekali, patung Bunda Maria diarak menuju ke setiap unit. Unit-unit yang telah ditunjuk, mempersiapkan ruangan atau tempat khusus untuk meletakkan patung Bunda Maria.
Doa Rosario diadakan secara intens setiap pukul 20.00 di unit-unit yang telah ditunjuk selama tiga hari di unit masing-masing.
Pada pembukaan Rosario hari ini, unit yang mendapatkan giliran adalah unit satu.
Patung Bunda Maria diarak menuju unit satu, dan para penghuni unit tersebut menyambut Patung dengan tarian khas Batak lalu mentahtakan Bunda Maria di tempat yang telah disediakan.
Demikianlah hal-hal unik dan kreatif yang dilakukan para Frater Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII dalam menyambut Bulan Rosario kali ini.

Tema tahunan yang dihidupkan sepanjang tahun kali ini adalah “Aku calon imam, kasihku mendalam, hidupku kreatif” benar-benar memberikan insipirasi atau gerak kehidupan yang nyata bagi perkembangan panggilan calon imam.
Semoga ini juga dapat menjadi inspirasi teman-teman yang berada di luar Seminari untuk menghidupkan Bulan Rosario dengan cara-cara baru dan kreatif sebagai wujud cinta kasih kita pada Bunda Maria, Bunda Gereja kita.
Penulis: Fr. Fransesco Agnes Ranubaya
Dokumentasi: Fr. Proklamator Aryo