Wednesday, October 1, 2025
More

    Mahasiswa yang Bebas Berekspresi dan Merdeka

    Penulis: Valentino Lafdy Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIIII Malang Frater Keuskupan Ketapang

    MajalahDUTA.Com, Suara DUTA- Dewasa ini, Indonesia telah merayakan hari lahir kemerdekaan ke-77 tahun. Negara Republik Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hak asasi kemanusiaan yang majemuk dan beradab. Pegangan utama negara Indonesia adalah Pancasila.

    Sesuai dengan motto Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Kemerdekaan tentunya memiliki makna yang sangat luas baik dari sudut pandang masyarakat, pemerintah, pahlawan, dan secara khusus bagi mahasiswa.

    Dalam paragraf Pembuka Undang-Undang Dasar 1945 tertera juga makna kemerdekaan yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

    Menurut Ravena, “Merdeka itu kan artinya bebas ya, kalau menurut aku sebagai mahasiswa bebas itu bebas berpendapat dan bebas berekspresi,” ujarnya dalam podcast Aksi Nyata Partai Perindo, Rabu (17/8/2022).

    Menjadi pribadi yang bebas berpendapat dan bebas berekspresi ini, Ravena mau mengajak para mahasiswa untuk berani mengambil langkah dan sikap yang lebih baik dalam menyatakan pendapatnya.

    Kebebasan yang hakiki pada umumnya terletak pada diri seseorang untuk mengungkapkan gagasan-gagasan yang benar dan mampu berdampak positif bagi pelaksana.

    Kebebasan dalam berpendapat dari sisi akademik seringkali menjadi suatu permasalahan yang besar. Salah satu kasus terdapat di sebuah kampus, pihak rektorat memberi sanksi skorsing atau drop out terhadap beberapa mahasiswanya.

    Karena mengkritik berbagai persoalan serta kebijakan yang telah diterapkan oleh pihak kampus. Sanksi akademik tersebut terjadi pada Sembilan mahasiswa dari Universitas Teknorat Indonesia (UTI) Lampung dan tiga mahasiswa dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Riau.

    Hal ini menjadi suatu permasalahan karena para mahasiswa tersebut diberhentikan tanpa adanya peringatan.

    Kebebasan Akademik

    Selain itu, sehubungan dengan kebebasan akademik menunjukkan bahwa terdapat tujuh puluh dua mahasiswa dijatuhi sanksi drop out dan skorsing berat akibat keterlibatan mahasiswa dalam demonstrasi yang mengkritik kebijakan kampus.

    Rektor Universitas Nasional (UNAS) menjatuhkan sanksi akademik terhadap tujuh belas mahasiswanya yang menuntut keringanan uang kuliah tunggal. Serupa dengan kasus tersebut, hasil pantauan Lokataru Foundation sepanjang 2019-2021, sanksi drop out juga menimpa dua mahasiswa Universitas Bandar Lampung (UBL), empat mahasiswa Universitas Khairun di Ternate, serta dua puluh delapan mahasiswa UKI Paulus di Makassar.

    Hal tersebut turut menambah daftar panjang kegagalan kampus dalam menciptakan ruang aman untuk berpendapat.

    Menanggapi kasus-kasus tersebut, Haris Azhar menjawab, “Prinsip kebebasan akademik itu harus diselenggarakan sebebas-bebasnya. Kritik akademik juga harus dijawab dengan argumentasi akademik, bukan dengan tindakan represif dengan menjatuhkan sanksi akademik. Menurut saya itu hal norak yang menunjukkan bahwa para pejabat tidak memiliki kualifikasi akademik. Jika pemikiran kritis terus dibasmi dengan cara kotor seperti ini maka ke depan kampus akan menjadi tempatnya orang bodoh.

    Tidak akan ada lagi generasi yang pandai karena kecerdasan mahasiswa dapat terbentuk dengan situasi, peristiwa, dan kondisi yang memicu perdebatan dan kontestasi fakta diikuti dengan argumentasi yang dirangkai melalui metodologi.” Ungkap seorang direktur eksekutif Lokataru Foundation kepada Balairung ketika diwawancarai.

    Perwujudan Kemerdekaan

    Selain itu, menurut Kenny Santiadi mengenai kemerdekaan pendapat termasuk hak yang sangat dasar, sebab hak kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia.

    Seseorang yang terlibat ketidakadilan berhak menyuarakan pendapatnya kepada pihak-pihak yang berwajib. Tujuan kebebasan menyampaikan pendapat berdasarkan bagian menimbang pada UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum untuk mewujudkan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

    Perwujudan kebebasan menyampaikan pendapat dibagi menjadi berbagai macam bentuk, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yaitu: “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Ujar seorang Relawan Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” UNPAR.

    Menurut Bivitri Susanti, “Kebebasan akademik juga berlaku untuk mahasiswa di setiap kampus. Mahasiswa, bersama dengan para dosen dan tenaga kependidikan adalah bagian dari Civitas Academica atau warga akademik pendidikan tinggi. Mahasiswa sebagai anggota Civitas Academica diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di perguruan tinggi.

    Agar menjadi mahasiswa yang intelektual, ilmuwan, praktisi, serta profesional (Pasal 13 ayat (1) UU Dikti).

    Mahasiswa tentunya memiliki kebebasan akademik dengan mengutamakan penalaran dan akhlak mulia serta bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik (Pasal 13 ayat (3) UU Dikti). Dalam menerapkan kebebasan akademik tersebut, pimpinan perguruan tinggi wajib melindungi dan memfasilitasi kebutuhan mahasiswanya.”

     

    Dalam pasal 8 ayat (3) UU Dikti berbunyi:

    Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Civitas Academica, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.

     

    Dari kerangka hukum yang ada, jelas bahwa pimpinan perguruan tinggi seharusnya tidak melarang, melainkan wajib melindungi dan memfasilitasi kegiatan mahasiswa yang bersifat ilmiah.

    Perguruan tinggi yang tidak melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan kebebasan akademik bahkan dapat dikenai sanksi administratif (Pasal 92 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (3) UU Dikti).

    Sanksinya dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara bantuan biaya pendidikan dari pemerintah, penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan pendidikan, penghentian pembinaan, atau pencabutan izin (Pasal 92 ayat (2) UU Dikti).

    Hal ini untuk mencegah terjadinya pencemaran nama baik atau pemanfaatan kampus untuk tujuan non-akademik.

    Dengan demikian, perlu dipahami bahwa memberikan pend=apat harus bersifat bebas merdeka dan bebas berekspresi. Tidak terkungkung pada ancaman serta hambatan yang kiranya membuat para mahasiswa tidak dapat menyuarakan pendapat mereka.

    Related Articles

    Stay Connected

    1,800FansLike
    905FollowersFollow
    7,500SubscribersSubscribe
    spot_img
    spot_img
    spot_img
    spot_img

    Latest Articles