Duta, Pontianak | Kasus kejahatan perbankan yang memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) kembali muncul ke permukaan. Dua pria ditangkap karena membuka rekening bank dengan menggunakan identitas orang lain untuk mengajukan pinjaman online dan membuat kartu kredit.
Para tersangka ditangkap di Bali dan Labuhan Batu Selatan (Sumatera Utara) pada 8 Februari 2025. Kasus ini terungkap berkat kecermatan pegawai bank swasta tempat para tersangka mencoba membuka rekening, yang curiga terhadap kejanggalan identitas yang digunakan.
Temuan ini menegaskan bahwa intervensi manusia masih menjadi garda terdepan dalam mendeteksi anomali yang muncul dari penyalahgunaan teknologi.
Kejahatan tersebut bukan sekadar pencurian data, tetapi menunjukkan bagaimana AI dapat berevolusi dari alat bantu menjadi senjata dalam kejahatan siber (cybercrime) yang mampu meniru dan memalsukan identitas dengan tingkat akurasi tinggi.
AI, Data, dan Potensi Penyalahgunaan
Artificial Intelligence merupakan kecerdasan yang diciptakan manusia agar mesin dapat berpikir menyerupai manusia. AI memerlukan data sebagai dasar pengetahuan—mirip seperti manusia membutuhkan pengalaman. Dengan data tersebut, AI dapat membuat keputusan, rekomendasi, atau respon tertentu.
Namun, kemajuan teknologi ini tidak terlepas dari dampak negatif. Salah satu yang paling krusial adalah penyalahgunaan atau kebocoran data pribadi, terutama data yang tersimpan dalam sistem perbankan.
Kebocoran data berupa KTP elektronik, nomor rekening, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), akta kelahiran, hingga rekam medis (seperti pada kasus kebocoran data nasabah BRI Life) dapat membuka peluang kejahatan yang merugikan konsumen maupun pihak bank.
Ketika AI digunakan dalam sistem e-banking atau fitur digital lainnya, selalu ada risiko bahwa sistem tersebut tidak bertindak sesuai yang diperintahkan, sehingga memicu kerugian pada banyak pihak.
Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Data
Dalam konteks hukum, AI tidak dapat diposisikan sebagai subjek hukum. Hans Kelsen mendefinisikan pertanggungjawaban hukum sebagai kewajiban menerima sanksi atas perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
Karena AI bukan subjek hukum, maka pertanggungjawaban tetap dibebankan kepada manusia yang menggunakan atau mengoperasikan AI tersebut.
Perlindungan data pribadi telah memiliki landasan yuridis kuat di Indonesia. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa:
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan…”
Selain itu, dalam prinsip penyelenggaraan sistem elektronik dinyatakan bahwa:
“Penyelenggara sistem elektronik wajib melindungi penggunanya dan masyarakat luas dari kerugian yang ditimbulkan oleh sistem yang ia buat atau selenggarakan.”
Dengan demikian, bila terjadi kejahatan yang melibatkan AI, maka pertanggungjawaban pidana diarahkan pada pelaku, bukan pada AI atau sistemnya. Dalam perspektif UU ITE, AI dipandang sebagai tools atau bagian dari sistem elektronik, sehingga kesalahan hukum melekat pada pengguna.
AI dalam Industri Perbankan: Manfaat, Tantangan, dan Kebutuhan Regulasi
Penerapan AI dalam industri perbankan sebenarnya menawarkan banyak manfaat: peningkatan layanan nasabah, otomatisasi transaksi, hingga deteksi risiko dan fraud. Namun, tantangan besar juga muncul, seperti:
kepercayaan nasabah,
kualitas dan keamanan data,
risiko kebocoran informasi,
kurangnya regulasi khusus terkait AI,
potensi penyalahgunaan oleh pihak internal maupun eksternal.
Ke depan, penggunaan AI dalam perbankan akan terus berkembang seiring digitalisasi layanan. Karena itu, penting bagi bank untuk memastikan penerapannya memperhatikan aspek keamanan, etika, akuntabilitas, dan transparansi.
Pemerintah juga diharapkan memperkuat regulasi guna melindungi privasi dan hak-hak nasabah.
Kasus kejahatan di Sumatera Utara dan Bali menjadi pengingat bahwa meskipun teknologi semakin canggih, kewaspadaan manusia tetap menjadi pertahanan terakhir melawan ancaman cybercrime berbasis AI.
Daftar Pustaka
Sumber Kasus
TikTok Patroli. “Kasus Kejahatan Perbankan Menggunakan Identitas Orang Lain.” https://vt.tiktok.com/ZSfMrC6MH/.
Referensi Jurnal
Kerthanegara:
“Perlindungan Data Nasabah Terkait Pemanfaatan Artificial Intelligence.” Kerthanegara: Journal of Legal Studies. https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/download/91953/48577.
Jurnal USM:
“Etika dan Pertanggungjawaban AI.” Jurnal USM. https://journals.usm.ac.id/index.php/julr/article/download/9026/4256.
Lokawati Journal:
“Analisis Peningkatan Keamanan Finansial.” Lokawati. https://journal.arimbi.or.id/index.php/Lokawati/article/download/1433/1699/6992. Tanggal akses: 21 November 2025.
*Septiani Niken Mahasiswa Akademi Keuangan dan Perbankan Semester 3 – Unika San Agustin (Sam).


