Tuesday, December 23, 2025
More

    Literasi Digital, Etika Pemasaran, dan Strategi Pencegahan Terkait Meningkatnya Penipuan Online di Kalimantan Barat

    Duta, Pontianak | Kejahatan siber di Kalimantan Barat terus menunjukkan peningkatan signifikan. Hingga November 2025, Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalbar mencatat 670 perkara penipuan online.

    Kanit Cyber Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Kalbar, Iptu Edi Tulus Wianto, menjelaskan bahwa pola penipuan semakin beragam dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana utama dalam menjebak korban. Modus kejahatan yang paling sering muncul antara lain phishing, giveaway palsu, pencurian kode OTP, hingga penipuan yang menyasar pelajar SMA dan mahasiswa.

    “Setahun ini saja sudah ada 670 kasus penipuan online yang kami tangani. Artinya persoalan ini sangat mendesak dan perlu kesadaran bersama untuk menanganinya,” ungkap Edi saat menjadi narasumber dalam diskusi publik kejahatan digital yang diinisiasi Aliansi Wartawan Kriminal (AWAK) Pontianak di Aula Rumah Dinas Wakil Wali Kota, 13 November 2025. Ia juga menegaskan bahwa masyarakat dapat melapor tidak hanya ke Polda, tetapi juga ke seluruh Polres di wilayah Kalbar jika menjadi korban kejahatan siber.

    Pemasaran Digital dan Eksploitasi Kepercayaan

    Fenomena penipuan online tidak dapat dilepaskan dari dinamika pemasaran digital. Secara teoretis, pemasaran adalah seni persuasi yang idealnya mendorong perilaku konsumtif secara etis dan transparan. Namun ketika prinsip etika diabaikan, kemampuan persuasi ini dapat berubah menjadi alat manipulasi.

    Scammer memanfaatkan mekanisme pemasaran tersebut untuk tujuan kriminal. Dengan berpura-pura menjadi pihak terpercaya, menawarkan hadiah palsu, atau membuat janji yang tidak masuk akal, mereka menciptakan ilusi kredibilitas yang meyakinkan.

    Penipuan tidak hanya beroperasi melalui situs web palsu, tetapi juga melalui pesan pribadi, iklan berbayar, atau akun media sosial yang tampak profesional. Cybercrime pada akhirnya adalah “kejahatan berbasis teknologi” yang memanfaatkan internet dan perangkat digital untuk melakukan aktivitas ilegal.

    Ketika calon korban mulai menyadari bahwa mereka sedang ditipu, para scammer biasanya tetap berupaya meyakinkan korban agar percaya. Jika gagal, mereka akan segera beralih ke target berikutnya.

    Pelaku biasanya menargetkan banyak individu sekaligus untuk meningkatkan peluang keberhasilan. Uang yang sudah ditransfer hampir selalu sulit dipulihkan, meski ada upaya hukum untuk meminimalkan kerugian.

    Di tengah meningkatnya serangan penipuan, kelompok muda — terutama pelajar dan mahasiswa — dituntut memiliki literasi digital yang lebih tinggi. Pemahaman tentang modus, cara kerja penipuan, dan indikator penipuan menjadi kunci penting untuk melindungi diri sendiri serta keluarga, terutama orang tua yang kerap menjadi sasaran empuk penipu digital.

    Menyoroti Akar Masalah dari Perspektif Kriminologi

    Permasalahan penipuan elektronik dalam tulisan ini juga sejalan dengan temuan empirik sejumlah peneliti dan aparat penegak hukum, termasuk pengalaman penyidik di Polres Metro Jakarta Pusat.

    Kejahatan penipuan melalui media elektronik menarik dikaji karena merupakan fenomena kejahatan “baru” yang memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai sarana utama. Kejahatan ini berkembang cepat, melampaui kemampuan adaptasi masyarakat dalam memahami resikonya.

    Dalam kajian kriminologi, pendekatan yang relevan untuk memahami dan mengatasi kejahatan ini adalah Situational Crime Prevention sebagaimana dikemukakan oleh Ronald V. Clarke (1995).

    Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa pelaku kejahatan membuat keputusan rasional artinya mereka mempertimbangkan untung rugi sebelum melakukan tindakan. Maka, tugas pemolisian harus menargetkan pengurangan peluang dan peningkatan resiko bagi pelaku.

    Dengan kata lain, pencegahan situasional tidak hanya memerlukan penindakan, tetapi juga strategi sistematis seperti:

    • meningkatkan kesulitan melakukan kejahatan,

    • meningkatkan resiko tertangkap,

    • mengurangi keuntungan pelaku,

    • menghilangkan pemicu kesempatan kejahatan, dan

    • memperkuat nilai moral serta batasan sosial.

    Pendekatan ini sangat relevan untuk kasus penipuan online di Kalimantan Barat, karena pola penipuan muncul dari celah-celah kesempatan yang tersedia di ruang digital.

    Pentingnya Sinergi dan Manajemen Strategis dalam Penanggulangan

    Salah satu persoalan mendasar yang ditemukan dalam kajian terhadap Polres Metro Jakarta Pusat adalah bahwa langkah pencegahan yang disusun belum mengikuti kaidah manajemen strategis secara lengkap. Proses yang berjalan cenderung berhenti pada formulasi kebijakan, tanpa menempatkan pencegahan penipuan elektronik sebagai target kinerja yang terukur.

    Selain itu, identifikasi masalah belum mengikuti prinsip community policing. Seharusnya masyarakat dilibatkan dalam proses deteksi, pemetaan masalah, dan evaluasi langkah-langkah penanggulangan. Tanpa partisipasi masyarakat, penanganan cenderung bersifat reaktif dan tidak menyentuh akar persoalan.

    Realitas tersebut menggambarkan pentingnya sinergi antar-stakeholder dalam membangun pola pencegahan yang komprehensif: kepolisian, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, pelaku industri digital, media, hingga komunitas masyarakat.

    Tidak realistis jika seluruh beban pencegahan dilimpahkan kepada polisi seorang diri. Peran kepolisian idealnya menjadi koordinator yang menyatukan para pihak untuk bekerja secara kolaboratif mengatasi kejahatan penipuan elektronik.

    Menuju Strategi Pencegahan yang Lebih Komprehensif

    Meningkatnya kasus penipuan online di Kalbar menunjukkan bahwa literasi digital, pengawasan platform, serta edukasi publik masih sangat lemah. Oleh karena itu, strategi pencegahan harus menyasar beberapa aspek:

    1. Edukasi Literasi Digital
      Lembaga pendidikan harus memasukkan materi literasi digital sebagai bagian dari kurikulum. Pelajar dan mahasiswa perlu diajarkan mengenali tanda penipuan, keamanan data pribadi, dan prosedur pelaporan.

    2. Transparansi Platform Digital
      Perusahaan teknologi harus meningkatkan mekanisme verifikasi akun, menghapus konten berbahaya dengan cepat, dan menyediakan sistem pelaporan yang lebih mudah.

    3. Pemasaran yang Etis
      Pemerintah dan lembaga pengawas perlu menegakkan standar etika iklan digital, agar publik tidak mudah tertipu oleh promosi manipulatif.

    4. Community Policing
      Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pemetaan pola kejahatan, kampanye kesadaran publik, serta pelaporan dini.

    5. Pendekatan Kriminologi Situasional
      Strategi keamanan digital harus mempersempit ruang gerak pelaku dan meningkatkan resiko tertangkap melalui koordinasi siber antar-instansi.

    Fenomena penipuan online yang meningkat tajam di Kalimantan Barat adalah alarm keras bagi semua pihak. Kejahatan siber bukan sekadar persoalan teknis, tetapi masalah sosial yang melibatkan literasi digital, etika pemasaran, penegakan hukum, dan kesadaran kolektif.

    Penanganan yang efektif membutuhkan langkah-langkah pencegahan berbasis bukti, dukungan stake­holder, serta penguatan masyarakat sebagai garda pertama pertahanan.

    Ke depan, Kalimantan Barat membutuhkan strategi yang bukan hanya reaktif, tetapi proaktif, kolaboratif, dan berbasis edukasi. Hanya dengan pendekatan tersebut, masyarakat dapat terlindungi dari jeratan penipuan digital yang semakin kompleks.

    Daftar Pustaka 

    Jurnal dan Buku

    Clarke, Ronald V. Situational Crime Prevention: Successful Case Studies. Albany: Harrow and Heston, 1995.

    Mendrofa, Martha Surya Dinata, Asnita Julianti Waruwu, Celine Ivana, dan Radjagukguk. “Setan Scammer: Menghindari Penipuan Online.” Jurnal (tahun tidak disebutkan).

    Rahutomo, Tiksnarto Andaru. “Strategi Pemolisian Pencegahan Kejahatan Penipuan melalui Media Elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat.” Sains Hukum dan Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.

    Referensi Kasus

    “Penipuan Online Meningkat Tajam di Kalbar, Polda Catat 670 Kasus Sepanjang Tahun 2025.” Pontianak Post. Diakses dari: https://pontianakpost.jawapos.com

    *David Septianto – Mahasiswa Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa, Unika San Agustin, (Sam). 

    Related Articles

    spot_img
    spot_img

    Latest Articles