Tuesday, December 23, 2025
More

    Perguruan Tinggi Jangan Hanya Berambisi Berkompetisi, Pikirkan tentang Kolaborasi

    DUTA, Pontianak | Dunia pendidikan tinggi saat ini sedang berada di persimpangan jalan. Di tengah derasnya arus globalisasi dan tuntutan pemeringkatan dunia, institusi pendidikan seringkali terjebak dalam perlombaan yang melelahkan untuk menjadi “yang terbaik”.

    Namun, kita perlu bertanya kembali: apakah kompetisi semata cukup untuk menjawab tantangan zaman yang kian kompleks?

    Memang arus globalisasi dan perkembangan teknologi kian pesat, Perguruan Tinggi (PT) seringkali terperangkap dalam paradigma persaingan yang ketat.

    Mulai dari mengejar peringkat akreditasi tertinggi, ambisi meningkatkan jumlah publikasi internasional, hingga berlomba menarik mahasiswa unggulan. Namun, di balik ambisi kompetitif yang membara, tersimpan potensi besar yang sering terabaikan: kolaborasi.

    Era Kompetisi vs Kebutuhan Kolaborasi

    Era Kompetisi vs Kebutuhan Kolaborasi

    Kompetisi memang penting. Ia mendorong inovasi, efisiensi, dan upaya untuk mencapai keunggulan. Dalam dunia akademik, kompetisi memacu dosen untuk meneliti lebih giat dan institusi untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan.

    Namun, ketika kompetisi menjadi satu-satunya fokus, ia dapat menimbulkan efek negatif, seperti yang diistilahkan sebagai Silo Institusional yaitu PT cenderung tertutup, enggan berbagi pengetahuan, sumber daya, atau bahkan temuan penelitian demi mempertahankan keunggulan eksklusif.

    Ada juga istilah Duplikasi Upaya yaitu Banyak PT di berbagai daerah menghabiskan energi dan anggaran untuk mengembangkan program atau fasilitas serupa, padahal bisa lebih efisien jika dikerjakan bersama.

    Dan juga istilah Keterbatasan Skala Dampak yaitu Masalah-masalah kompleks di masyarakat—seperti perubahan iklim, kesehatan publik, atau kemiskinan—membutuhkan solusi yang melintasi batas disiplin ilmu dan institusi.

    Kolaborasi dan kompetisi

    Bahaya Melupakan Urusan ‘Dapur’ Sendiri

    Perguruan tinggi jangan sampai sibuk ambisi kompetisi, hingga lupa memperhatikan keadaan internal kampus sendiri.

    Ambisi yang terlalu besar untuk mengejar peringkat, pengakuan nasional dan internasional, atau gelar akreditasi tertinggi seringkali membuat pimpinan PT mengalihkan semua sumber daya dan perhatian ke luar. Akibatnya, kondisi ‘dapur’ atau urusan internal kampus menjadi terabaikan.

    Kesejahteraan Staf: Kesejahteraan dosen dan staf administratif, yang merupakan motor penggerak utama institusi, menjadi dikesampingkan. Beban kerja yang meningkat drastis demi memenuhi target eksternal, tanpa diiringi perbaikan kompensasi atau lingkungan kerja yang suportif, dapat memicu burnout dan penurunan kualitas kerja.

    Sarana dan Prasarana Dasar: Fokus pada proyek-proyek ‘megah’ (misalnya pembangunan gedung pencakar langit baru atau pengadaan alat riset super canggih) dapat membuat pemeliharaan sarana dan prasarana dasar yang krusial—seperti toilet yang layak, kelas yang nyaman, atau sistem IT yang stabil—terbengkalai.

    Foto: Paulinus Jang, S.E.,M.M. – Dosen Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa, Unika San Agustin.

    Kesehatan Mental Mahasiswa: Isu krusial seperti kesehatan mental mahasiswa, layanan konseling, dan peningkatan kualitas interaksi pembelajaran seringkali tenggelam di balik hiruk pikuk upaya memenuhi indikator performa eksternal.

    Fokus yang terlalu keluar untuk berkompetisi berisiko merapuhkan fondasi internal kampus itu sendiri, padahal fondasi yang kuat adalah prasyarat utama untuk mencapai keunggulan berkelanjutan.

    Manfaat Kolaborasi yang Jauh Melampaui Kompetisi

    Kolaborasi antar-PT, baik di tingkat nasional maupun internasional, membawa keuntungan yang tidak dapat dicapai melalui kompetisi tunggal, sekaligus menjadi solusi untuk memperkuat internal misalnya penggabungan sumber daya (Resource Pooling) PT dapat berbagi fasilitas laboratorium mahal, koleksi perpustakaan digital, atau bahkan tim peneliti multidisiplin.

    Hal ini mengurangi beban investasi individual dan memastikan sumber daya termanfaatkan secara maksimal. Bisa juga sebagai akselerasi inovasi dan publikasi, penelitian yang melibatkan berbagai pakar dari institusi berbeda cenderung lebih kuat, komprehensif, dan memiliki daya ungkit yang lebih besar.

    Kolaborasi internasional, misalnya, membuka pintu bagi pendanaan global dan peningkatan jumlah publikasi di jurnal bereputasi tinggi. Bisa juga sebagai peningkatan kualitas lulusan.

    Program pertukaran mahasiswa atau dosen antar-PT (misalnya, melalui program merdeka belajar kampus merdeka) memberikan perspektif dan pengalaman yang lebih kaya bagi peserta didik, melatih mereka untuk bekerja dalam tim yang beragam, dan mempersiapkan mereka menjadi tenaga kerja global.

    Dan bias juga sebagai dampak nyata pada masyarakat, kolaborasi antara akademisi (PT), bisnis (Industri), dan Pemerintah memungkinkan hasil penelitian diterapkan langsung untuk menciptakan produk, layanan, dan kebijakan publik yang berdampak. PT yang berkolaborasi memiliki jangkauan yang lebih luas untuk memecahkan masalah regional atau nasional.

    Mendesain Ulang Mentalitas Institusional

    Untuk beralih dari mentalitas kompetisi murni ke kolaborasi kompetitif (bersaing sambil berkolaborasi), PT perlu mengambil langkah-langkah yang tepat: Menciptakan Mekanisme Penghargaan Kolaborasi: Sistem promosi dan insentif bagi dosen harus turut menghargai kontribusi dalam proyek kolaboratif, tidak hanya publikasi tunggal atau gelar individu.

    Standardisasi dan Keterbukaan: PT perlu sepakat pada standar mutu tertentu dan bersedia berbagi data (selama etis) atau best practices pengelolaan institusi.

    Fokus pada Keunikan: Alih-alih berusaha menjadi unggul di semua bidang (seperti PT lain), PT harus fokus pada keunggulan spesifik yang dimilikinya dan mencari mitra yang memiliki keunggulan yang saling melengkapi.

    Penutup

    Ambisi untuk menjadi yang terbaik adalah naluri alami, tetapi di dunia yang semakin terhubung, kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk bersatu.

    Perguruan tinggi harus berani menanggalkan sebagian ego kompetitifnya dan merangkul kolaborasi sebagai mesin utama penggerak kemajuan.

    Dengan bersinergi, dampak yang dihasilkan bukan sekadar peningkatan peringkat institusi, melainkan kontribusi nyata yang lebih besar dan signifikan bagi masa depan bangsa dan dunia, dimulai dari penguatan fondasi internal kampus yang sehat.

    *Paulinus Jang, S.E.,M.M. – Dosen Akademi Keuangan dan Perbankan, UNIKA San Agustin

     

    Related Articles

    spot_img
    spot_img

    Latest Articles