Duta, Landak| Filsafat olahraga merupakan salah satu fokus konteks yang bersumber dari sosio-filosofis, yakni pembentukan nilai-nilai kesehatan jasmani dan keolahragaan, melalui orientasi nilai individu dan kemasyarakatan, spiritual dan estetis.
Sementara itu, istilah yang menyatakan bahwa olahraga adalah dunia emosi yang disebabkan oleh keberhasilan dan kegagalan dalam suatu kompetisi, pertandingan, dan perlombaan, merupakan serangkaian hubungan kompleks antarmanusia pada akhirnya membentuk sebuah tontonan sangat populer secara global dengan makna sosial terus berkembang pesat hingga saat ini.
Meskipun budaya modern telah mengubah olahraga menjadi bisnis, dengan sejumlah besar modal uang diinvestasikan dalam spekulasi demi kepentingan para pemangku kepentingan, dan para sponsor secara egois mencari kemenangan dengan segala cara, olahraga tidak kehilangan kemurnian dan moralitasnya.
Olahraga tetap menjadi fondasi substansial bagi pengembangan kepribadian menuju nilai-nilai universal, yang ditujukan pada kemauan, moral, serta kesehatan fisik dan spiritual atlet.
Aktualisasi nilai-nilai olahraga membangkitkan semangat, meningkatkan kesehatan, serta menumbuhkan cita-cita dan norma-norma olahraga.
Olahraga sebagai cerminan eksistensi manusia, menunjukkan nilai-nilai budaya, sosial, maupun pribadi dari fenomena dan fakta kehidupan yang nyata berdasarkan nilai-nilai kebaikan dan kejahatan, keadilan dan ketidakadilan, moralitas dan anti-moralitas, serta tidak melakukan pelanggaran dan pelanggaran (Andriukaitiene & Regina, 2020).
Secara spesifik, manusia telah membuat pilihan dan menilai perilaku mereka sendiri. Hal ini terdiri dari perilaku positif dan negatif, tidak terpisahkan dari sikap terhadap nilai-nilai dan pembentukan penerapannya dikehidupan sehari-hari.
Olahraga telah mendapat perhatian khusus karena nilai edukasinya, yang menyebabkan perkembangan dan pergeseran budaya dari kemauan diri sendiri yang menyenangkan menjadi kegiatan terprogram berbasis komersialisme dan hiburan sebagai tontonan. Olahraga masa kini menunjukkan karakteristik yang positif, dari tujuan agresi di kalangan anak muda melalui lingkungan sosial (Bliumiene, 2020).
Secara umum tentang olahraga dalam kaitannya dengan kehidupan moral yaitu, ditegaskan dengan menyatakan bahwa olahraga sebagai bentuk keadilan, pada hakikatnya berkaitan dengan moral bahwa olahraga adalah, praktik manusia yang bernilai dan berkaitan dengan kebajikan, dan sebagai bagian dari kurikulum, merupakan bentuk integral dari pendidikan moral. Manifestasi dari inisiasi olahraga merujuk secara khusus pada pengembangan karakter dan fenomena sportifitas (Arnold, 1994).
Meskipun, tujuan olahraga terhadap kompetisi tentang kemenangan adalah tujuan (telos), bagaimana seseorang menang sama pentingnya dengan meraih trofi atau hadiah.
Menang dengan cara curang, atau dengan meremehkan kemampuan lawan, atau dengan tindakan kekerasan berlebihan, bukanlah ciri karakter yang baik. Pemenang tidak boleh berbangga diri atas prestasi yang dicapai melalui cara yang tidak berbudi luhur atau tidak sportifitas, secara otomatis melalui pandangan masyarakat pemenang tersebut bukan sebagai pahlawan sejati.
Kehidupan yang baik terdiri dari peningkatan kemampuan alami seseorang melalui penggunaan akal. Berbudi luhur adalah, kehidupan dimana kebiasaan-kebiasaan yang tepat terbentuk, memungkinkan seseorang mencapai potensi pencapaian. Kata eudaimonia sendiri berasal dari gabungan dua kata Yunani eu berarti baik dan daimonia berarti jiwa atau roh.
Secara harfiah, orang yang bahagia adalah, orang yang telah mencapai keadaan pencapaian kesempurnaan pribadi dan dengan menunjukkan kepada orang lain.
Menurut ungkapan yaitu, anda adalah apa yang anda lakukan berulang kali, yang artinya, hakikat seseorang ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaannya, dan kebiasaan-kebiasaan ini dapat dinilai baik dari kebajikan atau keburukan tergantung bagaimana keduanya berkaitan dengan cara seseorang mencapai tujuannya.
Ketika seseorang atlet mencapai titik hal yang penting yaitu, suatu kemenangan dengan cara apa pun dilakukan, maka dari perspektif moral, dapat dinilai tercela.
Tidak ada kehormatan ketika rekor dibuat dengan cara-cara yang curang. Perjuangan menjadi terbaik tentu berkaitan dengan rasa hormat terhadap lawan, perjuangan sejati melawan dengan lawan yang tangguh memungkinkan seseorang untuk benar-benar memahami kemampuannya sendiri. Seperti ungkapan kata, ketika anda curang, anda hanya menipu diri sendiri.
Bagaimana seseorang bisa benar-benar tahu apakah ia telah melakukan hal yang terbaik jika kemenangan hanya tipu daya atau cara kurang baik untuk mencapai tujuannya?. Sangat penting untuk diingat bahwa para atlet modern dengan pencapaian nilai kecurangan atau menipu akan sulit dikagumi sebagai pribadi yang baik, atau dianggap sebagai panutan yang tepat.
Lebih baik rekor olahraga yang dicapai dengan mengikuti aturan. Yang penting bukan menang atau kalah, melainkan bagaimana anda bermain merupakan ungkapan pendekatan berbasis etika. Tidak boleh membiarkan konsekuensi diantisipasi menyebabkan penyimpangan dari aturan etika.
Karakter yang baik adalah mempraktikkan timbal balik, artinya memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan (Madigan, 2016). Untuk mengembangkan karakter mulia, seseorang harus mempelajari aturan, memahami nilai-nilai luhur, belajar membuat keputusan yang tepat, dan mengembangkan kepribadian tertentu mewujudkan keinginannya sendiri.
Seseorang harus mampu memahami pentingnya pendidikan karakter, merupakan hasil dari kepribadian kuat. Hal ini mungkin tidak datang secara alami, tetapi harus diajarkan dan dipraktikkan sebelum kebiasaan yang tepat diperoleh, dengan melatih diri untuk melakukan hal benar, dan secara bertahap memperoleh karakter teguh untuk melakukannya.
Sistem mekanisme pendidikan olahraga yang baik diperlukan untuk mencerahkan masyarakat mengenai pemahaman tentang nilai-nilai olahraga dan prinsip moral.
Selain itu harus mengembangkan kebajikan moral yang cukup kuat memastikan ketaatan pada prinsip-prinsip dalam menyelesaikan situasi konflik olahraga, hanya membutuhkan tindakan yang benar dengan memahami dan mematuhi aturan permainan olahraga berusaha sebaik mungkin membuat keputusan yang tepat (Hsu, 2012).
Sebagai atlet, pelatih, administrator olahraga, dan pengamat, mungkin memiliki pandangan berbeda tentang disiplin olahraga, pendidikan jasmani, dan aktivitas fisik.
Pandangan negatif berpendapat bahwa olahraga memiliki pengaruh yang kecil terhadap nilai-nilai karakter bagi masyarakat, atlet, murid, dan mahasiswa sehingga tidak penting sebagai bagian dari kurikulum diajarkan di sekolah dan bahkan universitas.
Namun, pandangan positif menyatakan bahwa pendidikan olahraga dapat mendorong pengembangan karakter, mengajarkan sikap positif, membantu membentuk nilai-nilai, membangun kerja sama tim, dan berkontribusi pada perkembangan fisik, mental, emosional, dan spiritual masyarakat, atlet, murid, dan mahasiswa secara keseluruhan (Snyder, 2018).
*Jayadi,S.Pd.,M.Or adalah Dosen PJKR di Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo Kampus I Ngabang, Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (Ngabang Kabupaten Landak).




