Tuesday, December 23, 2025
More

    Pajak Restoran dan Hotel sebagai Instrumen Fiskal Pariwisata Berkelanjutan di Pontianak

    Duta, Pontianak | Peningkatan aktivitas pariwisata di daerah sering kali dipersepsikan semata sebagai indikator keberhasilan promosi dan daya tarik destinasi.

    Namun, dari perspektif kebijakan publik dan ekonomi fiskal, lonjakan kunjungan wisatawan sejatinya harus dibaca lebih dalam sebagai peluang strategis untuk memperkuat kapasitas pembiayaan pembangunan daerah.

    Dalam konteks Kota Pontianak dan kawasan Sungai Kapuas pada 2025, pajak restoran dan pajak hotel menjadi instrumen fiskal yang relevan untuk memastikan bahwa pertumbuhan pariwisata berkontribusi nyata terhadap kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan.

    Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah perjalanan wisatawan nusantara ke Kalimantan Barat hingga Oktober 2025 mengalami peningkatan signifikan, dengan Pontianak sebagai tujuan utama. Lonjakan kunjungan ini mencerminkan pemulihan sektor pariwisata sekaligus meningkatnya mobilitas masyarakat.

    Secara teoritis, pertumbuhan wisatawan seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi pada sektor pendukung, terutama perhotelan dan restoran, yang kemudian bermuara pada peningkatan penerimaan pajak daerah.

    Dalam struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD), pajak restoran dan hotel memiliki karakteristik strategis karena bersumber langsung dari aktivitas ekonomi wisata. Berbeda dengan pajak yang bergantung pada aset atau kepemilikan, kedua jenis pajak ini merefleksikan intensitas konsumsi dan tingkat perputaran ekonomi lokal.

    Oleh karena itu, optimalisasi pajak restoran dan hotel bukan sekadar persoalan administrasi pemungutan, melainkan bagian dari desain kebijakan pembangunan daerah berbasis potensi ekonomi unggulan.

    Namun demikian, data tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang di Kalimantan Barat pada tahun 2025 menunjukkan bahwa peningkatan kunjungan wisatawan belum sepenuhnya terkonversi menjadi peningkatan okupansi yang signifikan.

    Fenomena ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara volume kunjungan dan kualitas belanja wisatawan. Dari sudut pandang fiskal, kondisi tersebut berarti potensi pajak yang belum tergarap secara optimal, meskipun arus wisatawan meningkat.

    Situasi ini menegaskan bahwa kebijakan pajak daerah tidak dapat berdiri sendiri. Pajak restoran dan hotel perlu diposisikan sebagai bagian dari ekosistem kebijakan pariwisata yang terintegrasi, mencakup pengembangan destinasi, peningkatan kualitas layanan, dan strategi memperpanjang lama tinggal wisatawan.

    Dalam literatur ekonomi publik, pendekatan ini dikenal sebagai Earmarking fiskal, yaitu pengaitan sebagian penerimaan pajak dengan pembiayaan sektor yang menjadi sumber pajak tersebut. Dengan demikian, pelaku usaha dan masyarakat dapat melihat hubungan langsung antara pajak yang dibayarkan dan manfaat publik yang diterima.

    Dari perspektif tata kelola, digitalisasi pemungutan pajak restoran dan hotel menjadi prasyarat penting. Integrasi sistem pelaporan transaksi secara real-time tidak hanya meningkatkan transparansi dan kepatuhan, tetapi juga memperkuat basis data bagi perumusan kebijakan.

    Data transaksi yang akurat memungkinkan pemerintah daerah melakukan evaluasi berbasis bukti, termasuk mengidentifikasi pola konsumsi wisatawan dan potensi kebocoran penerimaan.

    Selain itu, kebijakan insentif yang terukur dapat digunakan untuk mendorong peran aktif pelaku usaha dalam pengembangan pariwisata.

    Insentif fiskal, misalnya dalam bentuk pengurangan sanksi administrasi atau penghargaan kepatuhan, dapat dikaitkan dengan kontribusi usaha terhadap promosi destinasi lokal dan peningkatan kualitas layanan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip keadilan fiskal, di mana pajak tidak semata-mata dipungut, tetapi dikelola secara partisipatif dan akuntabel.

    Pada akhirnya, pajak restoran dan hotel harus dipahami sebagai instrumen pembangunan, bukan sekedar sumber penerimaan rutin.

    Di Kota Pontianak, momentum pertumbuhan pariwisata Sungai Kapuas pada tahun 2025 memberikan peluang untuk memperkuat kapasitas fiskal daerah secara berkelanjutan.

    Dengan kebijakan yang terintegrasi, berbasis data, dan berorientasi pada manfaat publik, pajak restoran dan hotel dapat menjadi ujung tombak pembiayaan pariwisata sekaligus pendorong pembangunan ekonomi lokal yang inklusif dan berkelanjutan.

    Referensi:

    • Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. (2025). Statistik Pariwisata Kalimantan Barat.
    • Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. (2025). Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang.
    • Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Terbaru. Yogyakarta: Andi.
    • Musgrave, R. A., & Musgrave, P. B. (1989). Public Finance in Theory and Practice. New York: McGraw-Hill.

    *Lusia Sedati, S.E., M.Ak. (Dosen Akademi Keuangan dan Perbankan)

    Related Articles

    spot_img
    spot_img

    Latest Articles