Saturday, December 9, 2023
More

    Riwayat Hidup Mgr. Joannes Van Hooydonk Uskup Breda 1782-1867 (Pendiri MTB)

    By. Sam - Sumber: Br. Dotanus Rafael, MTB

    MajalahDUTA.Com, Pontianak- Ada sebuah desa kecil di kota Ulvenhout, Nieuw Ginneken – Belanda; Nostel namanya. Dari desa yang tidak terkenal lahirlah seorang anak yang kelak berpengaruh di Keuskupan Breda, bernama Joannes van Hooydonk.

    Ia dilahirkan  2 Agustus 1782 dari pasangan petani Bapak Adriaan Michels van Hooydonk dan Ibu Sijke (Lucia) Pebergen. Bapak Adriaan merupakan figure bapak keluarga yang terpandang di Ulvenhout.  Selain sebagai petani Bapak Adriaan menjadi seorang pemimpin umat katolik di Ulvenhout.

    Usaha untuk meneguhkan iman umat van Hooydonk tua rajin mengajar agama dan mengajak umat untuk menghidupkan doa Rosario, penghormatan kepada sakramen, dsb. Dan sebelum meninggal pada tahun 1820 beliau menjadi seorang wakil walikota Nieuw Ginneken.

    Joannes van Hooydonk anak keempat dari enam bersaudara menghabiskan masa kecilnya bersama keluarga selama tujuh belas tahun.

    Menjadi rector di seminari

    Di samping bekerja membantu orang tuanya sebagai petani, van Hooydonk kecil dibiasakan dengan hidup kegamaan dan keutamaan Katolik dan aktif di gereja. Pada tahun 1799 ia belajar di Oosterhout memperdalam bahasa Latin. Satu tahun kemudian ia melanjutkan ke seminari di Ypelaar untuk belajar filsafat dan teologi dan persiapan menjadi imam.

    Pada tahun 1808 Joannes van Hooydonk ditahbiskan menjadi imam diosesan (projo) di Amsterdam. Setahun kemudian ditugasi sebagai professor teologi di seminari Ypelaar-Breda.

    Karena kesalehannya, kecerdasannya serta kecakapannya menyampaikan ilmu ditambah pandai bergaul dengan orang muda ia diangkat menjadi rector di seminari tersebut. Dan tahun 1817 ia memindahkan seminari ke Bovendonk.

    Ketika Vikaris Apostolik vikariat Breda, Adrianus van Dongen meninggal pada tahun 1926, pimpinan Gereja Katolik di Roma tanggal 1 Mei 1827 menetapkan Joannes van Hooydonk untuk  menggantikan-nya sebagai Administrator Apostolik Breda.

    Pada tanggal 18 Juni 1842 Joannes van Hooydonk diangkat sebagai pejabat Uskup Breda, dan tahun 1953 secara resmi Mgr van Hooydonk ditetapkan menjadi Uskup Breda yang pertama; sejak adanya reorganisasi hirarki gereja Katolik di Belanda.

    Semboyan yang dirumuskan untuk melaksanakan tugasnya ialah ‘Simpliciter et Confidenter’ – kesederhanaan dan kepercayaan. Di dalam semboyan tersebut beliau mengungkapkan seluruh kepribadiaanya dan gaya kepemimpinannya.

    Kesederhanaan mengandung arti sikap bersahaja dan rendah hati di hadapan orang.

    Semangat hidup  Fransiskan Ordo III

    Kepercayaan dipahami sebagai ungkapan relasi dengan sesama. Di dalamnya terkandung niat untuk menganggap-memperhitungkan-menghargai orang bagaimanapun adanya. Dengan kedua sikap ini Bapak Uskup mudah bergaul dengan siapa saja untuk membangun persudaraan; khususnya kepada orang kecil.

    Meskipun sebagai seorang imam projo Bapak Uskup berusaha  menghayati semangat hidup  Fransiskan Ordo III – persaudaraan sejati.

    Sebagai pemimipin keuskupan Bapak Uskup mulai menata kehidupan umat dan meningkatkan cara hidup para imam. Bapak Uskup mengajak imam-imamnya untuk mengembangkan hidup rohani dan penampilan yang sederhana, panggilan akan pelayanan umat dan kesetiaan akan. Beliau mewajibkan para imam untuk  mengikuti retret tahunan, meditasi setiap haridan dan bacaan KS.

    Pendidikan calon imam di seminari ditingkatkan kualitasnya.  Ia pun tidak henti-hentinya mengajak umat untuk giat kembali dengan doa Rosario, penghormatn terhadap sakaramen Mahakudus dan hati kudus Yesus dan mempraktekaan ajaran iman katolik.

    Paroki-paroki di Keuskupan Breda dihimbau untuk membentuk kelompok pendalaman kitab suci (bijblegenootschap). Hal ini dilakukan untuk membangun semangat Injili – belajar dari saudara-saudara Kristen Protestan.

    Cita-cita Bapa Uskup

    Perhatian lain yang hendak Bapak Uskup usahakan ialah menangani anak-anak terlantar; karena miskin maupun yatim piatu.  Beliau sangat prihatin dengan nasib mereka itu. Perhatian akan pendidikan terutama penidikan akhlak tidak ada, sehingga tidak mustahil mereka itu biasa dengan kenakalan dan tindakan asusila.

    Ada Yayasan kaum papa miskin untuk menangani anak-anak yang bermasalah tersebut, namun tenaga yang dapat memberikan perhatian  masih sangat terbatas. Cita-cita Bapa Uskup ialah menampung anak-anak yang terlantar dalam suatu asrama atau rumah yatim piatu. Di situ mereka dapat diberikan pembinaan dan pendidikan agama.

    Cita-cita dan gagasan untuk menampung anak terlantar dan yatim piatu serta memberikan pendidikan dan pembinaan merupakan dorongan Bapak Uskup untuk mendirikan kongregasi bruder di Huijbergen.

    Dengan semboyan Simpliciter et Confidinter, Mgr Joannes van Hoydonk mengembangkan keuskupan Breda dengan memberikan perhatian baik imam-imamnya maupun umatnya khususnya anak terlantar dan yatim piatu. Dengan penuh kelembutan dan kebaikan Bapa Uskup mulai memimpin dan membangun kembali umatnya.

    Umat keuskupan Breda memuji-muji dan bersyukur atas kehadiran dan kepemimpinan Mgr Joannes van Hooydonk sehingga mereka menyebut “Suis praefuit ac profuit Pastor et Pater “ – Ia adalah seorang gembala yang membimbing kawanan dan bapa yang melimpahkan berkatnya.

    Pembaktian diri Mgr van Hoydonk berakhir di Hoeven ketika Allah memanggilnya pada tanggal 25 April 1868.

    Catatan: Mgr van Hoydonk adalah Pendiri Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda) dari Negeri Belanda. 

     

    Related Articles

    Stay Connected

    1,800FansLike
    905FollowersFollow
    7,500SubscribersSubscribe

    Latest Articles