Catholic Youth Revival (Volume 2.0) - "Set the Fire"
MAJALAHDUTA.COM, PONTIANAK– 22 September 2023 – Bertempat di Gereja Katedral St. Yosef Pontianak dengan gembira mengundang semua orang untuk bergabung dalam perayaan spiritual yang luar biasa!
Tanggal 27 September 2023, mulai pukul 19.00 WIB, kita akan mengalami momen rohani yang mendalam dalam “Catholic Youth Revival (Volume 2.0)” dengan tema utama: “Set the Fire”.
Praise & Worship, Drama, Kesaksian, dan Pelayanan Doa akan menjadi bagian penting dari malam yang penuh berkat ini.
Acara ini akan diramaikan oleh Metusalah Worship, yang akan membawa pengalaman penyembahan yang tak terlupakan.
Acara ini terbuka untuk umum, jadi ajaklah keluarga dan teman-teman Anda untuk bergabung dalam kebahagiaan ini.
Ini adalah kesempatan yang sempurna untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan membagikan momen kebersamaan dengan komunitas Anda.
Jadi, tandai tanggalnya di kalender Anda, dan mari kita bersatu dalam cinta dan penyembahan di Catholic Youth Revival (Volume 2.0) – “Set the Fire” di Gereja Katedral St. Yosef Pontianak pada tanggal 27 September 2023.
Jangan lewatkan pengalaman spiritual ini yang memukau! Yuk ikuti…
Pelantikan Direktur Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta pada Senin, 21 Juni 2021-Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Pontianak.
MajalahDUTA.Com, Pontianak – Orang yang bekerja di dalam lembaga misi pendidikan milik Keuskupan Agung Pontianak harus serius dan mampu melihat kemungkinan perkembangan zaman. Hal ini diungkapkan Uskup Agung Pontianak, Mgr Agustinus Agus dalam sambutannya di Pelantikan Direktur Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta pada Senin, 21 Juni 2021.
Acara pelantikan direktur Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta dilaksanakan di Gedung Akper dan Akbid yang dihadiri langsung oleh segenap pengurus Yayasan dan Imam yang bertugas dalam misi Pendidikan itu.
Acara tersebut dimulai tepat pada Pukul 10.00 WIB yang didahuli dengan menyayikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, doa pembukaan yang dibawa oleh RP Mingdry Hanafi Tjipto, OP dan langsung dilanjutkan pembukaan sidang senat terbuka.
Acara tersebut dilakukan dengan pembacaan surat keputusan dan dilanjutkan dengan pelantikan direksi Akper Dharma Insan dan Direksi Akbid Santa Benedicta untuk masa bakti 2021-2022. Adapun yang dilantik yakni Ns Florensius Andri, M.Kep sebagai direktur Akper Dharma Insan, Ns Lydia Moji Lautan, M.Kep sebagai W.K I, Ns Eben Haezer Kristian, M.Kep sebagai W.K II dan Ns Usu Sius, S.Kep, M. Biomed sebagai W.K III.
Sedangkan untuk kepengurusan Akbid yaitu, Trivina, SST., M.Kes sebagai Direktur Akbid St. Benedicta, Agnes Dwiana Widi Astuti, S.Si.T.,M.Kes sebagai W.K I, Tri Maharani, SST., M.K.M sebagai W.K II dan Efrosina Ludovika Kalista, SST., M.K.M sebagai W.K III.
Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus mengucapkan selamat kepada pengurus Direksi baru untuk Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta dan sekaligus berterima kasih kepada pengurus yang lama karena paling tidak sudah pernah mengambil andil dalam kepengurusan dan perkembangan pendidikan selama ini.
Dalam sambutannya, Mgr. Agustinus Agus mendukung penuh langkah-langkah yang diambil oleh ketua Yayasan.
“Jangan menoleh ke belakang, kedepan kita harus berani berubah, berani mengambil langkah-langkah yang tidak biasa. Karena yang kita hadapi ini sudah tidak biasa lagi. Maka jika kita mengambil langkah yang biasa lagi maka kita akan ketinggalan,” kata Uskup Agus.
Mgr. Agustinus Agus mengungkapkan bahwa hati nya sungguh ada untuk Akper dan Akbid selaras dengan mimpinya bahwa anak kampung pun bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
“Saya tidak mau kembali pada politik masa lalu,” lanjut Uskup, “dan tolong mari kita bangkit bersama. Berani berubah dan berani mengambil langkah-langkah yang luar biasa. Agar eksistensi Akper dan Akbid sungguh-sungguh dirasakan semua orang.”
Iman Katolik Harus Menjadi Inspirasi
Sebagai pemilik Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta, Mgr. Agustinus Agus mengungkapkan bahwa seluruh karya gereja dimanapun ia berada, harus mengedepankan kepentingan orang banyak Akper dan Akbid ini jelas milik Katolik dengan nuansa Katolik.
“Dan iman katolik harus menjadi inspirasi dan kita harus melaksanakannya terutama pelayanan untuk kepentingan orang banyak tetap menjadi fokus utama dan harus kita kedepankan,” lanjut Uskup. “Bukan hanya untuk kepentingan umat katolik saja, apalagi untuk karyawan-karyawan saja tetapi untuk banyak umat dan banyak orang, mohon maaf.”
Dalam sambutannya Uskup Agung Pontianak mengutip Gaudium et Spes nomor 1 dalam salah satu ensiklik yang diterbitkan setelah Konsili Vatikan ke II tahun 1965 dikatakan “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini, terutama yang miskin dan terlantar adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Yesus.”
Mgr. Agus menegaskan tidak pernah gereja Katolik hanya memperhatikan kelompoknya. “Ini harap diketahui,” tambah Uskup, Yang paling penting cara orang katolik berkarya harus didorong dari inspirasi iman katolik itu.
Dalam sambutan itu, Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus juga mengungkapkan pentingnya belajar teknologi yang ada dewasa ini. “Memang sekarang zamannya kecepatan dan perkembangan Teknologi, maka dari itu pentingnya kita menghayati itu semua dan mempraktekkanya untuk kepentingan banyak orang dan pelayanan.”
Inovasi adalah kata kunci
Kesempatan yang sama itu pula, RP Johanes Robini Marianto, OP sebagai ketua Yayasan mengisahkan kisah tentang brand HP Nokia yang melegenda namun sangat kelam perjalanan bisnis Nokia tersebut.
RP Robini mengisahkan “siapa dari kita yang tidak kenal brand HP Nokia? Merk ini melegenda di akhir 1990-an dan tahun 2000-an,” katanya. “Kita semua pasti pernah memegang HP Nokia. Tetapi sekarang: “Siapakah yang memakai HP merk Nokia?” Nokia bahkan dikabarkan bangkrut dan diakuisisi oleh Microsoft di tahun 2013. Dikatakan factor utama dari awal kehancuran Nokia adalah mulai adanya Apple di tahun 2007 dengan Iphone.”
Ia juga mengutip Kompas.com yang mengatakan ada tiga (3) kesalahan Nokia; yaitu (1) kualitas teknologi, (2) arogansi manajemen yang tidak mau mendengar dan melihat perubahan, dan (3) lemahnya visi misi (Kompas.com 30 Maret 2021). Ketiga kesalahan ini membuat Nokia tidak bisa inovasi. Inovasi adalah kata kunci untuk perkembangan (kemajuan), mendengarkan pasar, dan kreativitas untuk selalu memunculkan hal baru yang menantang dan canggih. Kegagalan ini membuat Nokia tidak lagi menjadi “leading” (bahkan jatuh terperosok) di teknologi HP dunia,
Tiga puluh (30) tahun yang lalu semua pasti mengenal SPK yang kemudian berevolusi menjadi AKPER dan AKBID. Saat itu kita ini “leading industry” (kalau boleh dikatakan demikian) di dunia Pendidikan keperawatan dan kebidanan. Mungkin saat itu kita satu-satunya yang ada dan masyarakat Kalbar tidak ada pilihan.
“Sepuluhan (10-an) tahun yang lalu mulai muncul AKPER/AKBID lainnya di kota Pontianak atau Kalbar,” lanjut Pastor Robini, “Mereka bahkan sudah mendahului kita di program studi yang bukan hanya D3, melainkan S1. tu sudah satu inovasi! Kita belum bicara, dan saya belum tahu juga, bagaimana dosen mereka (tentu ada hubungan dengan rekruitmen) dan juga visi-misi mereka serta jaringan yang mereka miliki. Sekarang kita berteriak kurang mahasiswa/mahasiswi dst dst. Indikator utama memang angka mahasiswa. Belum lagi isu-isu yang berkembang tentang kita. Saya katakana “isu” karena bisa benar/bisa tidak.”
“Kita memang masih punya nama. Yes! Bupati Carolin mengatakan di depan umum dan kepada saya pribadi. Namun banyak yang mengingatnya sebagai kejayaan tempo doeloe,” tambah Pastor Robini.
Business is NOT as usual
Dalam sambutan itu, RP Johanes Robini Marianto, OP mengungkapkan bahwa masalah manajemen menjadi besar kalau saya katakan, secara alam bawah sadar, kita jatuh pada “arogansi manajemen” yang turut menghancurkan Nokia; yaitu tidak mau mendengar pasar, tidak mau berubah dan adaptasi serta inovasi, dan hanya mengandalkan kejayaan masa lalu. “Kita kalau tidak sadar dan terbuka mengakui masalah kita (bukan hanya menyangkal atau denial), saya khawatir kita akan menjadi Nokia baru!” tambahnya.
“Ketika kita melantik direksi-direksi baru, sebagai Ketua Yayasan, saya mengingatkan beberapa hal,” kata Pastor Robini.
Business is NOT as usual! Hal ini diperparah dengan pandemi Covid-19. Tidak ada yang paten lagi. Dahulu kita tidak kenal Zoom. Sekarang semua tahu dan terpaksa harus tahu Zoom. Prediksi ke depan, paling tidak lima (5) tahun ke depan, masalah Covis-19 masih akan menghantui kita. Dan bukan hanya itu saja, pola yang tercipta dengan pemakaian tehnologi di dunia Pendidikan sudah mulai memasuki generasi 4.0. Disrupsi, kata orang.
“Maka kalau kita masih berpikir, sadar atau di bawah sadar, dunia masih kayak 3 tahun yang lalu, kita sudah sangat sangat salah,” katanya.
Untuk itu inovasi dibutuhkan. Inovasi di dalam kurikulum, metode pengajaran dengan mengikutsertakan tehnologi, kebutuhan akan daya saing dengan para “competitor,” dan strategi marketing yang up to date. Kalau tidak ada, maka kita akan menjadi Nokia.
Pandemi, sekali lagi, adalah “winter is coming!” Maka akan terjadi kompetisi hebat untuk bisa hidup; dan kompetisi kali ini bukan lagi dengan competitor melainkan dengan kenyataan pandemi dan pasca pandemi. Untuk menjadi inovatif, maka lepaskanlah arogansi masa lalu karena kenyataannya kita sudah jatuh banyak. Pengurus baru harus berani inovasi dan itu dibutuhkan bukan hanya keberanian melainkan kreativitas dan tidak bisa mengandalkan masa lalu.
Pastor Robini mengingatkan pengurus agar perlu meredefinisikan masa depan institusi ini yang akan dituju. Untuk itu direvisi Statuta yang menekankan visi dan misi baru. Pendidikan kalau sekarang hanya mencari pemasukkan atau kasarnya uang; akan gagal. Institusi Pendidikan harus memberikan value (nilai).
Nilai (value) ini akan menjadi uang! Value yang benar terletak pada efeknya dirasakan para mahasiswa-mahasiswi, masyarakat pengguna dan tentunya pemerintah daerah. Untuk meningkatkan value mereka harus mulai dengan Jaringan (supply chains) dan tentunya merupakan kerja berat tiga periode jabatan para direksi ini.
Pengurus yang baru harus bisa membuat jaringan (supply chains), inovasi dan kerja keras. Ini tentu bukan hanya para direksi; melainkan semua. Sebenarnya, jujur, tugas Direktur adalah jalan-jalan membuka koneksi (connectedness). Kalau direktur selalu di kantor urus administrasi saja; maka anda semua bukan pemimpin.
Pengurus hanyalah “penjaga kendang/gawang.” Para Direktur haruslah menjadi leader yang bisa membuat koneksi dengan semua stakeholders untuk menaikkan nilai (value) kedua Lembaga ini dan menjadikan kedua Lembaga ini mempunyai reputasi. Koneksi yang pengurus bangun harus berbentuk program dan proyek yang, bisa mengembangkan kedua Lembaga ini. Pengurus dibantu para wakil direktur dan yayasan tambah lagi Sekjend. Itu artinya administrasi sudah ada yang urus. Tugas para direktur adalah bertemu dengan masyarakat, pemda dan users (pengguna lulusan).
Maka Pastor Robini harap ini sungguh dipikirkan dan direnungkan.
Pastor Robini mengharapkan dengan pelantikkan kali ini merupakan awal kebangkitan dari kedua Lembaga yang telah susah payah dirintis para Misionaris dalam Misi Gereja di Borneo.
Sebagai Dewan Pembina Yayasan Landak Bersatu dan Anggota DPR RI, Dr. Adrianus Asia Sidot mendukung penuh misi pendidikan yang dimulai oleh Keuskupan Agung Pontianak.
Ini adalah tonggak baru perkembangan pendidikan di Akademi Perawat Dharma Insan dan Akademi Kebidanan St. Benedicta.
Ia berdoa dengan adanya tonggak baru dan sejarah baru ini, apa yang menjadi harapan oleh Uskup Agung Pontianak dan ketua yayasan harus betul diwujudkan, apalagi sekarang di era 4.0, atau barangkali di negara lain sudah 5.0.
Kita sendiri masih berkutat pada 4.0 yang dimana kita sendiri juga masih belajar untuk menguasai perkembangan tersebut. Untuk itu harapan saya direksi yang baru ini harus responsive dan peka dengan perkembangan dunia yang terjadi, “ karena perubahan tidak bisa kita hindari.”-)*
Duta, Pontianak | “Adil ka Talino, Bacuramin ka Saruga, Basengat ka Jubata, Arus, arus, arus….”
Kealamian representasi dari kesempurnaan! Maksudnya demikian, ada kesempurnaan dalam kondisi kealamian. Alam yang menjadi pijakan seluruh makhluk hidup ini ‘dirampai’ dengan kealamian yang sempurna. Orang Dayak dekat dengan kealamian alam. Mereka bersahabat dengan alam bahkan dari alam mereka mengatur hidup, bertutur dan ber-adat.
Mereka menghargai segala dimensi warna ruang, waktu, pengalaman, dan kehidupan. Mereka (Alam) hadir sebagai sosok guru, penyeimbang, dan inti dari refleksi kehidupan. Berjalan untuk selaras dengan semangat itu, akhirnya warisan tersebut menyusuri ruang dan sela-sela kehidupan, pola pikir, dan kehalusan yang mereka ‘ramu’ saat berjumpa dengan kerabat makhluk ciptaan maupun saudara-saudari mereka.
Di atas semua itu, alam membiarkan semuanya tumbuh apa adanya. Burung-burung tidak mengenal sekolah, tidak punya ijazah, tidak memiliki android, tidak memerlukan internet, tetapi kalau bangun pagi selalu terdengar siulan dan nyanyian khas dari mereka. Pohon-pohon tumbuh tanpa melalui pendidikan formal sebagaimana manusia memahami pendidikan itu. Justru mereka (pohon) telah ribuan tahun melalui pendidikan kosmik dimana keadaan ‘kosmik’ tersebut sebagai gudang pengetahuan murni.
Jika diandaikan, alam semesta ini sudah menyediakan pengetahuan yang tak terbatas – dimana pengetahuan dan akal budi murni pelan-pelan terungkap dalam kondisi kesadaran ‘kealamian’ tersebut.
Dan yang paling penting, mereka semua terpelihara dalam kesempurnaan siklus alamiah alam itu sendiri. Tumbuhan baik dalam air maupun di bawah matahari, menari dan berkembang dalam keheningan, bersama siklus waktunya.
Petuah sakti nan filosofis itu terkandung di janin kekayaan alam bersamaan dengan tuturan petuah orang tua. Manusia yang ‘dilabel’ nama Dayak itu dikenal dengan kedekatan mereka bersama ‘kealamian’ dan pengetahuan kosmik. Ribuan tahun pengetahuan kosmik itu telah mengakar menjadi kearifan dan kebijaksanaan lokal yang masih terwariskan bersama kesadaraan di abad ini.
Tak lama lagi, Kalimantan Barat – akan merayakan bersama (Pekan Gawai Dayak) 2025. Peristiwa ini menandakan ‘kesadaran’ akan kekayaan pengetahuan alam semesta, juga merupakan salah satu jalan representasi sekunder dengan pertunjukan perayaan kebudayaan setiap tahunnya (Rumah Radangk) Pontianak.
Menyaksikan khas simbol, kode dan makna, meskipun disadari definisi tidak pernah dapat menampilkan dengan sempurna pengertian sesuatu yang dikandungnya, disamping setiap orang selalu berbeda gaya dalam mendefinisikan suatu fenomena. Namun eksistensi dari keberadaan budaya itu –jelas membuka dan mempersembahkan kekayaan ‘alam semesta’ dan bersama kesadaran akan ‘kealamian’ tersebut telah tersedia perpustakaan kosmik yang tak akan pernah habis.
Mari rayakan Pekan Gawai Dayak 2025 ini dengan semangat untuk ‘kembali’ lagi ke rumah kita yang sebenarnya. Bersamaan dengan refleksi tentang kealamian dan kesadaran pengetahuan kosmik tersebut. Disana bersama-sama kita merasakan ‘tumpahan’ kekayaan intelektual, keberanian, kesetiaan, stabilitas, keseimbangan hidup dan kehalusan semesta dalam menyapa setiap insan.
Mari kita panggil semangat itu kembali dalam pelukan genetiknya. Sebagaimana yang Uskup Agustinus katakan dalam Audiensi bersama panitia PGD 2025 beberapa waktu lalu, untuk merayakannya dengan ‘Syukur’.
“Betungkaet Ke Adaet, Bepegaet Ke Baso, Besandieh Ke Petaro’ Kuuuuurrr Semungaaet….”
By. Samuel_Koordinator Humas, Publikasi dan Dokumentasi.
Duta, Pontianak | “Banyak cara untuk kita menunjukkan bahwa kita memperhatikan sesama kita, dengan hal-hal yang kecil,” kata Uskup Agustinus menutup homilinya pada perayaan Misa Kamis Putih 17 April 2025 dengan ribuat umat Katolik memadati Gereja Katedral Santo Yosef Pontianak.
Perayaan Misa Kamis Putih dilaksanakan pada pukul 18.00 WIB. Perayaan tersebut menandai awal dari Tri Hari Suci menjelang Paskah, dan menjadi momentum bagi umat Katolik untuk merenungkan makna pengorbanan serta kasih Yesus yang tak terbatas kepada murid-murid-Nya.
Dalam perayaan misa tersebut, Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus didampingi oleh Pastor Paroki Gereja Katedral Santo Yosef Pontianak, Pastor Alexius Alex, bersama dengan ribuan umat yang turut memadati dalam gereja bahkan di baseman Katedral.
Dalam homilinya, Uskup Agustinus memaparkan konteks sejarah dan politik yang melatarbelakangi perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid. Saat itu, tahun ke-33 Masehi, wilayah Israel berada dalam tekanan kekuasaan Romawi dan menjadi bagian dari kekuasaan Raja Herodes.
Dalam kondisi tersebut, muncul dua kelompok besar yang merasa terganggu oleh kehadiran Yesus: kelompok politik yang khawatir Yesus mendukung perjuangan kemerdekaan orang Yahudi, serta kelompok keagamaan seperti orang Farisi dan ahli Taurat yang merasa kewibawaannya terancam oleh ajaran Yesus.
Homili Uskup Agustinus (2025)
“Dua kelompok ini akhirnya bersatu untuk menjatuhkan Yesus,” ujar Uskup Agustinus (17/04).
Bapa Uskup juga menekankan bagaimana persekongkolan terjadi, hingga salah satu murid Yesus sendiri, Yudas Iskariot, turut terlibat dalam pengkhianatan.
Maka dari itu Yesus tidak takut, pada perjamuan malam terakhir dia mengatakan “Inilah tubuh dan darah Ku, kamu akan selamat.”
Hiburan dan penguat untuk para murid yang penuh dengan kegelisahan. Namun dia juga berpesan kepada murid-Nya, lakukanlah itu untuk mengenangkan Yesus. Sebab dalam peristiwa tersebut tersirat, manusia tidak akan diselamatkan oleh kekuasaan atau harta duniawi tetapi di selamatkan karena mengikuti ajaran Yesus.
Namun, yang luar biasa dari peristiwa itu adalah sikap Yesus yang tidak membalas kejahatan dengan kebencian. Dalam Injil Lukas dikisahkan, Yesus tetap memilih untuk merayakan Paskah bersama murid-murid-Nya sebelum penderitaan-Nya dimulai. Dalam suasana yang penuh tekanan, Yesus tetap menunjukkan kasih yang dalam kepada para pengikut-Nya dengan mengadakan Perjamuan Kudus dan membasuh kaki para murid.
Suasana Umat dalam Gereja (2025)
“Dia tidak banyak berkata-kata soal cinta, tapi menunjukkan dengan tindakan nyata — membasuh kaki para murid, sebuah pekerjaan yang di zaman itu hanya dilakukan oleh hamba,” lanjut Uskup Agustinus, (17/04).
Bapa Uskup Agustinus juga membagikan pengalaman pribadinya dalam menjalani pelayanan, termasuk bagaimana dirinya tetap melayani umat di daerah pedalaman tanpa memikirkan kenyamanan pribadi.
Dia menekankan pentingnya keteladanan dalam hal-hal kecil yang bisa membawa dampak besar bagi sesama.
“Melayani dan menunjukkan kasih tidak selalu lewat hal besar. Terkadang perhatian pada hal-hal sederhana sudah cukup menunjukkan bahwa kita peduli,” ujarnya, mengajak umat untuk meneladani Yesus dalam kehidupan sehari-hari.
Misa Kamis Putih malam itu dilanjutkan dengan ritus pembasuhan kaki, sebagai simbol pelayanan dan kerendahan hati — pesan utama dari perjamuan malam terakhir.
Uskup Agustinus mengajak umat untuk terus menghidupi semangat kasih sejati dalam setiap tindakan mereka, menjelang puncak perayaan Paskah.
Suasana Umat di Baseman Gereja Santo Yusef Katedral Pontianak, Misa Kamis Putih (2025)
“Jadi ada begitu banyak hal kecil yang bisa kita lakukan untuk melakukan teladan, jika menyadari bahwa inilah kesempatan untuk melakukan kebaikan-kebaikan itu. Dari pengalaman saya, banyak hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk menghormati yang lain,” kata Uskup Agustinus (17/04).
Yang luar biasa dalam perstiwa itu, Uskup Agustinus menerangkan bahwa teladan Yesus, yang bukan hanya mengatakan cinta yang tulus, namun melakukannya dengan membasuh kaki murid-murid-Nya, dimana pekerjaan membasuh kaki adalah pekerjaan yang paling hina di kala itu, namun hal tersebut dilakukan oleh Yesus. *Samuel.
Uskup Agustinus | Misa Krisma Keuskupan Agung Pontianak (2025)
Duta, Pontianak | Gereja Katolik Santo Yoseph Katedral Pontianak, Selasa, 15 April 2025, pukul 17.00 WIB, umat Katolik di Keuskupan Agung Pontianak menyaksikan Misa Krisma dan Pembaharuan Janji Imamat yang dipimpin langsung oleh Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus.
Setidaknya pada perayaan misa tersebut dihadiri oleh seluruh imam yang bertugas di Keuskupan Agung Pontianak. Uskup Agustinus juga mengungkapkan bahwa sebelum perayaan misa Krisma dan Pembaharuan Janji Imamat, para imam diajak untuk rekoleksi bersama dan menjadikannya sebagai momen penting dalam kehidupan imamat di wilayah tersebut.
Pengampunan dan Kerendahan Hati
Dalam homilinya, Uskup Agustinus mengajak para imam dan umat untuk merenungkan dua nilai penting dalam kehidupan imamat: pengampunan dan kerendahan hati.
Bapa Uskup mengatakan bahwa untuk menjadi pewarta dan gembala yang baik, salah satu keutamaan yang harus dimiliki oleh seorang imam adalah sikap rendah hati. Namun, kali ini Uskup Agustinus menyoroti pentingnya berani mengampuni.
Uskup Agustinus mengutip ajaran Injil yang menekankan pentingnya pengampunan tanpa batas, yaitu “70 kali 7”. Dia mengingatkan bahwa semangat pengampunan memiliki dampak yang sangat besar dalam hidup kita.
Bapa Uskup Agustinus berbagi pengalaman pribadi saat awal menjalani hidup imamat di Sekadau, di mana beliau sebagai imam pribumi pertama di antara Imam Italia yang berasal dari tarekat Passionis. Pada masa itu, beliau menghadapi berbagai kelemahan dalam gereja, termasuk kelemahan pada diri pastor, suster, dan umat.
Suatu ketika, beliau menerima surat dari seorang imam yang mencantumkan banyak kelemahannya. Merasa tidak berdaya, Uskup Agustinus (waktu itu masih imam muda) mendatangi imam tersebut dan berkata, “Tolong deh, tambah lagi keburukan saya, karena ini masih kurang karena saya mengakui bahwa saya banyak kesalahan.”
Beliau tidak marah dengan imam tersebut, melainkan merasa lega karena dapat menerima kritik dengan hati yang terbuka.
Misa Krisma Keuskupan Agung Pontianak 2025
Pengampunan Seorang Korban
Di tengah homilinya, Uskup Agustinus juga membagikan kisah inspiratif yang ia dengar saat retret bersama imam Diosesan Keuskupan Agung Pontianak di Sydney, Australia.
Kisah itu mengisahkan seorang wanita yang pada usia 16 tahun menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan pacarnya. Gadis tersebut juga menyaksikan perceraian orang tuanya dan hidup dalam penderitaan yang mendalam. Meskipun pelaku dihukum mati dan si gadis diberikan kesempatan untuk menembak pelaku tersebut, namun dia merasa tidak mendapatkan ketentraman dalam hidupnya.
Setelah 19 tahun, melalui pengalaman rohani dan bimbingan, si gadis memutuskan untuk mengampuni pelaku tersebut. Ia bahkan mendoakan agar pelaku yang bernama Robert masuk dalam kerajaan Surga. Kisah ini menunjukkan bahwa pengampunan bukanlah hal yang mudah, tetapi memberikan kedamaian dan kebebasan batin bagi yang mengampuni.
Tantangan dalam Mengampuni
Sebagai gembala di Keuskupan Agung Pontianak, Uskup Agustinus mengakui bahwa mengampuni bukanlah hal yang mudah, terutama bagi mereka yang telah mengalami luka batin yang mendalam.
Bapa Uskup juga menyatakan bahwa meskipun pelaku telah dihukum dan dipenjara, korban seringkali masih terpenjara dalam ketakutan, kegelisahan, dan keinginan untuk membalas dendam. Oleh karena itu, Uskup Agustinus mengajak para imam dan umat untuk berani mengampuni dan melepaskan beban tersebut.
Beliau juga berbagi pengalaman pribadi saat baru tiga bulan bertugas menjadi Uskup Agung di Pontianak, di mana beliau menerima pesan berantai melalui WhatsApp yang berisi tuduhan tidak berdasar.
Beliau memilih untuk tidak menanggapi pesan tersebut dan menerima kritik dengan lapang dada. Menurut beliau, “Ketika kita tidak berani untuk memaafkan maka beban ada pada dalam diri kita.”
Sebagai penutup homilinya, Uskup Agustinus mengajak para imam dan umat untuk belajar dan terbiasa dalam hidup untuk mengampuni. Bapa Uskup juga menekankan bahwa pengampunan adalah kunci untuk hidup damai dan harmonis, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam pelayanan gereja.
Misa Krisma dan Pembaharuan Janji Imamat malam itu menjadi momen sakramental tahunan, juga menjadi kesempatan bagi setiap imam dan umat untuk merenungkan kembali panggilan mereka dalam melayani Tuhan dan sesama dengan hati yang penuh pengampunan dan kerendahan hati. *Samuel.
Romo Paschal, Pemerhati Pekerja Migran dan Aktivis Anti Perdagangan Orang (2025)
Duta, Pontianak | Peresmian pelabuhan internasional baru di Bengkong, Batam, tentu menjadi kabar baik bagi masyarakat. Selain membuka konektivitas baru, pelabuhan ini juga menyimpan potensi besar bagi pertumbuhan ekonomi, pariwisata, dan perluasan akses masyarakat dalam bepergian ke luar negeri.
Lebih membanggakan lagi, peresmian ini akan dihadiri oleh Kapolri, lima orang menteri, dan bahkan Ketua KPK—sebuah formasi kehormatan yang belum tentu ditemukan dalam peresmian pelabuhan internasional lain di Indonesia.
Saya mengucapkan selamat atas peresmian ini. Sebagai warga Batam, saya bangga. Sebagai pemerhati isu pekerja migran, saya juga berharap pelabuhan ini menjadi tempat yang aman dan beradab, bukan sekadar megah secara fisik, tetapi juga kuat secara moral dan tangguh dalam sistem pengawasannya.
Namun di tengah gegap gempita peresmian ini, saya merasa perlu mengangkat catatan kritis: jangan sampai pelabuhan baru ini justru menjadi jalur baru perdagangan orang melalui pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara unprosedural.
Catatan ini bukan tanpa dasar. Selama beberapa tahun terakhir, kami menyaksikan sendiri bagaimana pelabuhan-pelabuhan resmi di Batam justru menjadi “pintu depan” bagi mafia perdagangan orang menjalankan aksinya. Mereka meloloskan calon pekerja migran tanpa dokumen lengkap, dengan proses yang sistematis dan masif, seolah-olah semuanya berjalan legal dan resmi.
Data dari Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepulauan Riau menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024 saja, dari 2.910 PMI yang dideportasi dari Malaysia, 1.405 di antaranya berangkat melalui pelabuhan internasional di Kepri.
Angka tertinggi berasal dari Pelabuhan Batam Center dengan 1.014 orang. Tahun 2025 bahkan lebih mencemaskan: baru empat bulan berjalan, sudah ada 1.492 PMI yang dideportasi, 1.307 di antaranya berangkat dari pelabuhan resmi.
Artinya, kita sedang menghadapi situasi yang sangat serius. Perdagangan orang tidak lagi sembunyi-sembunyi. Ia menyusup lewat gerbang-gerbang resmi, di hadapan aparat, institusi negara, dan bahkan mungkin dengan keterlibatan sebagian dari mereka.
Inilah mengapa pelabuhan baru yang akan diresmikan harus sejak awal dipagari dengan sistem pengawasan yang ketat dan integritas yang tak bisa dibeli. Jangan biarkan pelabuhan ini menjadi babak baru dalam kisah kelam pengiriman PMI unprosedural. Jangan ulangi kelalaian yang sudah terbukti membawa luka dan penderitaan bagi ribuan anak bangsa yang dijebak dalam sistem kerja yang tak manusiawi di luar negeri.
Momentum kehadiran para pejabat tinggi negara dalam peresmian ini seharusnya menjadi pintu masuk untuk memperkuat komitmen terhadap perlindungan PMI dan pemberantasan perdagangan orang. Pengawasan terpadu, pemanfaatan teknologi, serta peningkatan kesadaran kemanusiaan di antara aparat dan petugas pelabuhan harus menjadi pondasi utama.
Lebih dari itu, diperlukan kerja kolaboratif antara pemerintah pusat, daerah, aparat keamanan, lembaga pengawasan, dan masyarakat sipil. Kita harus mempersempit ruang gerak mafia—tak hanya dengan penindakan, tetapi juga dengan pencegahan, pendidikan, dan kesadaran kolektif bahwa pelabuhan bukan sekadar tempat berangkat dan datang, tetapi juga gerbang martabat bangsa.
Mari kita jaga bersama pelabuhan internasional baru ini. Bukan hanya sebagai simbol kemajuan fisik, tetapi juga sebagai cermin kehormatan kemanusiaan kita.
Romo Paschal, Pemerhati Pekerja Migran dan Aktivis Anti Perdagangan Orang
Ketua Panitia PGD 2025 dan Uskup Agung Pontianak (2025)
Duta, Pontianak | Panitia Pekan Gawai Dayak (PGD) ke-39 Tahun 2025 melakukan audiensi bersama Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus, pada Kamis pagi, pukul 10.00 WIB, di Pontianak, 10 April 2025.
Pertemuan itu berlangsung di Gedung Keuskupan Agung Pontianak, Jalan Merdeka No. 665, Pontianak, Kalimantan Barat.
Audiensi hari itu dihadiri oleh jajaran kepanitiaan PGD XXXIX diantaranya ada Ketua Sekberkesda, Eugene Yohanes Palaunsoeka, Ketua Panitia Martinus Sudarno, S.H, Wakil Ketua I, Frans Zeno, S.STP, Wakil Ketua II, Dra. Natalia Karyawati, M.E, Bendahara, Marselina Maryani Soeryamassoeka, S.Hut, Wakil Bendahara, Kristiana Daren, serta Wakil Sekretaris Rainerius Turi Kasun, S.H.
Dalam sambutannya, Uskup Agustinus menyampaikan apresiasi atas kunjungan dan kesiapan panitia dalam menyelenggarakan Gawai Dayak tahun ini, yang bertepatan dengan perayaan Tahun Yubileum bagi umat Katolik.
“Tentu saja harapan kita semua, Gawai Dayak tahun ini yang merupakan tahun berkat bagi umat Katolik, menjadi berkat bagi kita semua, sebagai orang Dayak,” ujar Uskup Agustinus, (10/04).
Uskup Agustinus (2025)
Uskup Agustinus juga menekankan tentang Gawai Dayak yang merupakan perayaan budaya dengan mencerminkan keberagaman suku, kepercayaan, termasuk umat Katolik yang turut berpartisipasi aktif dalam perayaan tersebut.
Sebagai bagian dari kontribusi Gereja Katolik, Uskup Agustinus mengungkapkan bahwa akan kembali diadakan Misa Syukur Gawai Dayak Kalimantan Barat, yang secara resmi masuk dalam struktur kepanitiaan tahun ini.
Langkah itu Uskup Agustinus menilai merupakan bentuk sinergi yang baik antara Gereja dan panitia pelaksana.
“Saya ingin mengajak umat Katolik lebih maksimal lagi bagaimana kita merayakan Gawai dengan bersyukur kepada Tuhan, melakukan ibadat yang bagus, dan syukur terhadap sesama kita nampakkan dalam kebersamaan,” lanjutnya, (10/04).
Bapa Uskup Agustinus juga menyampaikan harapan agar perayaan Gawai Dayak menjadi peristiwa sekaligus momentum untuk memperkuat semangat kebersamaan, pengorbanan demi kebaikan bersama.
Dia juga menyampaikan pesan dukungan bagi seluruh panitia dalam mempersiapkan rangkaian kegiatan PGD XXXIX yang dijadwalkan berlangsung dalam waktu dekat.
“Selamat mempersiapkan Gawai dan pada waktunya nanti, selamat Hari Raya Gawai,” tutupnya (10/04).
Duta Pontianak, Kalimantan Barat | Pekan Gawai Dayak ke-39, yang akan berlangsung dari tanggal 16 hingga 23 Mei 2025 di Rumah Radakng, Kota Pontianak, siap menghidupkan semangat kebersamaan, memperkenalkan kekayaan budaya, dan mempererat persatuan antar suku Dayak.
Tahun 2025 akan menjadi momen istimewa bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Barat.
Mengusung tema besar “Merawat Budaya, Menjaga Bangsa”, dengan sub-tema “40 Tahun Sekretariat Bersama Kesenian Dayak”, acara itu tidak hanya menjadi ajang perayaan tetapi juga sebagai langkah mengenalkan, mencintai, dan memiliki seni budaya Dayak menuju Indonesia Emas.
Pekan Gawai Dayak adalah salah satu perayaan budaya terbesar yang telah menjadi tradisi masyarakat Dayak di Kalimantan Barat. Setiap tahun, acara ini selalu dinantikan oleh ribuan pengunjung, baik dari dalam maupun luar daerah.
Tahun 2025, Gawai Dayak ke-39 selalu menjadi sebuah perhelatan yang lebih meriah terlebih dalam situasi ‘moderen namun tetap sakral’, karena selain menjadi wadah untuk merayakan budaya, acara Gawai selalu menjadi titik awal untuk mengenang perjuangan dan perjalanan panjang lebih khusus Sekretariat Bersama Kesenian Dayak Kalimantan Barat yang telah menginjak usia 40 tahun.
PEKAN GAWAI DAYAK 2025
Merawat Budaya, Menjaga Bangsa
Ketua Panitia Gawai Dayak ke-39, Martinus Sudarno, SH, menjelaskan bahwa tema “Merawat Budaya, Menjaga Bangsa” merupakan sebuah refleksi penting tentang bagaimana masyarakat Dayak harus menjaga dan melestarikan budaya mereka, sekaligus berperan aktif dalam membangun bangsa Indonesia.
Menurut Martinus, budaya Dayak yang kaya dengan tradisi, seni, dan adat istiadat menjadi salah satu kekayaan budaya Indonesia yang harus tetap dilestarikan, bukan hanya untuk masyarakat Dayak, tetapi juga untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan.
“Pekan Gawai Dayak ke-39 ini bukan hanya sebagai bentuk perayaan, tetapi juga sebagai pengingat kita semua akan pentingnya merawat warisan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita,” ujar Martinus dalam rilisan video promosi resmi dari SEKBERKESDA, (01/04).
Pekan Gawai Dayak ke-39 juga akan menjadi tempat untuk mengekspresikan rasa cinta terhadap budaya Dayak, serta mengajak generasi muda untuk lebih peduli terhadap pelestarian seni dan budaya tradisional.
“Melalui kegiatan ini, kita dapat menunjukkan pada dunia bahwa budaya Dayak adalah bagian integral dari identitas bangsa Indonesia, dan kita harus bersama-sama menjaga dan memeliharanya,” tambah Martinus, (01/04).
Ketua Panitia PGD 2025
40 Tahun Sekretariat Bersama Kesenian Dayak
Selain menjadi ajang perayaan budaya, Pekan Gawai Dayak ke-39 juga mengangkat peringatan 40 tahun berdirinya Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda).
Ketua Sekberkesda, E. Yohanes Palaunsoeka dalam kesempatan ini mengajak seluruh masyarakat Kalimantan Barat untuk merayakan perjalanan panjang yang telah dilalui oleh organisasi ini dalam upaya melestarikan seni dan budaya Dayak.
“Sekberkesda telah berperan besar dalam menjaga dan memajukan kesenian Dayak selama 40 tahun terakhir. Kami ingin agar masyarakat semakin mengenal, mencintai, dan merasa memiliki budaya Dayak sebagai bagian dari kekayaan nasional kita,” ujar Yohanes Palaunsoeka, (01/04).
Pekan Gawai Dayak ke-39 menjadi salah satu cara untuk mengenalkan hasil karya seni dari berbagai komunitas Dayak yang ada di Kalimantan Barat. Berbagai kegiatan seni, seperti tarian adat, musik tradisional, serta pameran kerajinan tangan khas Dayak, akan menjadi bagian dari acara tersebut.
“Kami berharap melalui acara ini, masyarakat lebih mengenal dan menghargai seni Dayak. Ini juga merupakan kesempatan bagi generasi muda untuk belajar dan mencintai budaya mereka,” tambahnya, (01/04).
Bujakng Dara Gawai 2024
Menguatkan Persatuan Kalimantan Barat
Acara ini bukan hanya sekadar merayakan budaya, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat persatuan di antara masyarakat Kalimantan Barat. Gawai Dayak telah lama menjadi simbol kebersamaan bagi masyarakat Dayak dari berbagai daerah di Kalimantan. Melalui Pekan Gawai Dayak ke-39, persatuan masyarakat Dayak diharapkan semakin mengakar, dan rasa kebanggaan akan identitas budaya mereka semakin kuat.
E. Yohanes Palaunsoeka mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan Gawai di Rumah Radangk Pontianak bulan mendatang.
“Mari kita bergotong royong, datang dan ikut serta dalam setiap rangkaian acara yang ada. Ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaharui semangat kita dalam menjaga persatuan, serta merayakan keberagaman yang ada dalam masyarakat Dayak,” pungkasnya, (01/04).
Seruan Bujang dan Dara Gawai 2024
Sebagai bagian dari perayaan, Bujang dan Dara Gawai 2024, Jody dan Bulaan, turut hadir untuk menyapa dan ikut meramaikan Pekan Gawai Dayak. Sebagai duta budaya, mereka akan turut mengenalkan dan menyebarkan semangat budaya Dayak kepada para pengunjung. Keduanya tampil dan turut terlibat aktif dalam kegiatan terlebih salah satu simbol generasi muda yang peduli terhadap kelestarian budaya tradisional.
Pekan Gawai Dayak ke-39 di Rumah Radakng, Pontianak, pada Mei 2025 tampaknya menjadi fenomena ‘roh’ pembaharuan yang tak boleh dilewatkan. Bagi masyarakat Kalimantan Barat, Pekan Gawai Dayak alias PGD, merupakan kesempatan untuk kembali merenungkan, menilik dan menggali semangat artefak budaya sebagai sejarah, guna menatap masa depan yang lebih cerah dalam persatuan.
Pekan Gawai Dayak ke-39 adalah ajang yang mempertemukan masyarakat dari berbagai suku dan latar belakang untuk bersama-sama merayakan kekayaan budaya Dayak dan memperkuat semangat kebersamaan di tanah Borneo.
Jangan lewatkan kesempatan untuk merasakan nuansa kearifan lokal yang begitu kaya dan mempesona. Mari kita jaga, cintai, dan banggakan budaya Dayak, karena budaya kita adalah bagian dari kekayaan Indonesia!
Berbagai acara menarik, mulai dari pertunjukan seni tradisional, kompetisi budaya, hingga pameran kerajinan Dayak, akan memanjakan pengunjung yang datang.
“Adil ka Talino Bacuramin ka Saruga Basengat ka Jubata”_ ‘Betungkaet Ke Adaet, Bepegaet Ke Baso, Besandieh Ke Petaro’ Kuuuuurrr Semungaaet’…. *Sam| Humas Publikasi Dokumentasi.
Sosial dan Edukatif GAMASKA FKIP UNTAN di BEGANTUNG (Sr. Ella SFIC) - 2025
Duta, Landak | Sejumlah mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik (Gamaska) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak, menggelar kegiatan Aksi Sosial dan Edukatif Gamaska (ASEG) di Dusun Begantung Kecamatan Darit Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak pada Senin, 31 Maret 2025 hingga Minggu, 6 April 2025.
Kegiatan itu adalah program kerja dari pengurus periode 2025 melalui Komisi Hubungan Masarakat, Dokumentasi dan Publikasi kepengurusan Gamaska tahun ini.
Kegiatan itu merupakan salah satu ‘ekstrak’ Tri Dharma mahasiswa dalam bentuk pengabdian terhadap masyarakat sebagai wujud kepedulian mahasiswa dalam kehidupan sosial khususnya masyarakat katolik di Dusun Begantung.
Foto bersama dalam aksi Sosial dan Edukatif GAMASKA FKIP UNTAN di BEGANTUNG (2025)
Selain itu kegiatan Aksi Sosial dan Edukatif Gamaska (ASEG) dilaksanakan guna membangkitkan rasa kepedulian mahasiswa terhadap masyarakat dan umat kristiani yang berada digunung di Dusun Begantung.
Ketua Gamaska, Aventus Mikael Ray menambahkan, kegiatan ini merupakan salah satu program kerja (proker) Gamaska periode 2024/2025.
“Bakti Sosial ini juga salah satu Proker yang mengimplementasi Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat yang sudah menjadi tugas pokok mahasiswa Katolik. “Kalian yang ikut serta dalam kegiatan ini merupakan orang yang terpanggil untuk meneladani sikap Yesus Kristus”,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan ketua panitia, Jhoni Tri Santoso mengungkapkan bahwa kegiatan ASEG dapat dijadikan sebagai langkah untuk menciptakan dan menambah relasi yang nantinya akan berguna bagi masa depan mereka.
Poster, Sosial dan Edukatif GAMASKA FKIP UNTAN di BEGANTUNG (2025)
Kegiatan ASEG itu diusung tema “Bertindak Nyata dalam Kebersamaan Teladan Cinta Kasih Kristus.
Adapun Aksi Sosial dan Edukatif Gamaska (ASEG) diisi berbagai kegiatan seperti membangun Gua Maria, membuat plang, mengecat gereja, membersihkan lingkungan, permainan rakyat, olahraga bersama, pengembangan iman anak, les kilat dan malam keakraban.
“Semoga kegiatan ini bermanfaat untuk masyarakat dan anak-anak Dusun Begantung,”katanya.
Sementara itu, anggota biarawati Gamaska 2022, Sr. Francilia Ella, SFIC berharap agar kegiatan ASEG tidak dijadikan sebagai hal untuk dibanggakan, tetapi Suster Ella SFIC berharap agar kegiatan itu dapat dilihat sebagai bentuk Pelayanan terbaik yang pernah mereka berikan. *Sam | Florensius Yusthianus, Gamaska.
Sudut Kiri (Ria Norsan), tengah (Uskup Agustinus), Sudut Kanan (Erlina) (2025)- Pendopo Gubernur Silahturahmi Idul Fitri
Duta, Pontianak| Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus bersama rombongan Imam, Bruder dan Suster Keuskupan Agung Pontianak melakukan silahturahmi lebaran Idul Fitri di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat di jalan Jendral Ahmad Yani, Kompleks Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Bansir Darat, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak.
Kunjungan itu dilanjutkan lagi di kediaman Rumah Dinas Kapolda Kalbar, Irjen Pol. Pipit Rismanto S.I.K., M.H., serta di kediaman Pangdam XII Tanjung Pura Kalimantan Barat, Mayjen TNI Jamallulael, S.Sos., M.Si. di Pontianak pada Senin, 31 Maret 2025.
Sebagai tokoh Katolik di Kalimantan Barat, yang terlebih khusus Pontianak, Uskup Agustinus rutin melakukan kunjungan lebaran setiap tahunnya. Menurutnya kunjungan itu merupakan tanda dan leburan ‘toleransi’ antar agama yang ter-ekstrak bersama mengakarnya toleransi antar agama.
Sebagai Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan menerima dengan hangat rombongan Uskup Agustinus bersama para imam, bruder dan suster ditambah lagi rombongan tersebut melakukan persinggahan pertama di Pendopo Gubernur.
“Selamat datang Bapa Uskup, mohon maaf lahir batin,” sambut Ria Norsan sembari memeluk Uskup Agustinus, (31/03).
Uskup Agustinus juga mengatakan bahwa cara Ria Norsan sebagai Gubernur Kalimantan Barat merupakan warna perubahan besar. Uskup Agustinus terus-terang mengatakan bahwa dia senang. Bagi Uskup Agustinus cara pemimpin [dalam hal ini seorang Gubernur] harus-lah dekat dengan masyarakat, dan hal itu terasa dalam Pendopo Gubernur pada perayaan Idul Fitri hari pertama oleh Ria Norsan di tahun 2025 ini.
“Termasuk terobosan-terobosan yang dilakukan Gubernur sangat terasa, ini merupakan langkah dan bentuk keterbukaan Gubernur kepada masyarakat Kalbar,” kata Uskup Agustinus, (31/03).
Uskup Agustinus bersama rombongan_dalam Idul Fitri 2025 _ Pendopo Gubernur
Uskup Agustinus berharap, kebersamaan seperti ini mesti diramu terus-menerus untuk mengembangkan Kalimantan Barat yang semakin terdepan agar tidak hanya di bulan ini saja tetapi juga di bulan-bulan berikutnya.
“Saya rasa, hampir dalam momen apapun, setiap lembaga mesti melakukan kolaborasi bersama pihak manapun, karena kita tidak bisa sendirian,” ujar Uskup Agustinus, menutup wawancara pagi itu di Kantor Gubernur (31/03).
Selanjutnya, Istri Gubernur Kalimantan Barat, yang sekaligus merupakan Bupati Kabupaten Mempawah, Erlina, turut menyambut hangat rombongan Keuskupan Agung Pontianak.
Erlina mengenang kehadirannya saat peresmian Rumat Retret Santo Johanes Paulus II Anjongan yang waktu itu, beliau-lah yang meresmikan patung Santo Johanes.
Erlina mengungkapkan bahwa, jangan sungkan untuk berkomunikasi dengan pihak pemerintahan Kabupaten Mempawah yang berkaitan dengan Keuskupan Agung Pontianak dimana tentunya berdasarkan kepentingan banyak orang, ia siap untuk membantu dan hadir sekiranya waktu dan kesempatan yang cocok.
Uskup Agustinus bersama rombongan dalam Silahturahmi Idulfitri 2025 di Pendopo Gubernur Kalbar.
Usai menyambangi Pendopo Gubernur, rombongan Uskup Agustinus beranjak ke rumah kediaman Kapolda Kalbar, Irjen Pol. Pipit Rismanto S.I.K., M.H., dan selanjutnya ke Pangdam XII/Tpr Mayjen TNI Jamallulael, S.Sos., M.Si.
Hari Idulfitri di hari pertama itu, tampak bahwa serangkaian kunjungan silahturahmi yang dilakukan oleh rombongan Uskup Agustinus sebagian dari harapan kemanusiaan yang dipererat melalui keberagaman agama.
Menurut Uskup Agustinus, melakukan kunjungan silahturahmi tersebut memiliki dampak imperatif kategoris pada dimensi persaudaraan antar umat beragama. Dengan itu, terlahir harapan toleransi yang kian dewasa. (Samuel_KOMSOSKAP).
Kegiatan Verifikasi Implementasi STBM Pilar 1 untuk Percepatan Deklarasi Open Defecation Free (ODF) Stop Buang Air Besar Sembarangan di Desa Angkaras Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak, Selasa, 18 Maret 2025.
Pontianak, MajalahDUTA.com – Adapun kegiatan verifikasi ini dihadiri oleh Kepala Dinas yang diwakili oleh Bapak Fran Herwin, Camat Menyuke Bapak Apentinus, S.Sos., M.E., Danramil Fauzi, Babinkamtibmas Efdi, Kepala Puskesmas Edi, S.Tr. Gizi, Ketua PKK Kecamatan, Kepala Desa Angkaras yang diwakili oleh Sekretaris Desa, BPD Angkaras, serta Perangkat Desa Angkaras.
Letak Desa Angkaras, Kecamatan Menyuke, Kabupaten Landak, berbatasan dengan Desa Ta’as di sebelah utara, Desa Songga di sebelah selatan, Desa Darit di sebelah barat, dan Desa Ladangan di sebelah timur. Topografi desa ini didominasi oleh dataran rendah dan rawa. Sebagian besar warga bekerja sebagai petani dan pekebun. Terdapat 320 unit rumah dengan 414 Kepala Keluarga (KK), dan sebanyak 157 unit rumah masih belum memiliki fasilitas penampungan dan pembuangan yang layak.
Dasar dari kegiatan ini mengacu pada Peraturan Bupati Landak Nomor 3 Tahun 2023 tentang Stop Buang Air Besar Sembarangan. Kegiatan ini dimulai pada 10 Februari 2025 dan berakhir pada Kamis, 13 Maret 2025 yang lalu.
Sebelum kegiatan ini dimulai, dilakukan pengecekan langsung di lapangan. Camat Menyuke, Bapak Apentinus, S.Sos., M.E., dalam arahannya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Landak, Puskesmas, Babinsa, Babinkamtibmas, BPD, serta Pemerintah Desa Angkaras yang telah berkomitmen dan bersinergi dalam menyukseskan program pemerintah ini. Beliau berharap program ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat serta membantu pemerintah desa dalam menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.
Beliau juga menyoroti kebiasaan masyarakat yang lebih mengutamakan membangun rumah tetapi sering mengabaikan pembangunan fasilitas sanitasi, seperti WC. Oleh karena itu, beliau menegaskan bahwa hal ini perlu ditindaklanjuti dengan serius. Ke depan, diharapkan dapat dibuat Peraturan Desa agar masyarakat tidak lagi membuang air besar sembarangan di wilayah Desa Angkaras, Kecamatan Menyuke.
Kegiatan Verifikasi Implementasi STBM pilar 1 untuk Percepatan Deklarasi Open Defecation Free (ODF) Stop Buang Air Besar Sembarangan di Desa Angkaras Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak, Selasa, 18 Maret 2025.
Selain itu, beliau menambahkan bahwa menjelang masa purnatugasnya, beliau berharap kegiatan ini dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain yang belum melaksanakan program Open Defecation Free (ODF) agar segera mengikuti langkah yang sama.
Kepala Dinas Kesehatan yang diwakili oleh Bapak Fran Herwin juga menyampaikan apresiasi terhadap keberhasilan kegiatan ini. Menurutnya, tanpa kerja sama dan komitmen yang baik, program ini tidak akan dapat berjalan dengan lancar. Melalui verifikasi akhir ini, Desa Angkaras secara resmi dinyatakan telah melaksanakan program Open Defecation Free.
Di Kabupaten Landak sendiri terdapat 156 desa di 13 kecamatan, dan saat ini Desa Angkaras menjadi desa ke-16 yang berhasil melaksanakan percepatan ODF. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Desa Angkaras, mengingat program ini baru dimulai pada tahun 2025. Beliau juga berharap agar Deklarasi Open Defecation Free (ODF) dapat segera dilaksanakan dan dihadiri langsung oleh Bupati Landak.
Setelah pengarahan selesai, kegiatan ini dilanjutkan dengan pembagian tim menjadi empat kelompok untuk turun langsung ke lapangan guna melakukan verifikasi data akhir.
Sumber: Sekretaris Desa Angkaras Rino Ritulin, S.M.
Aan Baget dan Syentia (2025) Launching Mini Album_Foto Media Picture
Duta Pontianak | Pada malam yang penuh corak sastra itu, Sabtu 15 Maret 2025, Weng Coffee Pontianak jalan Reformasi menjadi saksi sebuah peristiwa penting dalam dunia musik sastra Dayak Kalimantan.
Mini album terbaru Aan Baget yang berjudul “Nape Gajian”, “Bangok”, “Sorry Adi’a”, “Padi Poe’”, dan “Sunsakng Cagat”, diluncurkan secara resmi di acara yang penuh dengan nuansa santai dengan corak kebudayaan Dayak.
Dihadiri juga oleh rekan artis Dayak diantaranya ada Sari Basule, Eva Belisima dan Uwing bersamaan dengan undangan artis Dayak Generasi 3 dan rekan awak media partnernya.
Penampilan itu, tak hanya menjadi ajang perayaan karya-karya Aan Baget, acara tersebut juga menjadi tonggak sejarah bagi musik Dayak yang kian diperkenalkan ke khalayak lebih luas, bahkan hingga ke dunia internasional.
Aan Baget, musisi asal Dayak Kanayant, yang selama ini dikenal dengan karya-karya musik yang sangat mencerminkan kehidupan dan budaya masyarakat Dayak, kini semakin menunjukkan komitmennya dalam memperkenalkan kekayaan budaya Kalimantan kepada dunia.
Dalam acara tersebut, selain merilis mini album yang sudah lama dinantikan oleh para penggemarnya, Aan Baget juga turut memperkenalkan generasi penerus seni Dayak, yakni artis Dayak generasi keempat alias peserta TOP 15 artis Dayak Generation Sesion 4.
Top 15 artis tersebut dari Kabupaten Landak ada Jery Fernando, Praveta Sahara, Angga Albari, Epa Selpia Falentina dan Nomi.
Kemudian ada Yufita Nefi Anggie Kabupaten Sambas, Yohanes Topan Kabupaten Sekadau, Julyan Ananda Kabupaten Ketapang, Ozi Christiandi Kota Pontianak, Duo Buday Kabupaten Melawi, Oktapianus Ande Kabupaten Ketapang, Markurius Krismantoro Kabupaten Sanggau, Sofia Bagassidi Kabupaten Mempawah, Fransiskus Kabupaten Bengkayang dan Dominikus Roni Sianturi Kabupaten Putussibau.
Keberanian Aan Baget untuk menghadirkan wajah-wajah muda dalam dunia sastra musik tradisional itu semakin menegaskan bahwa seni dan budaya Dayak bukan hanya milik mereka yang lebih tua, tetapi juga milik generasi masa depan.
Mini Album Aan Baget (2025)
Peluncuran yang Menggugah
Acara peluncuran mini album yang berlangsung semalam (Sabtu 15 Maret 2025) di Weng Coffee Pontianak tampaknya mengundang banyak perhatian.
Sejumlah penggemar, penggiat musik, serta orang muda, baik di Pontianak dan orang muda luar daerah datang berbondong-bondong untuk menikmati penampilan dari musisi yang telah lama berkecimpung dalam dunia musik Dayak itu.
Terlebih lagi, mereka juga mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan penampilan istri Aan Baget, Syentia, seorang artis Dayak yang juga turut menyemarakkan acara tersebut dengan lagu-lagu khas Dayak Kanayatn.
Melalui mini album Aan Baget menunjukkan dengan jelas bahwa lagu-lagu Dayak dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa menghilangkan esensi dari identitas budaya itu sendiri.
Lagu-lagu dalam mini album ini tidak hanya menggambarkan kehidupan sehari-hari orang Dayak, tetapi juga mengangkat tema-tema sosial dan budaya yang relevan untuk seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu lagu yang paling mencuri perhatian adalah “Nape Gajian”, “Bangok”, “Sorry Adi’a”, “Padi Poe’”, dan “Sunsakng Cagat” yang berbicara tentang ‘manisfestasi’ renungan masyarakat kehidupan sehari-hari dengan sentuhan humor terutama kedekatan lirik dengan keseharian pendengar.
Selain itu, lagu-lagu lainnya seperti “Bangok,” yang selama ini banyak menjadi kontroversi di dunia Media Sosial ‘Tiktok’. Aan Baget menilai bahwa lagu tersebut merupakan satir, humor yang tak terlepas di-keakraban persahabatan maupun dapat menjadi sindiran untuk konteks tertentu.
Energi yang Menyatu dengan Musik
Tak hanya Aan Baget yang memikat perhatian penonton, tetapi juga kehadiran Syentia, sang istri yang tidak kalah berbakat.
Dia, yang dikenal sebagai salah satu artis Dayak, turut meramaikan acara dengan penampilan vokal yang penuh penghayatan. Syentia membawakan beberapa lagu yang mampu membuat suasana semakin hangat dan emosional. Keberadaan dia bukan hanya sebagai pendamping Aan Baget, tetapi juga sebagai kolaborator dalam memajukan musik Dayak.
Dalam setiap penampilannya, berhasil menyampaikan pesan-pesan yang terkandung dalam lirik-lirik lagu Dayak dengan cara yang menyentuh hati para penonton.
Syentia sendiri mengungkapkan bahwa keberadaannya dalam dunia musik Dayak bukan hanya sekadar untuk tampil, tetapi juga untuk memperkenalkan budaya Dayak kepada generasi muda, dan melalui acara ini, mereka ingin memberikan motivasi bahwa setiap orang bisa berkarya, tidak peduli dari latar belakang mana pun.
Dalam wawancara setelah acara, Syentia mengatakan musik adalah bahasa universal yang bisa menyatukan setiap pendengarnya. Dia ingin menunjukkan bahwa musik Dayak itu tidak hanya milik Kalimantan, tetapi bisa dinikmati di seluruh Indonesia bahkan internasional.
Sari Basule dan Eva Belisima (2025) Weng Coffie Reformasi Pontianak _ Foto Media Picture.
Dalam kehidupan sehari-hari juga Syentia menganggap bahwa sikap dan perilaku untuk terbuka dengan masyarakat menjadi nilai pokok dan yang paling utama. Karena baginya, artis akan disebut artis jika ada yang menghargai dan mendengarkan musik mereka.
“Tanpa masyarakat, kami bukanlah apa-apa. Kami disebut artis karena mereka yang mengenal kami sebagai penyanyi Dayak, oleh karena itu jika berhadapan dengan masyarat kami sangat membuka diri untuk saling menghargai sebagaimana mestinya berinteraksi seperti biasa pada masyarakat,” kata Syentia dalam wawancara (15/03/2025).
Membangkitkan Kesadaran Kultural
Salah satu hal yang menarik perhatian dalam acara itu betapa Aan Baget sangat berkomitmen untuk menggunakan musik sebagai alat untuk menyuarakan kritik sosial dan budaya. Melalui lirik-lirik yang penuh dengan satir dan sindiran, Aan Baget berusaha memberikan refleksi atas masalah-masalah yang ada dalam kehidupan masyarakat, baik itu tentang tradisi yang terlupakan, isu sosial, ataupun kesadaran lingkungan.
Lirik-lirik dalam mini album ini tidak hanya sekadar menghibur, tetapi juga mengajak para pendengar untuk merenung dan membuka mata terhadap isu-isu yang selama ini terabaikan.
Salah satu contoh yang cukup menarik adalah lagu “Bangok,” yang menyampaikan sindiran tajam terhadap fenomena sosial tertentu dengan cara yang halus namun penuh makna.
Bagi mereka yang tidak memahami konteks budaya Dayak, lagu ini bisa jadi terasa kontroversial, tetapi bagi masyarakat Dayak, ini adalah bentuk ekspresi yang sangat relevan dan sesuai dengan realita yang mereka hadapi.
Aan Baget sendiri mengungkapkan bahwa musik merupakan media yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
“Melalui musik, saya ingin orang-orang tidak hanya menikmati irama, tetapi juga merenungkan pesan yang ada di dalam liriknya. Musik Dayak bukan hanya tentang irama dan suara, tetapi juga tentang identitas kita, budaya kita, dan pesan-pesan sosial yang ingin kita sampaikan,” kata Aan Baget (15/03/2025).
Dia juga mengatakan bahwa ini kali pertamanya dilakukan launching resmi se-tanah Borneo terlebih bagi mereka yang ‘menyandang’ status ‘artis’ Dayak. Dia berterima kasih Weng Coffie Pontianak menyediakan panggung untuk membuat acara launching mini albumnya dan tampaknya ini baru satu-satunya kegiatan yang dilakukan oleh pengiat musik sastra Dayak.
Launching Mini Album (2025)_Foto Media Picture.
Menyatukan Generasi Muda
Dalam acara peluncuran mini album ini, terlihat jelas semangat untuk melestarikan budaya Dayak yang juga disampaikan kepada generasi muda. Di tengah dominasi musik modern yang seringkali meninggalkan nilai-nilai tradisional, Aan Baget bersama dengan manajemen Kakondan Studio berusaha untuk menjaga agar musik Dayak tetap hidup dan berkembang.
Salah satu bentuk dukungannya adalah dengan memberikan kesempatan kepada artis Dayak generasi muda untuk turut tampil dan menunjukkan bahwa mereka siap untuk meneruskan tongkat estafet seni budaya Dayak.
Selain itu, acara ini juga menunjukkan bahwa musik Dayak mampu menembus batas wilayah dan dikenal lebih luas. Kehadiran ratusan anak muda di Weng Coffee menunjukkan bahwa musik Dayak kini mulai mendapatkan tempat di hati generasi milenial dan generasi Z, yang sebelumnya mungkin tidak terlalu familiar dengan alunan sastra musik tradisional itu.
Aan Baget dan Syentia berharap, dengan acara ini, mereka bisa menginspirasi para musisi muda untuk terus berkarya dan memperkenalkan kekayaan budaya mereka kepada dunia.
Undangan Launching Mini Album (2025)_Foto Media Picture.
Melestarikan Warisan Budaya Dayak
Di balik setiap alunan musik yang dimainkan oleh Aan Baget dan Syentia, ada semangat untuk melestarikan warisan budaya Dayak yang sudah ada sejak lama. Karya-karya yang mereka ciptakan adalah sebuah pengingat bahwa meskipun dunia telah berubah, tetapi budaya dan bahasa Dayak tetap memiliki tempat di dunia seni Indonesia.
“Mini album yang kami luncurkan bukan hanya sekadar karya seni, tetapi juga upaya untuk mengenalkan kekayaan tradisi ini kepada generasi mendatang, sekaligus mengingatkan bahwa berkarya jangan dengan cara merendahkan karya orang,” kata Aan Baget (15/03/2025).
Dia juga menggarisbawahi, terutama bagi artis-artis muda pengiat musik Dayak, agar tidak saling menjatuhkan. Sebab baginya, untuk naik tingkat tidak perlu ‘menjelek-kan’ pihak lain, tetapi fokuslah pada karya. Karena hanya dengan karya, kualitas sesorang dapat dihargai, bukan karena sentimen dan sebagainya.
Melalui kolaborasi itu, Aan Baget, Syentia, dan manajemen Kakondan Studio berharap dapat memperkenalkan dan menjaga keberagaman budaya sastra Kalimantan terlebih khusus Bahasa Dayak Kanayatn agar orang muda dari sub suku apapun, dapat menghargai dan melestarikan budaya mereka.
Bersama 15 Top Artis Dayak Generasi 4 (2025)
Untuk itu, Launching mini album yang dilakukan ini sekaligus mengangkat anak-anak muda calon artis dayak berbagai daerah, lebih khusus berbagai kabupaten yang ada di Kalimantan Barat bisa dikenal dan memiliki semangat sebagai musisi dan pelestari budaya.
Mereka percaya bahwa seni adalah alat yang sangat kuat untuk menyuarakan harapan-harapan akan masa depan yang lebih baik.
Acara peluncuran mini album Aan Baget di Weng Coffee Pontianak malam tadi (Sabtu, 15 Maret 2025) telah sukses mencatatkan dirinya sebagai salah satu peristiwa penting dalam perjalanan musik Dayak.
Tidak hanya memperkenalkan karya terbaru, tetapi juga membuktikan bahwa budaya Dayak tetap relevan dan siap bersaing di dunia musik nasional dan internasional. (Samuel_Journalist).