Sunday, September 21, 2025
More
    Home Blog

    Terbuka untuk Semua – Catholic Youth Revival (Volume 2.0) Menghadirkan “Set the Fire” di Gereja Katedral St. Yosef Pontianak

    Catholic Youth Revival (Volume 2.0) - "Set the Fire"

    MAJALAHDUTA.COM, PONTIANAK– 22 September 2023 – Bertempat di Gereja Katedral St. Yosef Pontianak dengan gembira mengundang semua orang untuk bergabung dalam perayaan spiritual yang luar biasa!

    Tanggal 27 September 2023, mulai pukul 19.00 WIB, kita akan mengalami momen rohani yang mendalam dalam “Catholic Youth Revival (Volume 2.0)” dengan tema utama: “Set the Fire”.

    Praise & Worship, Drama, Kesaksian, dan Pelayanan Doa akan menjadi bagian penting dari malam yang penuh berkat ini.

    Acara ini akan diramaikan oleh Metusalah Worship, yang akan membawa pengalaman penyembahan yang tak terlupakan.

    Acara ini terbuka untuk umum, jadi ajaklah keluarga dan teman-teman Anda untuk bergabung dalam kebahagiaan ini.

    Ini adalah kesempatan yang sempurna untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan membagikan momen kebersamaan dengan komunitas Anda.

    Jadi, tandai tanggalnya di kalender Anda, dan mari kita bersatu dalam cinta dan penyembahan di Catholic Youth Revival (Volume 2.0) – “Set the Fire” di Gereja Katedral St. Yosef Pontianak pada tanggal 27 September 2023.

    Jangan lewatkan pengalaman spiritual ini yang memukau! Yuk ikuti…

    Editor: MajalahDUTA.Com
    Sumber: Panitia

    Mgr. Agustinus Agus Ungkapkan Misi Pendidikan Keuskupan Harus ditangani dengan Serius

    Pelantikan Direktur Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta pada Senin, 21 Juni 2021-Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Pontianak.

    MajalahDUTA.Com, Pontianak – Orang yang bekerja di dalam lembaga misi pendidikan milik Keuskupan Agung Pontianak harus serius dan mampu melihat kemungkinan perkembangan zaman. Hal ini diungkapkan Uskup Agung Pontianak, Mgr Agustinus Agus dalam sambutannya di Pelantikan Direktur Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta pada Senin, 21 Juni 2021.

    Acara pelantikan direktur Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta dilaksanakan di Gedung Akper dan Akbid yang dihadiri langsung oleh segenap pengurus Yayasan dan Imam yang bertugas dalam misi Pendidikan itu.

    Acara tersebut dimulai tepat pada Pukul 10.00 WIB yang didahuli dengan menyayikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, doa pembukaan yang dibawa oleh RP Mingdry Hanafi Tjipto, OP dan langsung dilanjutkan pembukaan sidang senat terbuka.

    Acara tersebut dilakukan dengan pembacaan surat keputusan dan dilanjutkan dengan pelantikan direksi Akper Dharma Insan dan Direksi Akbid Santa Benedicta untuk masa bakti 2021-2022. Adapun yang dilantik yakni Ns Florensius Andri, M.Kep sebagai direktur Akper Dharma Insan, Ns Lydia Moji Lautan, M.Kep sebagai W.K I, Ns Eben Haezer Kristian, M.Kep sebagai W.K II dan Ns Usu Sius, S.Kep, M. Biomed sebagai W.K III.

    Baca Juga: Para Imam di Mozambik mengecam penculikan “ratusan” anak-anak oleh para Jihadis

    Sedangkan untuk kepengurusan Akbid yaitu, Trivina, SST., M.Kes sebagai Direktur Akbid St. Benedicta, Agnes Dwiana Widi Astuti, S.Si.T.,M.Kes sebagai W.K I, Tri Maharani, SST., M.K.M sebagai W.K II dan Efrosina Ludovika Kalista, SST., M.K.M sebagai W.K III.

    Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus mengucapkan selamat kepada pengurus Direksi baru untuk Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta dan sekaligus berterima kasih kepada pengurus yang lama karena paling tidak sudah pernah mengambil andil dalam kepengurusan dan perkembangan pendidikan selama ini.

    Dalam sambutannya, Mgr. Agustinus Agus mendukung penuh langkah-langkah yang diambil oleh ketua Yayasan.

    “Jangan menoleh ke belakang, kedepan kita harus berani berubah, berani mengambil langkah-langkah yang tidak biasa. Karena yang kita hadapi ini sudah tidak biasa lagi. Maka jika kita mengambil langkah yang biasa lagi maka kita akan ketinggalan,” kata Uskup Agus.

    Baca Juga: Paus Fransiskus ungkapkan bahwa orang miskin memungkinkan manusia untuk menemukan wajah sejati Bapa

    Mgr. Agustinus Agus mengungkapkan bahwa hati nya sungguh ada untuk Akper dan Akbid selaras dengan mimpinya bahwa anak kampung pun bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

    “Saya tidak mau kembali pada politik masa lalu,” lanjut Uskup, “dan tolong mari kita bangkit bersama. Berani berubah dan berani mengambil langkah-langkah yang luar biasa. Agar eksistensi Akper dan Akbid sungguh-sungguh dirasakan semua orang.”

    Iman Katolik Harus Menjadi Inspirasi

    Sebagai pemilik Akper Dharma Insan dan Akbid St. Benedicta, Mgr. Agustinus Agus mengungkapkan bahwa seluruh karya gereja dimanapun ia berada, harus mengedepankan kepentingan orang banyak Akper dan Akbid ini jelas milik Katolik dengan nuansa Katolik.

    “Dan iman katolik harus menjadi inspirasi dan kita harus melaksanakannya terutama pelayanan untuk kepentingan orang banyak tetap menjadi fokus utama dan harus kita kedepankan,” lanjut Uskup. “Bukan hanya untuk kepentingan umat katolik saja, apalagi untuk karyawan-karyawan saja tetapi untuk banyak umat dan banyak orang, mohon maaf.”

    Baca juga: Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Direktur Akper Dharma Insan dan Akbid Santa Benedicta Pintianak Periode 2021-2022

    Dalam sambutannya Uskup Agung Pontianak mengutip Gaudium et Spes nomor 1 dalam salah satu ensiklik yang diterbitkan setelah Konsili Vatikan ke II tahun 1965 dikatakan “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini, terutama yang miskin dan terlantar adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Yesus.”

    Mgr. Agus menegaskan tidak pernah gereja Katolik hanya memperhatikan kelompoknya. “Ini harap diketahui,” tambah Uskup, Yang paling penting cara orang katolik berkarya harus didorong dari inspirasi iman katolik itu.

    Baca Juga: Tahta Suci: Tempat-tempat warisan budaya religius harus dilindungi dan dipromosikan

    Dalam sambutan itu, Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus juga mengungkapkan pentingnya belajar teknologi yang ada dewasa ini. “Memang sekarang zamannya kecepatan dan perkembangan Teknologi, maka dari itu pentingnya kita menghayati itu semua dan mempraktekkanya untuk kepentingan banyak orang dan pelayanan.”

    Inovasi adalah kata kunci

    Kesempatan yang sama itu pula, RP Johanes Robini Marianto, OP sebagai ketua Yayasan mengisahkan kisah tentang brand HP Nokia yang melegenda namun sangat kelam perjalanan bisnis Nokia tersebut.

    RP Robini mengisahkan “siapa dari kita yang tidak kenal brand HP Nokia? Merk ini melegenda di akhir 1990-an dan tahun 2000-an,” katanya. “Kita semua pasti pernah memegang HP Nokia. Tetapi sekarang: “Siapakah yang memakai HP merk Nokia?” Nokia bahkan dikabarkan bangkrut dan diakuisisi oleh Microsoft di tahun 2013. Dikatakan factor utama dari awal kehancuran Nokia adalah mulai adanya Apple di tahun 2007 dengan Iphone.”

    Ia juga mengutip Kompas.com yang mengatakan ada tiga (3) kesalahan Nokia; yaitu (1) kualitas teknologi, (2) arogansi manajemen yang tidak mau mendengar dan melihat perubahan, dan (3) lemahnya visi misi (Kompas.com 30 Maret 2021). Ketiga kesalahan ini membuat Nokia tidak bisa inovasi. Inovasi adalah kata kunci untuk perkembangan (kemajuan), mendengarkan pasar, dan kreativitas untuk selalu memunculkan hal baru yang menantang dan canggih. Kegagalan ini membuat Nokia tidak lagi menjadi “leading” (bahkan jatuh terperosok) di teknologi HP dunia,

    Tiga puluh (30) tahun yang lalu semua pasti mengenal SPK yang kemudian berevolusi menjadi AKPER dan AKBID. Saat itu kita ini “leading industry” (kalau boleh dikatakan demikian) di dunia Pendidikan keperawatan dan kebidanan. Mungkin saat itu kita satu-satunya yang ada dan masyarakat Kalbar tidak ada pilihan.

    Baca Juga: Mahasiswa STKIP Pamane Talino lakukan Bakti Pendidikan di Tumbang Raeng

    “Sepuluhan (10-an) tahun yang lalu mulai muncul AKPER/AKBID lainnya di kota Pontianak atau Kalbar,” lanjut Pastor Robini, “Mereka bahkan sudah mendahului kita di program studi yang bukan hanya D3, melainkan S1. tu sudah satu inovasi! Kita belum bicara, dan saya belum tahu juga, bagaimana dosen mereka (tentu ada hubungan dengan rekruitmen) dan juga visi-misi mereka serta jaringan yang mereka miliki. Sekarang kita berteriak kurang mahasiswa/mahasiswi dst dst. Indikator utama memang angka mahasiswa. Belum lagi isu-isu yang berkembang tentang kita. Saya katakana “isu” karena bisa benar/bisa tidak.”

    “Kita memang masih punya nama. Yes! Bupati Carolin mengatakan di depan umum dan kepada saya pribadi. Namun banyak yang mengingatnya sebagai kejayaan tempo doeloe,” tambah Pastor Robini.

    Business is NOT as usual

    Dalam sambutan itu, RP Johanes Robini Marianto, OP mengungkapkan bahwa masalah manajemen menjadi besar kalau saya katakan, secara alam bawah sadar, kita jatuh pada “arogansi manajemen” yang turut menghancurkan Nokia; yaitu tidak mau mendengar pasar, tidak mau berubah dan adaptasi serta inovasi, dan hanya mengandalkan kejayaan masa lalu. “Kita kalau tidak sadar dan terbuka mengakui masalah kita (bukan hanya menyangkal atau denial), saya khawatir kita akan menjadi Nokia baru!” tambahnya.

    “Ketika kita melantik direksi-direksi baru, sebagai Ketua Yayasan, saya mengingatkan beberapa hal,” kata Pastor Robini.

    Business is NOT as usual! Hal ini diperparah dengan pandemi Covid-19. Tidak ada yang paten lagi. Dahulu kita tidak kenal Zoom. Sekarang semua tahu dan terpaksa harus tahu Zoom. Prediksi ke depan, paling tidak lima (5) tahun ke depan, masalah Covis-19 masih akan menghantui kita. Dan bukan hanya itu saja, pola yang tercipta dengan pemakaian tehnologi di dunia Pendidikan sudah mulai memasuki generasi 4.0. Disrupsi, kata orang.

    “Maka kalau kita masih berpikir, sadar atau di bawah sadar, dunia masih kayak 3 tahun yang lalu, kita sudah sangat sangat salah,” katanya.

    Untuk itu inovasi dibutuhkan. Inovasi di dalam kurikulum, metode pengajaran dengan mengikutsertakan tehnologi, kebutuhan akan daya saing dengan para “competitor,” dan strategi marketing yang up to date. Kalau tidak ada, maka kita akan menjadi Nokia.

    Baca Juga: Paus kepada para imam: Jadilah “gembala dengan ‘bau domba'”

    Pandemi, sekali lagi, adalah “winter is coming!” Maka akan terjadi kompetisi hebat untuk bisa hidup; dan kompetisi kali ini bukan lagi dengan competitor melainkan dengan kenyataan pandemi dan pasca pandemi. Untuk menjadi inovatif, maka lepaskanlah arogansi masa lalu karena kenyataannya kita sudah jatuh banyak. Pengurus baru harus berani inovasi dan itu dibutuhkan bukan hanya keberanian melainkan kreativitas dan tidak bisa mengandalkan masa lalu.

    Pastor Robini mengingatkan pengurus agar perlu meredefinisikan masa depan institusi ini yang akan dituju. Untuk itu direvisi Statuta yang menekankan visi dan misi baru. Pendidikan kalau sekarang hanya mencari pemasukkan atau kasarnya uang; akan gagal. Institusi Pendidikan harus memberikan value (nilai).

    Nilai (value) ini akan menjadi uang! Value yang benar terletak pada efeknya dirasakan para mahasiswa-mahasiswi, masyarakat pengguna dan tentunya pemerintah daerah. Untuk meningkatkan value mereka harus mulai dengan Jaringan (supply chains) dan tentunya merupakan kerja berat tiga periode jabatan para direksi ini.

    Pengurus yang baru harus bisa membuat jaringan (supply chains), inovasi dan kerja keras. Ini tentu bukan hanya para direksi; melainkan semua. Sebenarnya, jujur, tugas Direktur adalah jalan-jalan membuka koneksi (connectedness). Kalau direktur selalu di kantor urus administrasi saja; maka anda semua bukan pemimpin.

    Baca Juga: Prajurit Yonzipur 6/SD Ikuti Uji Kenaikan Sabuk Hijau ke Putih

    Pengurus hanyalah “penjaga kendang/gawang.” Para Direktur haruslah menjadi leader yang bisa membuat koneksi dengan semua stakeholders untuk menaikkan nilai (value) kedua Lembaga ini dan menjadikan kedua Lembaga ini mempunyai reputasi. Koneksi yang pengurus bangun harus berbentuk program dan proyek yang, bisa mengembangkan kedua Lembaga ini. Pengurus dibantu para wakil direktur dan yayasan tambah lagi Sekjend. Itu artinya administrasi sudah ada yang urus. Tugas para direktur adalah bertemu dengan masyarakat, pemda dan users (pengguna lulusan).

    Maka Pastor Robini harap ini sungguh dipikirkan dan direnungkan.

    Pastor Robini mengharapkan dengan pelantikkan kali ini merupakan awal kebangkitan dari kedua Lembaga yang telah susah payah dirintis para Misionaris dalam Misi Gereja di Borneo.

    Baca Juga: Gedung Baru Semangat Baru STKIP Pamane Talino

    Sebagai Dewan Pembina Yayasan Landak Bersatu dan Anggota DPR RI, Dr. Adrianus Asia Sidot mendukung penuh misi pendidikan yang dimulai oleh Keuskupan Agung Pontianak.

    Ini adalah tonggak baru perkembangan pendidikan di Akademi Perawat Dharma Insan dan Akademi Kebidanan St. Benedicta.

    Ia berdoa dengan adanya tonggak baru dan sejarah baru ini, apa yang menjadi harapan oleh Uskup Agung Pontianak dan ketua yayasan harus betul diwujudkan, apalagi sekarang di era 4.0, atau barangkali di negara lain sudah 5.0.

    Kita sendiri masih berkutat pada 4.0 yang dimana kita sendiri juga masih belajar untuk menguasai perkembangan tersebut. Untuk itu harapan saya direksi yang baru ini harus responsive dan peka dengan perkembangan dunia yang terjadi, “ karena perubahan tidak bisa kita hindari.”-)*

    Bahasa Indonesia Sebagai Penopang Karakter dan Jati Diri Generasi Muda

    Drs. Suardi, M.Pd - Dosen Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa Pontianak - Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo.

    Duta, Pontianak | Di tengah derasnya arus globalisasi dan ledakan teknologi komunikasi, bahasa kerap dipandang hanya sebagai alat praktis untuk menyampaikan pesan. Pandangan ini keliru. Bahasa, khususnya bahasa Indonesia, bukan sekadar medium berbicara atau menulis; ia adalah rumah kebudayaan, cermin moral, dan fondasi pembentukan karakter generasi penerus bangsa. Tanpa kesadaran mendalam terhadap peran ini, kita akan menyaksikan degradasi identitas nasional yang pelan tetapi pasti.

    Sejak Sumpah Pemuda 1928, bahasa Indonesia telah diikrarkan sebagai bahasa persatuan. Pengakuan itu kemudian ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 dan 36C yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan menuntut perlindungan hukum. Artinya, bahasa Indonesia tidak hanya memiliki nilai praktis, tetapi juga martabat konstitusional. Ia mengikat lebih dari 700 kelompok etnis dalam satu simpul identitas. Dari Aceh hingga Papua, bahasa Indonesia menjadi jembatan komunikasi yang memungkinkan kita menyebut diri sebagai bangsa, bukan sekadar kumpulan suku.

    Namun, di era modern, posisi ini kian diuji. Fenomena “gengsi berbahasa asing” menjadi pemandangan sehari-hari. Di media sosial, ruang kuliah, hingga obrolan santai, campur-campur bahasa Inggris kerap dianggap keren, sementara bahasa Indonesia dipandang kuno. Generasi muda, termasuk pelajar dan mahasiswa, merasa lebih percaya diri bila menaburkan istilah asing, seolah mutu intelektual diukur dari seberapa banyak kata serapan barat yang bisa diselipkan. Di sisi lain, bahasa gaul yang lahir dari kreativitas urban juga sering jauh dari kaidah tata bahasa yang baik dan benar. Gejala ini bukan sekadar perubahan selera, tetapi refleksi krisis kebanggaan terhadap jati diri.

    Padahal, penguasaan bahasa Indonesia yang baik memiliki fungsi jauh lebih besar daripada sekadar gaya bicara. Bahasa yang terstruktur menuntun pikiran yang teratur. Seseorang yang mampu menulis dan berbicara secara logis biasanya juga berpikir sistematis. Dari sinilah karakter terbentuk: kesabaran untuk merangkai kalimat dengan cermat, kejujuran dalam mengekspresikan gagasan, dan kesopanan dalam memilih kata. Sebaliknya, penggunaan bahasa secara serampangan sering berbanding lurus dengan pola pikir yang semrawut.

    Pakar pendidikan Mulyasa menegaskan bahwa bahasa Indonesia berperan sebagai penunjang pembangunan sosial, politik, dan budaya. Ia bukan hanya sarana komunikasi, tetapi wadah ekspresi emosi, harapan, dan gagasan yang kemudian mewujud menjadi tindakan.

    Artinya, penguasaan bahasa berkorelasi langsung dengan kapasitas intelektual dan emosional. Dalam konteks mahasiswa, pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi seharusnya tidak dipandang sebagai mata kuliah formalitas, melainkan proses pembentukan karakter. Melatih keterampilan menyimak menumbuhkan sikap setia dan menghargai pendapat orang lain. Membaca dengan teliti mengasah ketajaman analisis. Berbicara dan menulis dengan teratur melatih keberanian menyampaikan ide secara jernih, sekaligus mengajarkan tanggung jawab terhadap kata-kata sendiri.

    Fungsi ganda bahasa Indonesia—sebagai cermin kepribadian dan alat pemersatu—membuatnya memiliki peran strategis dalam pengembangan bangsa. Pertama, bahasa adalah identitas moral. Ungkapan “bahasa menunjukkan bangsa” bukan sekadar pepatah. Ketika masyarakat terbiasa berbahasa dengan santun, teratur, dan jelas, citra bangsa pun terangkat. Kedua, bahasa Indonesia adalah perekat kebhinnekaan. Di tengah keragaman suku, agama, dan budaya, ia menyediakan ruang perjumpaan yang memungkinkan kita saling memahami tanpa kehilangan akar lokal. Ketiga, bahasa adalah wahana pewarisan pengetahuan dan budaya. Melalui bahasa Indonesia, cerita rakyat, tembang, dan ilmu pengetahuan dapat diteruskan lintas generasi. Dan keempat, bahasa menumbuhkan identitas nasional: rasa bangga sekaligus kesadaran bahwa kita bagian dari sejarah bersama.

    Gorys Keraf, pakar linguistik Indonesia, menambahkan dimensi penting lain: kejujuran dan kejelasan dalam berbahasa mencerminkan kejernihan berpikir. Struktur kalimat yang rapi melatih logika. Penggunaan gaya bahasa yang bervariasi menumbuhkan daya tarik dan imajinasi, menumbuhkan kepercayaan diri, bahkan kemampuan persuasif. Lebih jauh, penguasaan bahasa yang baik adalah wujud sikap kebangsaan, mengingat bahasa Indonesia sendiri lahir dari semangat persatuan.

    Jika kita hubungkan seluruh pemikiran itu dengan realitas sekarang, tantangan terbesar generasi muda bukan hanya godaan untuk meninggalkan bahasa Indonesia, tetapi juga kehilangan kesadaran bahwa bahasa adalah alat pembentukan budi pekerti. Sopan santun, integritas, dan kejujuran bukan hanya diajarkan dalam mata pelajaran moral, tetapi juga ditanamkan melalui kebiasaan berbahasa. Ketika seseorang terbiasa menyusun kalimat dengan hormat dan tepat, ia belajar menghargai lawan bicara. Ketika ia berupaya menulis dengan jujur dan tidak memelintir fakta, ia melatih diri untuk berpikir etis.

    Apa yang harus dilakukan? Pertama, dunia pendidikan perlu menempatkan pelajaran bahasa Indonesia sebagai penguatan karakter, bukan sekadar penguasaan tata bahasa. Pembelajaran harus kreatif: mengajak mahasiswa berdiskusi, berdebat dengan argumen yang terstruktur, dan menulis esai yang bernas.

    Kedua, pemerintah dan lembaga kebudayaan mesti memperluas ruang apresiasi bahasa Indonesia di media digital—dari film, musik, hingga konten media sosial—sehingga generasi muda melihat bahasa Indonesia bukan sebagai beban, melainkan kebanggaan. Ketiga, keluarga memiliki peran tak tergantikan. Orang tua yang membiasakan komunikasi santun dan kaya kosakata di rumah memberi teladan paling awal dan paling efektif.

    Kita juga perlu menanggapi realitas globalisasi secara cerdas. Menguasai bahasa asing tentu penting dalam dunia kerja dan ilmu pengetahuan. Tetapi, kebanggaan terhadap bahasa sendiri tidak boleh tergadaikan. Sikap ideal adalah dwibahasa yang sehat: piawai berbahasa asing untuk menjangkau dunia, tetapi kukuh mencintai bahasa Indonesia sebagai pijakan identitas. Sebagaimana pepatah, “Orang yang kehilangan bahasa ibunya ibarat pohon yang kehilangan akar.” Tanpa akar itu, kita akan mudah tercabut dari tanah sejarah.

    Akhirnya, peran bahasa Indonesia dalam pembentukan karakter generasi muda bukan teori belaka. Ia adalah realitas yang kita alami setiap hari. Dari cara mahasiswa menulis skripsi, anak sekolah menanggapi guru, hingga percakapan santai di ruang publik, bahasa membentuk kebiasaan, kebiasaan membentuk watak, dan watak membentuk peradaban. Jika kita abai, peradaban itu rapuh; jika kita peduli, bahasa Indonesia akan terus menjadi pilar bangsa yang kokoh.

    Di era global, identitas tidak perlu dipertentangkan dengan keterbukaan. Justru, semakin kita akrab dengan dunia, semakin penting menegaskan siapa kita. Dan salah satu cara paling nyata untuk menegaskannya adalah dengan mencintai, memelihara, dan menghidupkan bahasa Indonesia dalam tutur, tulisan, dan tindakan sehari-hari. Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi; ia adalah jiwa bangsa. Menjaganya berarti menjaga diri kita sendiri.

    Penulis: Drs. Suardi, M.Pd. 
    Penyunting: Samuel, S.E., M.M. 

    Kunjungan Kanonik Perdana, Mgr. Samuel Teguhkan Semangat Pelayanan di Dekanat Pontianak

    Kunjungan Kanonik Mgr. Samuel di paroki Stella Maris Siatan (4/9/2025)

    Duta, Pontianak | 4-5 September 2025, Dalam semangat pelayanan dan penggembalaan, Administrator Apostolik Keuskupan Agung Pontianak, Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap, melaksanakan kunjungan kanonik perdana ke paroki-paroki di wilayah Dekanat Pontianak. Kunjungan ini merupakan bagian dari tugas resmi seorang uskup atau administrator untuk mengenal lebih dekat realitas pastoral, menyapa para imam, serta meneguhkan semangat pelayanan di tengah umat.

    Kunjungan Kanonik di paroki Tanjung Hulu (4/9/2025)

     Hari Pertama: Bertemu, Menyapa, dan Meneguhkan

    Kunjungan dimulai pada Kamis, 4 September 2025. Sejak pukul 08.30 pagi, Mgr. Samuel memulai perjalanannya dari Gedung Keuskupan menuju Paroki Stela Maria, Siantan. Dari sana, perjalanan dilanjutkan ke Paroki Santo Hironimus, Tanjung Hulu, dan Paroki Santo Agustinus, Sungai Raya, tempat beliau dijamu dengan santap siang bersama yang hangat dan penuh kekeluargaan.

    di paroki Santo Agustinus Sungai Raya (4/9/2025)

    di paroki Santa Sesilia (4/9/2025)

    Usai beristirahat, Mgr. Samuel melanjutkan kunjungan ke beberapa paroki lainnya, yaitu:

    • Paroki Santa Sesilia
    • Paroki Keluarga Kudus, Kota Baru
    • Paroki Maria Ratu Pencinta Damai (MRPD)
    • Paroki Bunda Maria, Jeruju
    • dan terakhir, Paroki Gembala Baik, yang menjadi penutup rangkaian kunjungan hari pertama sekaligus tempat santap malam bersama.

    Kehadiran Mgr. Samuel disambut dengan penuh kehangatan dan antusiasme oleh para pastor, rekan imam, dan umat di setiap paroki. Meskipun jadwal hari itu padat hingga malam hari (sekitar pukul 20.30 WIB), beliau tetap hadir dengan wajah ramah dan hati terbuka.

    di paroki Keluarga Kudus Kota Baru (4/9/2025)

    Dalam kunjungannya, Mgr. Samuel tidak hanya berdialog secara pastoral, tetapi juga secara khusus mengecek catatan-catatan administrasi sakramental di masing-masing paroki, termasuk buku baptis, krisma, perkawinan, dan pelayanan kematian. Ini merupakan bagian penting dari kunjungan kanonik, guna memastikan pelayanan umat dijalankan dengan tertib dan bertanggung jawab.

    “Kunjungan ini bukan hanya untuk berbincang, tetapi juga untuk melihat bagaimana pelayanan nyata dilaksanakan, baik secara pastoral maupun administratif,” tutur Mgr. Samuel.

    di paroki MRPD (4/9/2025)

    Selain itu, beliau juga memberikan berkat kepada umat yang hadir, memperlihatkan kehadiran seorang gembala yang dekat, sederhana, dan peduli.

    Hari Kedua: Kunjungan Bermakna di Ambawang dan Rumah Pelangi

    Pada hari kedua, Jumat 5 September 2025, Mgr. Samuel melanjutkan kunjungannya ke Paroki Santo Fidelis, Sungai Ambawang. Meskipun waktu relatif singkat, kunjungan ini tetap berjalan dengan penuh semangat dan menjadi momen penting bagi umat dan para pelayan pastoral di paroki tersebut.

    Perhentian terakhir kunjungan Mgr. Samuel di Dekanat Pontianak adalah Rumah Pelangi, sebuah tempat yang sangat berarti secara pribadi bagi beliau. Di sinilah, di masa lalu, Mgr. Samuel pernah berkarya selama enam tahun, melayani masyarakat adat dan berjuang melestarikan hutan di kawasan Gunung Benuas. Kunjungan ini sekaligus menjadi momen nostalgia penuh makna, mengingat kembali akar pelayanan pastoral dan ekologis yang pernah beliau jalani sebelum ditahbiskan sebagai Uskup.

    di paroki Bunda Maria Jeruju (4/9/2025)

    “Rumah Pelangi bukan hanya tempat tinggal, tapi tempat di mana saya belajar mencintai bumi dan masyarakat yang menggantungkan hidup padanya,” ungkapnya singkat, penuh rasa.

    Dari Rumah Pelangi, Mgr. Samuel kemudian kembali ke Keuskupan Sintang pada sore hari, melanjutkan tugasnya sebagai Uskup Diosesan, seraya tetap membawa semangat baru dari umat dan para imam di Keuskupan Agung Pontianak.

    di paroki Gembala Baik (4/9/2025)

    Melangkah Bersama dalam Pelayanan

    Kunjungan kanonik ini menjadi langkah awal yang penuh makna dalam masa pelayanan Mgr. Samuel sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Agung Pontianak. Selain sebagai bentuk tanggung jawab struktural Gereja, kunjungan ini sekaligus memperlihatkan gaya kepemimpinan yang membumi, menyapa, dan meneguhkan.

    di paroki Santo Fidelis Sungai Ambawang (5/9/2025)

    “Saya berharap kunjungan ini menjadi penyemangat bagi para imam dalam karya pelayanan, dan memperkuat rasa persaudaraan kita sebagai umat Allah. Terima kasih atas sambutan yang hangat dari semua paroki yang telah saya kunjungi,” tutup Mgr. Samuel.

    Kehadiran beliau menjadi tanda bahwa Gereja tetap berjalan bersama umat, menyapa dari dekat, hadir dalam semangat, dan melayani dengan kasih.#Paul

    Langkah Awal Pelayanan: Mgr. Samuel Menyapa Karyawan dan Bertemu Kuria serta Imam KAP

    Duta, Pontianak | 3 September 2025, mengawali tugasnya sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Agung Pontianak (KAP), Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap, langsung menunjukkan gaya kepemimpinan pastoral yang akrab dan membumi. Hari pertamanya di KAP diisi dengan dua agenda utama yang sarat makna: menyapa para karyawan keuskupan dan mengadakan pertemuan dengan Kuria serta perwakilan imam yang berkarya di wilayah keuskupan.

    Sapaan Pertama: Membangun Relasi dengan Karyawan

    Sejak pagi, Mgr. Samuel berjalan dari ruangan ke ruangan di Gedung Keuskupan Agung Pontianak. Ia menyapa secara langsung para staf dan karyawan yang selama ini menopang karya keuskupan melalui tugas administratif dan pastoral. Dengan senyum hangat dan sapaan personal, beliau memperkenalkan diri dan berbincang sejenak dengan setiap orang.

    “Saya ingin mengenal rumah baru saya ini, dan tentu mengenal orang-orang yang menjadi bagian di dalamnya. Pelayanan kita akan lebih hidup jika kita saling mengenal dan mempercayai,” ujar Mgr. Samuel.

    Kunjungan ini menjadi simbol pendekatan yang personal dan rendah hati. Bagi banyak karyawan, sapaan dari pemimpin baru mereka ini menciptakan semangat kebersamaan dan rasa dihargai sebagai bagian penting dari pelayanan Gereja.

    Mgr. Samuel juga meninjau berbagai fasilitas keuskupan seperti kapel, ruang kerja para pastor, tempat tinggal, serta unit-unit lainnya yang menunjang pelayanan pastoral di KAP.

    Pertemuan Perdana dengan Kuria dan Imam: Menyusun Langkah Bersama

    Di hari yang sama, Mgr. Samuel mengadakan pertemuan khusus dengan Kuria Keuskupan dan perwakilan para imam yang berkarya di Keuskupan Agung Pontianak. Pertemuan ini berlangsung dalam suasana akrab namun serius, sebagai ajang perkenalan sekaligus penyelarasan awal mengenai arah pelayanan selama masa tugas beliau sebagai Administrator Apostolik.

    Mgr. Samuel mengajak seluruh Kuria dan para imam untuk tetap menjaga semangat persaudaraan, keterbukaan, dan kesatuan dalam karya pelayanan. Ia menekankan pentingnya kolaborasi yang sehat, komunikasi yang jujur, serta kesetiaan dalam tanggung jawab masing-masing.

    “Kita semua adalah rekan sekerja dalam ladang Tuhan. Saya datang bukan membawa program pribadi, tetapi untuk bersama-sama mendengarkan Roh Kudus dan berjalan bersama umat dalam terang Injil,” tuturnya.

    Pertemuan ini menjadi momentum awal yang strategis dalam memperkuat koordinasi dan semangat sinodal di antara para pelayan Gereja di KAP.

    Memulai Pelayanan dengan Kedekatan dan Kesederhanaan

    Hari pertama Mgr. Samuel di Keuskupan Agung Pontianak mencerminkan model kepemimpinan yang bersandar pada nilai relasi manusiawi, spiritualitas pelayanan, dan keterbukaan. Sapaan kepada karyawan dan pertemuan dengan Kuria serta imam menunjukkan komitmen beliau untuk membangun keuskupan sebagai “rumah bersama” yang penuh kasih, kerja sama, dan kepercayaan.

    Dengan semangat ini, masa pelayanan Mgr. Samuel sebagai Administrator Apostolik diharapkan menjadi masa pertumbuhan, konsolidasi, dan pemeliharaan semangat persaudaraan dalam Gereja lokal Kalimantan Barat. #Paul

    Paroki Santo Agustinus Senakin Resmi Didirikan

    Dokumentasi perayaan pendirian paroki Senakin (28/8/2025 - foto arsip Paroki Senakin)

    Duta, Senakin | Setelah melalui proses panjang dan persiapan yang matang, Paroki Santo Agustinus Senakin akhirnya resmi didirikan pada tanggal 28 Agustus 2025. Sebelumnya, Senakin berstatus sebagai stasi dan kemudian kuasi paroki, namun kini telah dikukuhkan sebagai paroki penuh berdasarkan hukum kanonik. Pendirian paroki ini menandai tonggak sejarah baru bagi umat Katolik di Senakin dan wilayah sekitarnya.

    Kronologi Pendirian Paroki Santo Agustinus Senakin

    Stasi

    Sebelum menjadi kuasi paroki, Senakin telah mempersiapkan diri untuk menjadi paroki penuh selama tiga tahun. Proses ini melibatkan berbagai pihak, termasuk para pemimpin gereja setempat dan umat Katolik yang berkomitmen untuk membangun keberadaan gereja di daerah tersebut.

    Suasana Misa pendirian paroki Senakin (28/8/2025 – Foto Arsip Paroki Senakin)

     Kuasi Paroki

    Pada tanggal 1 September 2024, Senakin resmi ditetapkan sebagai kuasi paroki berdasarkan hukum kanonik. Status kuasi paroki ini merupakan tahap awal dalam proses menuju pendirian paroki penuh. Selama masa ini, Senakin mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam kehidupan berjemaat dan pelayanan gereja.

    Paroki Penuh

    Puncaknya, pada 28 Agustus 2025, Paroki Santo Agustinus Senakin diresmikan. Proses peresmian ini dihadiri oleh Uskup Agung Pontianak dan sejumlah pejabat lainnya. Acara ini sekaligus menjadi penanda perubahan status Senakin dari kuasi paroki menjadi paroki penuh yang sah berdasarkan hukum gereja Katolik.

    Paroki Senakin meliputi 5 wilayah : Wilayah Betung Pulai, terdiri dari 7 stasi, Wilayah Andeng, terdiri dari 5 stasi, Wilayah Longkong, terdiri dari 6 stasi, Wilayah Aur Sampuk, terdiri dari 9 stasi, dan Wilayah Senakin, terdiri dari 7 lingkungan.

    Pendirian paroki sebakin (28/8/2025 – Foto Arsip Paroki Senakin)

    Acara Peresmian

    Acara peresmian pada tanggal 28 Agustus 2025 berlangsung dengan khidmat dan lancar. Uskup Agung Pontianak, bersama dengan pejabat gereja lainnya, hadir untuk meresmikan paroki ini secara simbolis. Acara tersebut juga mendapat pengamanan dari Polsek Sengah Temila untuk memastikan kelancaran dan keamanan jalannya prosesi, mengingat pentingnya acara tersebut bagi umat Katolik di Senakin.

    Uskup Agung Pontianak dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur atas tercapainya status paroki penuh ini. “Pendirian Paroki Santo Agustinus Senakin ini merupakan buah dari kerjasama yang baik antara gereja dan umat. Semoga dengan status paroki penuh ini, gereja dapat semakin melayani umat dengan lebih baik, dan mempererat ikatan kerukunan di tengah masyarakat,” ujarnya.

    Harapan dan Rencana Masa Depan

    Dengan resmi menjadi paroki penuh, diharapkan Paroki Santo Agustinus Senakin dapat terus berkembang dalam pelayanan iman dan sosial. Diharapkan juga, status baru ini akan memperkuat peran gereja dalam membimbing umat, serta menjalin hubungan yang lebih erat dengan masyarakat sekitar, termasuk umat dari berbagai agama.

    Umat Katolik di Senakin menyambut antusias peresmian paroki ini, yang merupakan bukti nyata dari komitmen gereja untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan lebih terorganisir. Para pemimpin gereja juga berharap agar Paroki Santo Agustinus Senakin dapat menjadi pusat kegiatan rohani yang tidak hanya memperkaya kehidupan umat Katolik, tetapi juga memberi dampak positif bagi kesejahteraan sosial di daerah tersebut. #Paul

    Uskup Agus Apresiasi Penyelesaian Persoalan Rumah Ibadah di Desa Kapur, Kubu Raya

    Uskup Agus bertemu Bupati Sujiwo (26/8/2025)

    Duta, Kubu Raya | 26 Agustus 2025 – Uskup Agustinus Agus, melakukan kunjungan silaturahmi ke Bupati Kubu Raya. Dalam kesempatan tersebut, Uskup Agus mengapresiasi langkah bijak yang diambil oleh Bupati dalam menyelesaikan persoalan terkait pembangunan rumah ibadah yang sempat menjadi polemik dan viral di Desa Kapur, Kabupaten Kubu Raya.

    Isu penolakan terhadap pembangunan rumah ibadah di Desa Kapur sebelumnya mencuri perhatian publik dan menimbulkan ketegangan di kalangan masyarakat. Namun, berkat upaya pemerintah daerah yang cepat tanggap, persoalan tersebut berhasil diselesaikan dengan baik tanpa menimbulkan konflik

    Lebih lanjut. Uskup Agus menyampaikan terima kasih atas penyelesaian yang damai ini, yang memungkinkan pembangunan rumah ibadah dapat tetap dilanjutkan.

    “Saya sangat mengapresiasi upaya Bupati Kubu Raya dan semua pihak yang bekerja keras menyelesaikan masalah ini secara bijak dan damai. Pembangunan rumah ibadah di Desa Kapur kini dapat dilanjutkan, dan ini adalah langkah positif untuk mempererat kerukunan antar umat beragama,” ungkap Uskup Agus.

    Selain itu, Uskup Agus juga memuji reaksi masyarakat yang memilih untuk menyelesaikan perbedaan dengan cara yang damai dan tanpa kekerasan. Ia menilai bahwa masyarakat Kubu Raya telah menunjukkan kedewasaan dalam menghadapi permasalahan, dengan mempercayakan penyelesaian kepada pemimpin agama dan negara.

    Uskup Agus dan Bupati Sujiwo sama-sama mendukung keharmonisan dalam perbedaan (26/8/2025)

    “Jika ada persoalan, mari kita selesaikan dengan dialog dan musyawarah. Dengan cara ini, kita bisa mendapatkan solusi yang baik bagi semua pihak,” tambah Uskup Agus.

    Bupati Kubu Raya, Sujiwo, juga menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan Uskup Agus. Ia menegaskan komitmennya untuk terus memimpin Kabupaten Kubu Raya dengan prinsip keadilan dan mengutamakan kepentingan masyarakat, yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

    “Kita harus mewujudkan kerukunan dan keharmonisan di tengah masyarakat dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Tidak perlu lagi ada laporan ke Polda Kalbar atau penyelesaian secara adat. Yang terpenting adalah kita bersatu kembali sebagai satu kesatuan bangsa,” tegas Sujiwo.

    Bupati juga menambahkan bahwa kerukunan antar umat beragama adalah suatu keniscayaan yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

    Menurutnya, menjaga keharmonisan di tengah keberagaman merupakan tugas bersama, baik dari pemerintah, pemimpin agama, maupun masyarakat itu sendiri.

    Penyelesaian masalah pembangunan rumah ibadah di Desa Kapur ini menjadi contoh bagaimana perbedaan dapat diselesaikan dengan kepala dingin dan semangat gotong royong. Baik pemerintah maupun masyarakat, dengan sikap saling menghargai dan mengutamakan kepentingan bersama, telah berhasil menjaga persatuan dan keharmonisan di Kabupaten Kubu Raya.

    Penyelesaian isu di Desa Kapur ini semakin menguatkan pentingnya dialog dan kerjasama dalam menjaga toleransi antar umat beragama. Langkah yang diambil oleh Bupati Sujiwo, didukung penuh oleh Uskup Agus, menjadi contoh teladan bagi daerah lain dalam membangun masyarakat yang damai dan rukun.

    Dengan mengedepankan prinsip Pancasila yang menjunjung tinggi keberagaman, Kubu Raya menunjukkan bahwa kerukunan dan keharmonisan adalah tujuan bersama yang perlu dijaga dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. #Paul

    Kuasi Paroki Santo Petrus Kanisius Supadio Resmi Didirikan

    suasana misa pendirian kuasi paroki Supadio (24/9/2025)

    Duta, Pontianak | Suasana penuh syukur dan sukacita menyelimuti umat di wilayah Supadio dan sekitarnya, ketika Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus, secara resmi mendirikan Kuasi Paroki Santo Petrus Kanisius Supadio, pada Minggu, 24 Agustus 2025. Peresmian ini menjadi tonggak sejarah baru dalam pelayanan Gereja Katolik di Keuskupan Agung Pontianak, khususnya di wilayah Paroki Santo Agustinus, Sungai Raya, yang sebelumnya menaungi wilayah ini.

    Kuasi paroki yang baru ini akan dilayani oleh para imam dari Ordo Pewarta (OP) atau yang lebih dikenal sebagai Ordo Dominikan. Dalam kesempatan yang sama, Dewan Pastoral Paroki (DPP) perdana untuk kuasi paroki ini juga secara resmi dilantik dan diberkati.

    Pemekaran Demi Pelayanan yang Lebih Dekat

    Dalam sambutannya, Mgr. Agustinus Agus menegaskan bahwa pemekaran wilayah paroki menjadi kuasi paroki bukan sekadar soal organisasi, melainkan panggilan untuk menghadirkan pelayanan pastoral yang lebih dekat, cepat, dan efektif bagi umat.

    Para Imam yang hadir dalam misa pendirian Kuasi Paroki Supadio (24/8/2025)

    “Kuasi paroki ini adalah wujud nyata bahwa Gereja mau hadir lebih dekat dengan umat. Dengan luasnya wilayah Paroki Santo Agustinus, sudah saatnya pelayanan difokuskan dalam unit yang lebih kecil agar kehidupan rohani umat lebih terlayani secara mendalam,” tutur Mgr. Agus.

    Pemekaran ini juga menjadi bukti bahwa dinamika kehidupan menggereja di wilayah Supadio dan sekitarnya terus tumbuh, baik secara jumlah umat maupun kualitas keterlibatan dalam kehidupan pastoral.

    Pelantikan DPP Kuasi Paroki Santo Petrus Kanisius Supadio (24/8/2025

    Pelayanan oleh Ordo Dominikan

    Penunjukan Ordo Dominikan untuk melayani kuasi paroki ini disambut dengan antusias oleh umat. Ordo yang dikenal dengan kekayaan spiritualitas pewartaan dan pengajaran iman ini diharapkan dapat membawa semangat baru dalam membangun komunitas umat Allah yang kokoh dalam iman, pengharapan, dan kasih.

    Kehadiran Dominikan di wilayah ini juga menjadi bagian dari kolaborasi antara keuskupan dan tarekat religius untuk menjawab kebutuhan pastoral secara bersama-sama.

    Harapan untuk Pertumbuhan

    Dalam momentum pendirian kuasi ini, umat diajak untuk tidak hanya bersyukur, tetapi juga semakin aktif membangun komunitas paroki yang hidup, partisipatif, dan misioner. Pelantikan DPP menjadi langkah awal untuk mengorganisasi pelayanan secara terarah dan sinodal.

    Bukti secara administrasi tentang Pendirian Kuasi Paroki Supadio (24/8/2025)

    “Semoga dengan berdirinya Kuasi Paroki Santo Petrus Kanisius Supadio ini, kehidupan umat semakin berkembang dalam semangat persaudaraan dan pelayanan,” ujar Mgr. Agus menutup misa peresmian.

    Dengan semangat Santo Petrus Kanisius, pelindung kuasi paroki yang dikenal sebagai pewarta ulung dan pembela iman di abad ke-16, umat di wilayah Supadio diundang untuk menjadi terang dan garam di tengah masyarakat, dalam semangat pewartaan yang cerdas, berani, dan penuh kasih. #Paul

    Uskup Samuel Oton Sidin, Awali Kunjungan Kanonik Perdana di Pontianak

    Kunjungan Kanonik Perdana, di KAP, Uskup Samuel Oton Sidin, (komsoskap)

    Duta, Pontianak – Administrator Apostolik Keuskupan Agung Pontianak (KAP), Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap., mengadakan kunjungan kanonik perdana ke paroki-paroki di Dekanat Pontianak pada Kamis–Jumat (4–5/9/2025).

    Kunjungan resmi ini menjadi sarana perjumpaan Mgr. Samuel dengan para pastor paroki sekaligus umat, serta memastikan tata kelola pelayanan pastoral berjalan dengan baik.

    “Kami berangkat jam 5.30 pagi dan tiba kembali jam 10.30 malam. Walaupun capek tetapi menyenangkan,” ujar Mgr. Samuel dalam keterangannya. Menurutnya, kunjungan kanonik merupakan kewajiban seorang uskup atau administrator apostolik untuk melihat langsung dinamika pelayanan di paroki, baik dari sisi pastoral maupun administrasi.

    Lokasi: Rumah Pelangi – Kapusin.

    Dalam kesempatan itu, Mgr. Samuel tidak hanya berdialog dengan para pastor mengenai karya pelayanan, tetapi juga meninjau administrasi paroki seperti pencatatan baptisan, penguatan, perkawinan, hingga buku kematian. “Saya juga membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa paroki-paroki itu sudah dikunjungi,” tambahnya.

    Meski menempuh perjalanan panjang dan melelahkan, Mgr. Samuel mengaku penuh syukur. “Saya gembira karena disambut dengan baik, dengan sukacita di setiap paroki. Banyak umat juga hadir menemani pastor paroki dalam kunjungan itu,” katanya.

    Mgr. Samuel berharap kunjungan kanonik ini dapat meneguhkan semangat pelayanan para imam. “Semoga para pastor diteguhkan kembali, disemangati, dan dimotivasi untuk terus melayani umat tanpa pamrih,” tegasnya.

    Di penghujung pernyataannya, ia menyalurkan berkat bagi seluruh umat Katolik di Keuskupan Agung Pontianak. “Kiranya Tuhan memberkati semua dan berkat Tuhan selalu tercurah ke atas saudara-saudari dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Amin.” By. Sam – Sumber: Komsoskap.

    San Agustin Forum 2025 Rumuskan Arah Pembangunan Kalbar 10 Tahun ke Depan

    Dari kiri ke kanan, Mahmudah (Kepala Bappeda Kalbar), Sachudin (Kepala BPS Kalbar), Doni Septadijaya (Kepala Bank Indonesia Kalbar), Michael Carlos (Moderator) dalam Diskusi bertajuk San Agustin Forum: Brainstorming Trend Kalbar 10 Tahun Mendatang, yang digelar di Kampus II, Unika St. Agustinus Hippo, Pontianak, Rabu 3 September 2025.

    Duta, Pontianak | Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo menggelar San Agustin Forum 2025: Brainstorming Trend Kalbar 10 Tahun Mendatang di Aula Kampus II, Rabu (3/9).

    Forum ini mempertemukan pemerintah, lembaga keuangan, akademisi, dan media untuk merumuskan arah pembangunan Kalimantan Barat menuju 2035.

    Forum menghadirkan paparan dari Kepala BPS Provinsi Kalbar tentang tren demografi, sosial, dan ekonomi; Kepala Bappeda mengenai arah kebijakan jangka panjang; serta Kepala Perwakilan Bank Indonesia terkait prospek ekonomi makro dan stabilitas keuangan daerah.

    Akademisi Unika Santo Agustinus Hippo memberi refleksi akademis, sementara perwakilan media menegaskan peran pers sebagai penjaga nalar publik.

    Hasil forum merumuskan lima klaster isu strategis pembangunan Kalbar 2025–2035, yakni: ekonomi dan ketahanan pangan; sumber daya manusia dan kualitas hidup; lingkungan dan tata kelola sumber daya alam; inklusi sosial dan kelompok rentan; serta identitas, budaya, dan moralitas.

    Rumusan tersebut dituangkan dalam Akte San Agustin Forum, ditandatangani oleh rektor bersama panelis dan moderator. Dokumen ini akan menjadi pijakan penyusunan strategi pembangunan yang dibahas lebih lanjut pada forum lanjutan, November 2025 mendatang.

    Rektor Unika Santo Agustinus Hippo, RP. Dr. Johanes Robini Marianto, S.Fil., M.A., OP, menegaskan forum ini sebagai momentum kolektif.

    “Dengan data yang valid, refleksi akademis, keterbukaan media, dan partisipasi multipihak, Kalimantan Barat dapat melangkah maju menuju 2035 dengan visi yang lebih jelas,” ujarnya. *S.

    Sumber: Lentera San Agustin.

    Paus Leo XIV Tunjuk Mgr. Samuel Oton Sidin sebagai Administrator Apostolik Pontianak

    Mgr. Agus Pimpin Misa didampingi Mgr. Anton, Mgr. Samuel (30/8/2025)

    Duta,Pontianak | 30 Agustus 2025 – Paus Leo XIV menerima pengunduran diri Mgr. Agustinus Agus dari tugas pastoral sebagai Uskup Agung Metropolit Pontianak. Bersamaan dengan itu, Paus menunjuk Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap, Uskup Sintang, sebagai Administrator Apostolik sede vacante et ad nutum Sanctae Sedis bagi Keuskupan Agung Pontianak hingga ditetapkan Uskup Agung baru.

    Pengunduran diri ini diajukan Mgr. Agus sesuai ketentuan kanon 401 §1 Kitab Hukum Kanonik, yakni ketika seorang uskup mencapai usia 75 tahun.

    Mgr. Agus yang lahir pada 22 November 1949, genap berusia 75 tahun pada akhir 2024, dan pengunduran dirinya kini resmi diterima oleh Bapa Suci.

    Administrator Apostolik adalah seorang uskup atau imam yang ditunjuk langsung oleh Paus untuk memimpin sementara suatu keuskupan yang sedang sede vacante (tahta kosong). Istilah lengkap sede vacante et ad nutum Sanctae Sedis berarti: “untuk mengisi tahta kosong, sesuai kehendak Takhta Suci.” Artinya, jabatannya bersifat sementara sampai Paus memutuskan lain.

    Pengumuman resmi disampaikan melalui buletin Vatikan Rinunce e Nomine yang dirilis oleh Kantor Pers Takhta Suci pada Sabtu, 30 Agustus 2025. Dengan keputusan ini, Mgr. Agus secara resmi memasuki masa purna tugas.

    Di Pontianak, pengumuman tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, dalam Misa I Hari Minggu Biasa XXII, Sabtu, 30 Agustus 2025 di Gereja Katedral Santo Yosep Pontianak. Perayaan ini dipimpin oleh Mgr. Agustinus Agus dan dihadiri Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap bersama sejumlah imam dan umat.

    Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC membacakan surat dari Nunsio (30/8/2025)

    Dalam suratnya, Nunsius Apostolik untuk Indonesia, Uskup Agung Piero Pioppo, menegaskan bahwa Bapa Suci telah menerima pengunduran diri Mgr. Agustinus Agus dan mengangkat Mgr. Samuel Oton Sidin sebagai Administrator Apostolik. Nunsius juga menyampaikan rasa syukur atas pelayanan Mgr. Agus selama 11 tahun memimpin Keuskupan Agung Pontianak, sekaligus memberikan dukungan penuh kepada Mgr. Samuel Oton Sidin yang kini memikul tanggung jawab ganda.

    Mengakhiri suratnya, Nunsius menegaskan kedekatan rohani dan doa bagi seluruh umat serta para imam Keuskupan Agung Pontianak.

    Setelah surat dibacakan, diumumkan pula dekrit resmi bahwa masa tugas Administrator Apostolik berlaku sejak pengumuman ini.

    Dalam sambutannya, Mgr. Agustinus Agus menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas kesempatan melayani umat di Keuskupan Agung Pontianak sejak 2014. Ia juga mengucapkan selamat kepada Mgr. Samuel Oton Sidin dan meminta umat bersama imam menentukan waktu untuk mengadakan acara penerimaan resmi Administrator Apostolik.

    Mgr. Agus menyampaikan ucapan syukur dan terima kasih  boleh diberi kesempatan melayani di Keuskupan Agung Pontianak selama 11 tahun (30/8/2025)

    Sementara itu, Mgr. Samuel Oton Sidin menyampaikan apresiasi kepada Mgr. Agus yang telah meletakkan dasar kuat bagi Keuskupan Agung Pontianak. Ia dengan rendah hati memohon doa umat agar mampu menjalankan tugas rangkap sebagai Uskup Sintang dan Administrator Apostolik Pontianak.

    Mgr. Samuel berterima kasih Mgr. Agus telah menetapkan dasar-dasar pokok yang kuat di Keuskupan Agung Pontianak (30/8/2025)

    “Walaupun tugas ini hanya sementara, bukanlah hal yang mudah. Namun saya percaya, Tuhan akan menolong dan membimbing dalam menjalankannya,” ungkap Mgr. Samuel Oton Sidin. #Paul

    Peran Bahasa Indonesia dalam Pembentukan Karakter Mahasiswa

    Drs. Suardi, M.Pd, Dosen Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo, Kampus II Pontianak

    Duta, Pontianak | Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, melainkan juga jendela untuk melihat siapa kita sebagai bangsa. Ada pepatah lama yang mengatakan, “bahasa menunjukkan bangsa”.

    Cara seseorang berbahasa bisa mencerminkan cara berpikir, sikap hidup, bahkan karakternya. Itulah sebabnya, membiasakan mahasiswa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar bukan semata soal tata bahasa, melainkan juga soal pembentukan karakter.

    Sejak diikrarkan sebagai bahasa persatuan dalam Sumpah Pemuda 1928, lalu ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia telah berkembang pesat. Menurut Achmad (2011), bahasa Indonesia kini bukan hanya lambang jati diri bangsa, melainkan juga alat pemersatu ratusan suku yang ada di negeri ini.

    Ia menjadi jembatan komunikasi yang memungkinkan kita saling memahami, meski berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.

    Sayangnya, di era modern ini, posisi bahasa Indonesia kerap diuji. Banyak generasi muda yang merasa lebih percaya diri bila memakai istilah asing dalam percakapan maupun tulisan. Bahasa Indonesia dianggap ketinggalan zaman, bahkan kampungan.

    Akibatnya, muncullah bahasa gaul yang sering kali jauh dari aturan kebahasaan. Fenomena ini tentu tidak bisa dianggap remeh. Jika dibiarkan, kecintaan terhadap bahasa sendiri bisa semakin pudar.

    Padahal, menurut Mulyasa (2012), bahasa Indonesia memiliki fungsi besar dalam mendukung pembangunan bangsa. Bahasa menjadi alat untuk menyampaikan gagasan, menyalurkan emosi, bahkan mengorganisasi harapan.

    Melalui bahasa, kita bisa mengekspresikan diri sekaligus berkontribusi bagi masyarakat. Bagi mahasiswa, keterampilan berbahasa sesungguhnya juga merupakan pendidikan karakter.

    Segera Daftarkan diri Anda 

    Keterampilan bahasa

    Coba kita lihat empat keterampilan berbahasa. Pertama, keterampilan menyimak. Mahasiswa yang terbiasa mendengarkan dengan baik akan tumbuh menjadi pribadi yang setia dan mampu menghargai orang lain. Kedua, keterampilan membaca. Dengan membaca, mahasiswa berlatih memahami pikiran orang lain, memperluas wawasan, sekaligus menumbuhkan sikap kritis. Ketiga, keterampilan berbicara.

    Kemampuan menyampaikan ide secara runtut dan santun akan membentuk pribadi yang percaya diri dan komunikatif. Terakhir, keterampilan menulis. Menulis melatih kedisiplinan berpikir, keteraturan, dan tanggung jawab intelektual. Keempat keterampilan itu bila dibiasakan akan membentuk karakter mahasiswa yang jujur, kritis, berani, sekaligus santun.

    Lebih jauh lagi, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai cermin kepribadian bangsa. Penggunaan bahasa yang sopan dan teratur menunjukkan bangsa yang berbudaya, sementara bahasa yang serampangan justru mencerminkan lemahnya karakter. Bahasa Indonesia juga menjadi perekat yang menyatukan keberagaman, sarana pengembangan ilmu pengetahuan, sekaligus pembentuk identitas nasional.

    Wood (2009) menyebutkan bahwa karakter itu terkait dengan kekuatan moral seseorang: kejujuran, kesetiaan, keberanian, dan integritas. Semua nilai itu bisa tercermin dari cara seseorang berbahasa.

    Hal ini sejalan dengan pemikiran Gorys Keraf, pakar bahasa Indonesia, yang menegaskan bahwa penguasaan bahasa yang baik bukan hanya soal teknis komunikasi, tetapi juga soal pembentukan kepribadian. Bahasa yang jelas, logis, dan jujur menandakan cara berpikir yang sehat. Sementara penguasaan gaya bahasa yang menarik dapat membuat seseorang lebih percaya diri, persuasif, dan mampu membangun interaksi yang positif.

    Dengan kata lain, bahasa Indonesia adalah cermin moral dan karakter bangsa. Ia mengajarkan kita untuk jujur dalam kata-kata, disiplin dalam berpikir, santun dalam menyampaikan gagasan, sekaligus bangga dengan identitas kita sendiri.

    San Agustin Prodi Keuangan dan Perbankan

    Kesetiaan sejati Indonesia

    Namun, tantangan besar memang ada. Media sosial, misalnya, sering kali menjadi arena lahirnya bahasa campur-campur dan singkatan yang jauh dari kaidah. Memang, bahasa selalu berkembang, tetapi kita tidak boleh kehilangan akar. Tugas mahasiswa adalah menjaga agar bahasa Indonesia tetap hidup, relevan, dan terhormat, baik di ruang akademik maupun di ruang digital.

    Bangsa-bangsa besar di dunia justru dikenal karena bangga dengan bahasanya sendiri. Jepang, Korea, dan Prancis adalah contoh nyata. Mereka menguasai bahasa asing, tetapi tetap menempatkan bahasa nasional di posisi terhormat. Kita pun harus begitu. Menguasai bahasa asing itu penting, tetapi mencintai bahasa Indonesia adalah wujud kesetiaan pada jati diri bangsa.

    Bahasa Indonesia adalah jantung kebudayaan kita. Ia adalah perekat persatuan, cermin moral, sekaligus alat pembentuk karakter mahasiswa sebagai generasi penerus. Jika mahasiswa mampu menempatkan bahasa Indonesia sebagai bagian dari hidup mereka, bangsa ini akan tetap kokoh berdiri di tengah arus globalisasi.

    Karena kehilangan bahasa berarti kehilangan jati diri, dan kehilangan jati diri sama saja dengan kehilangan masa depan.

    *Penulis merupakan Dosen di Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo Kampus II Pontianak, Akademi Keuangan dan Perbankan Grha Arta Khatulistiwa Pontianak. 

    TERBARU

    TERPOPULER