spot_img
Wednesday, May 31, 2023
More

    Manusia Menjadi Dirinya dalam Homo Laborans

    Oleh: Samuel / DUTA - KOMSOS.KA Pontianak

    MajalahDUTA.Com, Suara DUTA- Manusia menjadi dirinya sejauh dia keluar dari dirinya sendiri. Demikian salah satu kalimat sulit dari filsafat Existensialis yang dipelopori oleh Kierkegard, penduduk Kota Wina, Austria. Homo laborans adalah istilah yang berasal dari bahasa latin. Artinya secara umum adalah manusia pekerja. Kata homo adalah manusia, dan kemudian ada beberapa kata yang dipadangkan pada homo tersebut. Misalnya homo erectus, homo sapiens dsb.

    Kalimat sulit itu akan segera menjadi jelas kalau diterjemahkandengan kalimat populer. Misalnya begini: Seseorang yang bertukang dengan menggunakan materi kayu akan disebut “tukang kayu.” Demi kian juga seorang yang selalu memangkas rambut orang akan disebut: “Tukang pangkas.” Professi itu disebut dengan istilah “keluar dari dirinya sendiri.”

    Begitulah seorang menjadi tukang kayu dengan bertukang kayu. Seorang disebut pemain bola dengan berprofessi bermain bola.

    Filsafat Existensialis sangat menekankan penampilan orang sejajar dengan -pekerjaan dan karyanya. Dan dengan demikian pula filsafat yang dapat disebut filsafat kristen ini sangat menghargai karya tangan manusia.

    Penghargaan kekristenan atas pekerjaan manusia itu tidak dapat disebut berlebihan, karena di dalam Kitab Kejadian sendiri, Yahwe Allah menugaskan manusia berkarya dengan, menaklukkan bumi dan segala isinya.

    Karena itu pula, hakekat manusia begitu menyatu dengan pekerjaannya, sehingga manusia disebut makhluk yang bekerja, atau dalam bahasa latin disebut Homo Laborens.

    Memang pernah dulu, ‘bekerja” (laborare) dianggap hanya sepadan dengan status para budak dan kaum proletariat, karena bekerja itu sama dengan suatu kegiatan yang manual dan kotor serta tidak memerlukan kemampuan intelektualitas.

    Sedangkan kemampuan berfil safat, berfikir dianggap jauh lebih mulia dari bekerja.

    Zaman memanguntunglah, kiniberubah. “Bekerja” merupakan suatu hal yang bergengsi. Orang yang tidak “bekerja” merasa kikuk dan bersalah. Pekerjaan yang paling diinginkan ialah professi yang sedikit ‘kerja”-nya tetapi besar pendapatannya.

    Tetapi kalau hal itu tidak memungkinkan lagi, maka orang mau saja kerja apa saja asal “bekerja”, dan tidak menganggur. Dengan dibayar Rp 30 ribu Orang mau berbuat sesuatu yang nekat sekali pun, walau dia sadar hal itu tidak baik.

    Menggangur

    Sebab momok yang agak menakutkan bagi banyak orang ialah “menganggur” itu. Menganggur dianggap suatu hal yang sangat memalukan, karena selain dianggap kurang bernasib, juga dianggap sebagai suatu manifestasi ketidak mampuan atau impotensia berkarya dan tersingkir.

    Karena itu terkadang nampak anakanak orang kaya yang membuka usaha bukan demi mendapatkan untung atau uang -karena dia sudah terjamin dalam hal itutetapi demi demi sesuatu pengakuan masyarakat dan menenangkan diri dari rasa bersalah atas tuduhan parasit terhadap kekayaan orang-tuanya.

    Namun, walaupun bekerja adalah suatu gengsi, tujuan utama bekerja tidaklah pernah lepas sama sekali dari kepentingan mencari nafkah. Pekerjaan yang disebut professi itu kerap kali dijadikan orang sebagai patokan sperolehan seseorang.

    Professi yang juga sering disebut ‘masa bakti” atau ‘pembaktian” itu sebenarnya kerkapkali tidak mengandung isi apa yang pantas disebut dengan istilah berbakti.

    Karena tujuan utamanya adalah meraup perolehan sebanyak-banyaknya. Karena itu juga tidak heran cukup banyak yang memanfaatkan professinya sebagai sarana untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya dengan cara legal atau tidak. Dan bagaimana kalau seseorang yang merasa dirinya berbakti, atau pekerjaannya dipotong?

    Mungkin sekali orang akan merasakan kehilangan bukan hanya pekerjaannya, tetapi juga identitasnya dan harga dirinya itu mata gelap. Karena pekerjaannya yang disebut ‘laborens” itu ada nafkah, gengsi, dan prestasi dan kebanggaan.

    Dan reaksi atas intervensi dan distorsi atas karier dan professi seseorang tentu ada juga riak gelombang. Manusia memang manusia bekerja, “homo laborens’.

    Tetapi bekerja bukan hanya monopoli manusia, tetapi menurut filsafat INDIA juga dewa dewi MISALNYA DEWA SHIWA YANG DARI SIFAT ASLINYA ADALAH MERUSAK APA YANG SUDAH DIKERJAKAN DEWA-DEWA LAIN.

    Previous article
    Next article

    Related Articles

    Stay Connected

    1,800FansLike
    905FollowersFollow
    7,500SubscribersSubscribe

    Latest Articles