MajalahDUTA.Com, Suara DUTA- Hampir semua refrensi menyebutkan filsafat bermula dari sebuah pertanyaan. Ada beberapa hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat diantaranya: ketakjuban.
Saat manusia takjub terhadap peristiwa-peristiwa alam, gaib dan segala sesuatu yang memungkinkan manusia untuk kagum.
Bagi Plato pengamatan terhadap bintang-bintang, matahari, dan lagit merangsang manusia untuk melakukan penelitian. Padangan ini semakin diperjelas oleh Aristoteles. Menurutnya karena takjub manusia mulai berfilsafat.
Sementara Immanuel Kant ( abad 18) menyatakan bukan hanya takjub terhadap alam ini, melainkan dia juga terpukau memandang hukum moral dalam hatinya, sebagaimana tertulis di batu nisan kuburannya: coelum stellatum supra me, lex moralis intra me (bintang di langit di atasku, tapi hukum moral ada di bawahku).
Selanjutnya masuk pada kondisi ketidakpuasan. Ketidakpuasan boleh dikategorikan bagian ke dua dari sebuah fenomena dimulainya manusia berfilsafat.
Hal itu didasarkan saat manusia tidak puas akan jawaban dari mitos-mitos terhadap segala pertanyaanya. Oleh karenanya manusia mulai mencari jawaban yang meyakinkan dirinya dan bersifat pasti. Akhirnya lambat laun manusia mulai berpikir secara rasional.
Akibatnya akal budi mulai berperan. Maka otomatislah filsafat melahirkan ilmu baru dari pertanyaan yang tak memuaskan itu.
Disisi lain biasanya sebuah sistem yang mapan pun dapat dirobohkan dari pertanyaan-pertanyaan baru oleh filsafat. Karena filsafat selalu dimulai dengan hasrat bertanya.
Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segalanya. Pertanyaan-pertanyaan yang diwujudkan itu tidak hanya sekedar terarah pada wujud sesuatu, melainkan juga terarah pada dasar dan hakikatnya.
Inilah salah satu yang menjadi ciri khas filsafat. Mempertanyakan segala sesuatu dengan cara berpikir radikal, sampai ke akar-akarnya, tetapi juga bersifat universal.
Setelah hal yang luar biasa, ketidakpuasan dan hasrat sudah dijawab, masih ada satu lagi poin pokok yang memacu dimulainya sebuah aktivitas berfilsafat yakni keraguan.
Pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh kejelasan yang pasti pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan tentang adanya atau apriori (keraguan atau ketikdakpuasan dan kebingungan) di pihak manusia yang bertanya.
Keraguan ini merangsang manusia untuk terus bertanya. Kemudian menggiring manusia untuk berfilsafat.
Bersambung…
Penulis: Samuel- DUTA/KOMSOS KA Pontianak
Sumber: Diramu dari berbagai sumber (buku & Internet), diskusi