spot_img
Saturday, March 25, 2023
More

    Cara Manusia Berfilsafat

    MajalahDUTA.Com, Suara DUTA- Sebenarnya manusia berfilsafat dengan banyak cara. Tidak ada batas dan patokan untuk berfilsafat. Meskipun demikian ada beberapa hal yang sering menjadi ciri khas filsafat dalam mencari kebenarannya.

    Berpikir rasional dan masuk akal adalah langkah awal dalam berfilsafat. Kemudian menghasilkan permenungan yang mendalam terhadap segala yang dipikirkannya.

    Pemikiran tersebut dilengkapi dengan cara berpikir “holistik” yang sifatnya menyeluruh atau universal. Dalam arti, filsafat tidak berpikir dalam satu bidang dan ilmu tertentu, sebab jika demikian maka akan menimbulkan kecenderungan mendewakan yang satu dan menindas yang lain. Seperti yang terjadi di zaman berjayanya sains.

    Para kaum rasionalisme mengklaim bahwa realitas ini bekerja secara rasional, logis, objektif, karena itu rasio manusia mampu memahami segala hal.

    Konsekuensinya adalah segala hal yang gaib, misterius, ilahi atau irasional tidak ada, paling banter “belum diketahui”. Jadi keyakinan religius (agama) atau prinsip “credo quia impossible” (saya percaya karena tidak mungkin [percaya terhadap Allah yang tidak dapat dibuktikan secara rasional]) dianggap omong kosong.

    Filsafat mencoba mencegah cara-cara berpikir seperti ini yang menganggap bahwa yang benar hanyalah yang memiliki standar-standar yang jelas, dalam arti “clara et distincta” (jelas dan tegas).

    Cara berpikir seperti ini cenderung mereduksi arti kehidupan itu sendiri. Segala hal yang ada di dunia ini tidak dapat dipahami hanya secara rasional saja. Ada banyak hal yang tidak dapat dilihat secara rasional juga tapi nyata dan dapat dirasakan.

    Maka muncullah tokoh-tokoh filsafat yang menentang dominasi sains.

    Misalnya F Nietszche mengatakan bahwa sains adalah upaya keras untuk mendasarkan segala hal secara harafiah dan logis, tapi defakto sebenarnya tidak lebih dari metafor-metafor yang mati. Karena sains melihat persamaan dalam perbedaan.

    Sains justru memaksakan persamaan dalam hal-hal yang sungguh tidak sama. Maka baginya sains itu mandul. Lihatlah penyimpulan terhadap binatang mamalia, sebenarnya banyak hal yang tidak sama di antara binatang-binatang ini, ikan paus dengan kelinci, yang sama hanyalah sifatnya yang mamalia, tapi sesungguhnya binatang ini sangat berbeda.

    Filsafat juga menggunakan metode “hermeneutik filosofis” yaitu berfilsafat dengan cara menafsir.

    Heidegger mengatakan bahwa hidup manusia adalah menafsir, sebab tidak ada di dunia ini yang tanpa tafsiran, bahkan manusia tidak dapat hidup tanpa menafsir.

    Setiap tafsir selalu mengandung pra-pemahaman; pra-sangka, dan istilah pra- inilah yang memungkinkan penafsiran. Sebuah objek dapat menimbulkan banyak penafsiran bagi setiap orang yang memandangnya.

    Oleh karena itu segala hal itu hanyalah tafsiran yang suatu saat akan disangkal oleh tafsiran yang lain. Contoh yang jelas akhir-akhir ini adalah planet Pluto yang dieliminasi dalam lingkungan tata surya.

    Maka sains bukanlah pengetahuan murni tanpa pra-sangka. Sains hanyalah salah satu bentuk cara berpikir.

    Sebenarnya banyak hal di dunia ini yang sifatnya “Lebenswelt” artinya kesatuan dasar berpikir manusia dan realitas itu, pada dasarnya inarticulate exhaustively, tidak bisa dirumuskan secara total.

    Akhirnya dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah sebuah proses pencarian identitas mikrokosmos (manusia) dan makrokosmos (alam semesta). Dan ini hanya dapat diperoleh lewat permenungan dan abstraksi.

    Di mana manusia ke luar dari kesempitan berpikir dan berani berpikir secara universal atau global. Segala hal dilihat dalam perspektif mendasar.

    Apa esensi dari segalanya dan untuk apa itu ada serta mengapa dia ada dan hubungannya dengan keberadaan manusia.

    Penulis: Samuel- DUTA/KOMSOS KA Pontianak
    Sumber: Berbagai sumber, buku Filsafat yang diramu

    Related Articles

    Stay Connected

    1,800FansLike
    905FollowersFollow
    7,500SubscribersSubscribe

    Latest Articles