MajalahDUTA.Com, SEBAGAIMANA biasanya saya tekankan, “Dalam Gereja juga ada kebutuhan besar untuk mendengarkan dan saling mendengarkan satu sama lain. Ini menjadi persembahan yang paling berharga dan menghidupkan, yang dapat kita berikan satu sama lain.”[4] Artinya, mendengarkan tanpa prasangka, penuh perhatian dan terbuka, menghadirkan pembicaraan menurut gaya Tuhan, sambil memupuk keakraban, bela rasa, dan kelembutan.
Ada sebuah kebutuhan mendesak dalam Gereja akan komunikasi yang mengobarkan hati, yang menyembuhkan luka, dan yang menyinari perjalanan saudara-saudari kita. Saya memimpikan komunikasi gerejawi yang sungguh memahami bagaimana membiarkan dirinya dibimbing oleh Roh Kudus dengan lembut, dan pada saat yang sama juga profetik, serta mengetahui bagaimana menemukan cara dan sarana pewartaan baru yang mengagumkan, untuk diwartakan pada milenium ketiga.
Sebuah komunikasi menempatkan hubungan dengan Tuhan dan sesama–terutama yang paling membutuhkan–di pusat dan tahu bagaimana menyalakan api iman daripada mempertahankan identitas palsu diri sendiri.
Inilah sebuah bentuk komunikasi yang dibangun atas kerendahan hati dalam mendengarkan dan parrhesia (bebas dan terbuka menyatakan kebenaran) dalam berbicara, yang tidak pernah memisahkan kebenaran dari kasih.
Kita semua dipanggil untuk mencari, mewartakan, dan menghidupi kebenaran dengan kasih. Secara khusus, kita sebagai umat Kristiani didesak terus-menerus untuk menjaga lidah dari yang jahat. bdk. Mzm. 34:14.
Bagian 3: PESAN BAPA SUCI PAUS FRANSISKUS UNTUK HARI KOMUNIKASI SOSIAL SEDUNIA KE-57 21 MEI 2023