MajalahDUTA.Com, Malang- Pada perayaan puncak Lustrum IX, misa dipimpin oleh Mgr. Agustinus Agus dan Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF yang mewakili para uskup partisipan di STISG XXIII Malang. Misa dibuka dengan tarian adat Batak Toba yang dibawakan oleh Fr. Gempar, Fr. Ridho, Fr. Edwind dan Fr. Oscar.
Paduan suara berasal dari Kor inti para frater yang telah berlatih keras mempersiapkan lagu-lagu terbaik untuk mengiringi prosesi misa.
Dalam homili, Mgr. Agustinus mengungkapkan inti bacaan yang berbicara tentang “Menjadi Gembala yang Baik”. Dalam bacaan, Bapa Uskup Agung Pontianak memberikan syarat untuk menjadi Gembala yang baik adalah “Ikut Yesus” karena Yesus adalah Gembala Utama yang memanggil semua orang.
Baca juga: Show Your Fire, Take Your Desire- Part 1
Selanjutnya, apabila dipanggil, setiap orang tahu ia dipanggil untuk tugas apa? Bapa Uskup membeberkan rumusan iman: “Aku percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan,” Namun yang paling ditekankan adalah “kehidupan kekal”.
“Jadi, kalau saya dipanggil sebagai pastor, ingat, tugas saya, supaya orang mati tidak mati konyol, masuk surga, benar?” tegas Bapa Uskup Agustinus.
Kunci Utama
Kerendahan hati dan rela berkorban juga menjadi kunci utama untuk menjalankan tugas panggilan. Realita yang terjadi, menurut Bapa Uskup, cukup banyak Pastor yang tidak rendah hati.
Bapa Uskup juga menegaskan bahwa menjadi orang rendah hati itu nyaman hidup, tetapi kalau menjadi sombong akan memunculkan permusuhan di mana-mana.
“Lihat orang cantik, cemburu, lihat orang pintar, cemburu, lihat orang banyak kenalannya cemburu,” tegasnya. Bapa Uskup menganjurkan orang untuk bersyukur atas segala hal tersebut. Realita yang agak miris, masih terjadi di mana seorang Imam menggunakan mimbar kotbah untuk mencaci maki, untuk memarahi umat.
“Gak wajar deh,” tegasnya. Harusnya yang terjadi di atas mimbar; mengajak orang, meneguhkan orang, dan mengingatkan orang. Selain itu, Bapa Uskup juga mengajak umat untuk tidak menjadi hakim atas orang lain. Akibat dari kurang sikap rendah hati, banyak sekali masalah-masalah yang timbul di dalam Gereja.
Gembala yang baik juga memiliki visi ke depan, selalu berpikir ke depan dan inovatif, harus punya terobosan agar tidak ketinggalan zaman. Tidak lupa, Bapa Uskup menghimbau para imam untuk mencintai kebudayaan lokal karena terkadang kearifan kurang diperhatikan. Semua wejangan-wejangan tersebut diharapkan menjadi pegangan yang kokoh bagi panggilan para frater.
Baca juga: Kami Berharap Natal Tahun 2022 bisa Menggunakan Gereja ini
Dalam kata sambutan, Fr. Edo, selaku ketua Lustrum IX mengungkapkan bahwa momen kegiatan sepanjang tahun tersebut sebagai sarana untuk belajar. Para frater banyak belajar bagaimana mengorganizir kepanitiaan, berelasi dengan banyak pihak, dan belajar bekerja sama.
Dalam hal rohani, kegiatan Lustrum IX merupakan sarana untuk mencapai tujuan yaitu kepada Tuhan Yesus Kristus.
Fr. Edo mengutip perkataan Romo Bas, Prefek Rohani STISG XXIII, yang mengatakan bahwa tujuan para frater adalah memuji dan memuliakan Tuhan, jangan dibolak-balikkan. Dalam konteks pendidikan, Fr. Edo mengungkapkan, para frater dibina oleh para staff dengan cinta yang besar dengan memberikan kesempatan untuk berbicara dan beraksi sehingga kelak dapat menjadi pemimpin yang baik.
Formatio Terdiri dari 10 Keuskupan
Romo Tri Wardoyo, CM selaku Rektor STISG XXIII mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang terlibat dalam kegiatan Lustrum IX. Diketahui bahwa Keuskupan yang berpartisipasi dalam formatio terdiri dari 10 Keuskupan (8 dari Kalimantan, 1 dari Malang dan 1 dari Denpasar.
Romo Tri menginformasikan total para frater yang mengikuti pembinaan berjumlah 130 orang, dengan 7 staff dan dibantu oleh Romo Teguh, Suster CP dan Suster SCIM. Dalam penutup sambutan, Romo Tri mengajak semua pihak untuk meneruskan fire atau spirit dari San Giovanni XXIII.
Romo Alfonsus Tjatur Raharso, Vikjen Keuskupan Malang, mengucapkan dirgahayu dan profisiat kepada seluruh anggota Komunitas STISG XXIII Malang, para formator, para karyawan-karyawati. Atas kerja sama yang telah dibangun kepada Uskup Partisipan terutama yang ada di Malang sebagai kordinator atau tuan rumah di mana Seminari ini berada.
Baca juga: Getaran Hati Menyapa Cinta
Pandemi telah memukul semua keuskupan partisipan, terutama dalam hal dana. Keuskupan Malang mulai menggerakkan umat di paroki-paroki dengan gerakan “1000 rupiah untuk pendidikan calon imam”.
Sesungguhnya, jumlah sekian tidak banyak artinya. Tetapi sumbangan dan pemberian dalam jumlah berapapun sangat dihargai. Karena pada akhirnya yang menyempurnakan, yang melihatgandakan adalah Tuhan sendiri. Ajakan dari Vikjen Malang adalah untuk memanfaatkan gerakan tersebut semaksimal mungkin dengan penuh tanggung jawab setiap rupiah yang diberikan keuskupan-keuskupan pasrtisipan.
“Kita sama-sama mengencangkan pinggan tanpa mengorbankan fire atau semangat serta desire atau mimpi-mimpi kita,” tegasnya.
Sambutan juga diberikan oleh Mgr. Yustinus Harjosusanto, Uskup Agung Samarinda, sebagai salah satu uskup partisipan. Lustrum IX merupakan momen yang istimewa bahwa Tuhan berperan dalam perjalanan seminari tinggi secara nyata.
Apresiasi dan doa
Buah-buah sudah dihasilkan dari STISG XXIII baik itu imam-imam, maupun yang menjadi tokoh-tokoh awam yang berjasa bagi Gereja.
Mgr. Yustinus mengucapkan apresiasi kepada Keuskupan Malang yang bersedia menjadi kordinator atau tuan rumah di STISG XXIII Malang ini. Apresiasi juga diungkapkan kepada rektor pendahulu dan juga Rektor saat ini atas dedikasi dalam pembinaan formatio para frater.
Banyak hal yang sudah dibuat, gedung-gedung sudah dicat, ada taman doa dan renovasi kapel. Selain itu, beliau juga mengucapkan terima kasih kepada para pemerhati seminari, STFT dan Widya Sasana Malang yang berperan besar dalam pendidikan calon imam.
“Kepada para Frater, kami sungguh senang dan bangga bahwa Anda menjadi orang yang dinamis, calon-calon imam yang kreatif, yang tadi kami dengar apa yang dibuat dalam rangka 45 tahun seminari ini, setiap bulan mengadakan kegiatan-kegiatan yang sekiranya sangat bermakna,” ungkapnya.
Harapan Uskup Agung Samarinda adalah agar para keuskupan partisipan mensyukuri fasilitas-fasilitas yang disediakan agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi tercapainya visi-visi yang telah disampaikan baik itu dalam bidang akademik maupun juga kehidupan rohani, kepribadian dan sisi-sisi kehidupan untuk kepentingan pelayanan iman di masa depan.
Baca juga: Pastor Luigi Maria Epicoco: Dua hal yang harus dilakukan setiap murid
Kemudian, diadakan ramah tamah yang disusun sedemikian rupa oleh para panitia. Sebelum itu, Mgr. Agustinus Agus memberikan berkat dari Paus Fransiskus kepada Romo Tri Wardoyo, CM selaku rektor STISG XXIII Malang. Setelah itu, ada kegiatan pemotongan tumpeng dan kue tar oleh Bapa Uskup dan Rektor.
Setelah acara kebersamaan, maka berakhirlah kegiatan Lustrum IX. Segala ucapan syukur dihaturkan kepada Tuhan Yesus atas terselenggaranya kegiatan ini dengan baik. Semoga dapat menjadi berkat bagi para frater dan tumbuh kembangnya panggilan calon imam diosesan di masa depan.
Selesai…