MajalahDUTA.com, Yogyakarta – Kita tahu bahwa setiap orang pada dasarnya adalah umat Allah yang terlibat dalam berbagai karya dan kegiatan Gereja. Setiap orang dilayakkan dengan berbagai karismanya untuk terlibat dan aktif dalam ber-liturgi. Semoga tulisan ini menjadi tawaran untuk mengambil keputusan dengan bijaksana mengenai bagaimana menjadi umat, menjadi pelayan umat, menjadi prodiakon yang terlibat secara aktif, benar, dan bijaksana dalam berliturgi.
Dalam rangka menyegarkan kembali pelayanan prodiakon Paroki Santo Paulus Pringgolayan Yogyakarta (Prodi Pringgo), tim pelayanan prodiakon di bawah kepala bidang liturgi mengadakan rekoleksi bersama, Minggu, 12 Juni 2022. Acara kerohanian ini berlangsung di Aula Novisiat Bruder MTB Jeruk Legi Bantul, Yogyakarta.
Bapak Rewang selaku ketua prodi pringgo, dengan senang hati dalam mengikuti acara ini yang sudah lama dirindukan oleh sesama prodiakon. “Sejak resmi dilantik oleh Bapak Uskup dan ditambah lagi fenomena pandemic covid 19, hampir tidak pernah mengadakan acara rekoleksi bersama prodi pringgo, bahkan ada yang belum pernah bertatap muka antara wajah yang lama dan baru”. Kata Bpk. Rewang dalam sambutan pembukanya.
Baca Juga: Berjalan Bersama untuk Bersaksi
Menurut pegawai Rumah Sakit Panti Rapih ini, bahwa tujuan rekoleksi ini selain penyegaran dalam pelayanan para prodiakon, pertama-tama adalah menambah wawasan dalam pemahaman tugas prodiakon secara liturgis agar tidak menyimpang dari standar fungsi pelayanan prodiakon dalam lingkungan gereja Katolik khususnya di prodi pringgo tercinta.”
“Masih banyak prodiakon yunior maupun senior ragu-ragu dan canggung bila menemukan banyak persoalan yang dihadapinya saat melayani umat, maka dengan acara ini kita berbagi/sharing agar saling menguatkan dan peneguhkan satu sama lain, sekaligus mengingakan kita bahwa tugas prodiakon bagian dari pelayanan altar yang tidak dianggap gampang atau mudah dalam melakukanya”. Ujarnya dengan penuh semangat.
Kegiatan rekoleksi ini didampingi langsung oleh Rama Fl. Hartanto, Pr, dari pukul 8.30- 11.30 wib. Mantan ketua komisi komisi Liturgi DIY, sangat bersyukur dan kagum dengan kegiatan prodi pringgo, di mana masih ada waktu untuk berbagi pelayanan tentang hak ikhwal dalam tugas pelayanan di prodi pringgo salah satunya lewat rekoleki bersama.
Menurut Rama (baca: Romo) Tanto, sebagai prodiakon tidak hanya sampai pada paham dasar liturgis, sejarah prodiakon, skill dan ktrampilanya, spiritualitasnya, akan tetapi bagaimana kehadiran prodiakon sebagai jembatan membawa Yesus (baca: menerimakan komuni) bagi umat Allah dalam lingkup pelayanannya di Paroki baik di wilayah, maupun lingkungan hendaklah dengan tetap sukacita dalam menjalaninya.
Sayap Kiri Imam
Kehadiran pelayanan prodi pringgo dalam pelayanan liturgis ibarat sayap burung merpati yang sama-sama terbang membawa rahmat bagi yang dilayani. Paroki pringgo dengan umat berjumlah 5000 lebih dilayani oleh 50 prodiakon, masih juga dirasai belum terjangkau dalam pelayanannya karena masih kurang dari segi jumlah pelayanan yang ada. Selain itu pelayanan ini sangat bervariati profil keseharian tugasnya di luar gereja. Ada yang masih aktif sebagai dosen, guru, kepala sekolah, pegawai medis, pengusaha, pensiunan pegawai hingga tokoh-tokoh yang masih aktif dalam pemerintahan. Mereka sangat antusias dalam melaksanakan tugasnya meskipun kadang-kadang lelah karena sering dipilih terus sebagai prodiakon oleh karena tidak ada umat yang mau ganti tugasnya. Misalnya, Bapak Ben Galus sebagai dosen dan penulis buku, hampir belasan tahun sebagai prodiakon meskipun aturanya hanya belangsung maksimal 2 periodi yakni, satu periode untuk 3 tahun.
Prodiakon Berbagi Rasa
Paroki Santo Paulus Pringgolayan saat ini berjumlah 29 lingkungan dan 5 wilayah tentu saja kehadiran prodiakon sangat membantu dalam pelayanan umat, baik dalam bidang kategorial maupun teritorial terutama dalam pelayanan nonsacramental. Mereka sebagai bapak ibu rumah tangga masih ada waktu untuk berbagi dengan tugas pelayananya dengan penuh heroik.
“Sebenarnya kami harus jujur bahwa, kami para imam sangat terbantu dalam melaksanakan ekaristi, baik ekaristi harian, mingguan maupun dalam melayani misa di lingkungan, karena berkat pelayanan prodiakon semuanya jadi ringan dan lancar”. Pujian Rama Hartanto disambut dengan tepukan tangan meriah saat itu. Rama yang pernah tugas di paroki Klepu dan Banyumanik ini, ikut merasakan suka dukanya dalam pelayanan saat berhadapan dengan beragam umat dewasa ini.
Baca Juga: Anggota Signis Indonesia Hadir dalam Festival Gawia Sowa di Jagoi Babang
Menurut Direktur Domus Pacis Kentungan ini bahwa pelayanan prodiakon dewasa ini banyak sekali tantangan yang dihadapinya terutama dari segi waktu pelayanan, keterampilan berhomili, sikap dalam berliturgi dan ketulusan hati menerima masukan dari umat yang dilayaninya. Menyambung ungkapannya Bapak Joko dari Lingkungan Richardus mensharingkan juga tantangannya sebagai prodiakon. “Kalau saya pribadi materi dalam rekoleksi ini, belum tuntas menyelesaikan persoalan dalam tugas prodiakon di Pringgo, karna waktunya enggak cukup”. “Dan sebetulnya bagus sekali kalau kita sharing, dari beragam tantanganganya, misalnya yang ringan saja yakni sikap liturgi yang bijaksana dalam bertugas, cara memimpin ibadah hingga berhomili yang menarik dan singkat”. Ujar pensiunan pegawai SMA Santa Maria Yogyakarta ini melalui pesanannya via WhatsApp.
Selain itu, Ibu Indah Nartani mensharingkan bahwa “kadang-kadang busana dan symbol atribut prodiakon belum ada standar yang pas, maka seringkali bingung mana busana liturgis prodiakon sesuai dengan standar liturgis yang sebenarnya”. Kata Dosen UST Yogyakarta ini dengan mantap.
Selain itu ibu Indah yang juga peran aktif di bagian koordinasi lektor paroki ini, mengharapkan “kita tetap bersama-sama memberi masukan satu sama lain bukan hanya persoalan kelengkapan busana prodiakon, misalnya symbol salib di bagian bawah samir, perlu tidaknya menggunaka tali singel dan lain sebagainya, akan tetapi dengan penuh tajam dan jeli memberikan komuni pada umat yang belum saat atau layak menerima tubuh Kristus”. Pintanya dengan tegas.
Bapak Rafael juga mengharapkan bahwa “meskipun tali singel dan Samir sebagai pelengkap Alba prodikon, tetap dilihat pakain ini sebagai nilai-nilai yang sangat mendalam kewibawaan seorang pelayan utusan Tuhan yang hadir di tengah umat dengan identitas dan tampil beda”. Pungkasnya dalam mendukung usulan dan masukan dari prodiakon lain perlu tidaknya memakai atribut tambahan.
Baca Juga: Tari Jonggan Sambut Peserta Rapat SIGNIS ke-48 di Anjongan, Kalimantan Barat
Menurut Dosen Sospol UGM ini bahwa “kita sudah bersedia menjadi pelayan, maka tetaplah setia memakai busana liturgis prodiakon yang pantas, wajar dan sesuai”. Usulan inipun dikuatkan oleh pendamping rekoleksi tentang busana liturgi yang bermakna dan bernilai kerohanian mendalam.
Setelah usa sharing demi sharing, rangkaian rekoleksi ini ditutup dengan perayaan ekaristi meriah dan maka siang bersama di Novisiat MTB. Semuanya penuh gembira sebagaimana yel-yel awal pertemuan yang dibawakan oleh Bapak Ratno dalam ice breaking “Prodi Pringgo, Semangat!!, Melayani”!! Penuh Hati!! ”Bagi Kemuliaan!!” Akhirnya, semoga tema yang disusung “On Going Formation Prodiakon” menjadikan Prodiakon bisa menghidupi liturgi dengan bijaksana dalam tugas pelayananya tiap hari, baik dalam lingkup gereja, wilayah dan lingkungan. Bravo Prodiakon.