MajalahDUTA.Com, SuaraDUTA- Membaca seringkali identik dengan seseorang yang duduk pada posisi yang sama dalam waktu puluhan menit hingga dalam hitungan jam sembari menatap buku atau layar smartphone yang menampilkan e-book. Tentu, seperti kita yang tidak terbiasa maka kegiatan membaca akan sangat membosankan.
Sebelum membahasnya lebih jauh, ada baiknya kita melihat pengertian membaca dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, disebutkan bahwa membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati).
Oleh karena itu, membaca yang dimaksud dalam tulisan ini adalah membaca karya tulis, misalnya buku, artikel, opini dan lain sebagainya, baik itu secara online maupun karya tulis berbentuk fisik.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, tingkat literasi (salah satunya membaca) siswa Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara yang disurvei.
Dari data ini kita punya gambaran bahwa betapa rendahnya tingkat literasi dalam hal ini minat baca dikalangan siswa Indonesia, barangkali bisa juga menjadi gambaran masyarakat Indonesia secara umum.
Fondasi ideologis
Literasi membaca punya kaitan erat dengan kesejahteraan sebuah negara. Literasi sendiri berasal dari kata literatus yang berarti orang yang belajar. Membaca adalah salah satu proses belajar.
Suatu fenomena sosial maupun natural akan lebih baik jika telaah oleh mereka yang sudah membaca terlebih dahulu, sehingga ia punya ‘kekuatan’ untuk menginterpretasikan suatu masalah dan memberikan kemungkinan-kemungkinan solusi yang bisa diambil.
Bayangkan jika para pendiri negara ini dahulu bukan pembaca (buku), tentu pada zaman itu konteksnya adalah pembaca buku atau media massa, maka bisa saja negara Republik Indonesia hari ini tidak punya fondasi ideologis yang kuat, bahkan penamaan Indonesia itu sendiri mesti ada proses ‘membaca’ yang serius, demikian juga ketika memilih bentuk negara Republik, mengorganisir orang-orang untuk setuju dengan bentuk republik tersebut.
Membaca berarti berusaha mencari tahu akan suatu hal, tentu dimulai dari hal-hal yang diminati oleh seseorang.
Dunia digital
Pada zaman yang serba digital ini, ada begitu banyak kesempatan untuk membaca tentang berbagai hal dari sumber mana pun. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak membaca.
Media sosial membanjiri Indonesia dengan berbagai informasi, sering kali kita mendengar pemberitaan mengenai orang-orang yang menyebar berita hoax atau mungkin membuat tuduhan dan hujatan kepada pihak tertentu tanpa membaca berita secara utuh, melainkan hanya membaca judulnya saja, maka itu artinya literasi dalam hal ini membaca menjadi sesuatu yang amat penting.
Membaca sangat penting, itu mutlak, setidaknya menurut saya. Tentu juga orang muda katolik, membaca mestinya menjadi suatu kebiasaan yang mesti dilatih setiap hari, apalagi kita diperhadapkan dengan smartphone yang bisa memberikan kita bahan bacaan dengan jutaan tema.
Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik itu bisa berdiri dan eksis mempengaruhi dunia hingga hari ini, salah satunya karena kekuataan intelektual pada teolog terkemuka, sebut saja misalnya Santo Agustinus dan Santo Dominikus. Intelektualitas itu mereka asah dari membaca, salah satunya.
Ajaran-ajaran Gereja Katolik masih diterima dan relevan dengan zaman yang terus berubah, tentu tidak lepas dari usaha Gereja menghadapi dan “membina” dunia agar terus berada dalam jalan Kristus. Oleh karena itu, salah satu tugas yang paling penting bagi orang muda katolik adalah membaca, apapun itu, baca.
Perkaya pengetahuanmu dengan membaca, teruslah belajar, dari buku hingga media elektronik.
Mengapa? Karena Gereja bisa tetap bertahan jika ditopang juga oleh intelektualitas umat, khususnya kaum mudanya.




