Saturday, September 7, 2024
More

    Suster SFIC (Sororum Franciscalium ab Immaculata Conceptione a Beata Matre Dei) dalam Karya Kerasulan di Lingkungan Gereja Paroki Pontianak

    Perjalanan Missionaris dalam merintis karya misi di Indonesia terlebih khusus Kalimantan Barat, Pontianak merupakan perjalanan yang menguras fisik, pikiran, hati bahkan nyawa. Namun karena keyakinan dan cintanya kepada Allah dan masyarakat, Missionaris akhirnya mampu membuahkan hasil sebagaimana bisa dilihat sampai saat ini.

    MajalahDUTA.Com, Pontianak- Apa yang kita lihat saat ini adalah salah satu buah dari apa yang sudah dimulai sejak dahulu. Kira-kira itulah ungkapan yang bisa kita petik dari berbagai ungkapan bijak yang beredar. Perkembangan zaman dan perkembangan teknologi sampai saat ini tidak terlepas dari kebutuhan akan kehadiran orang-orang yang fokus dalam misi tersebut.

    Selaras dengan narasi diatas di zamannya, karya Missionaris Kapusin saat bermisi di Kalimantan Barat saat itu masih dikatakan perintis. Banyak kekurangan tenaga pengajar terutama penanganan misi yang ada di Kalimantan Barat, terlebih khusus karya yang sudah dirintis di Pontianak kala itu.

    Baca juga: Menilik kembali perjalanan Gereja Katedral Santo Yosef Pontianak 1909-2009

    Karya pastoral para misionaris dikembangkan melalui pengajaran agama secara pribadi dan berkelompok, serta melalui pendekatan pendidikan sekolah dengan mendirikan pusat-pusat pendidikan formal dan penyediaan asrama-asrama bagi siswa yang dititipkan sebagai anak-anak asuh.

    Berdasarkan keberhasilan karya para suster di Singkawang, maka pusat pelayanan misi dipindahkan dari Singkawang ke Pontianak dan memohon bantuan para suster SFIC untuk menangani sekolah dan asrama di Pontianak.

    Kedatangan suster SFIC di Pontianak

    Pada 13 November 1910, 3 (tiga) orang suster yakni Sr. Ildephonse, Sr. Alexia & Sr. Venantia serta dua orang gadis Tionghoa asal Singkawang yang akan membantu mereka, menumpang sebuah kapal dari Singkawang dan setelah 24 jam perjalanan kapal tersebut berlabuh di pelabuhan Pontianak.

    Selain mengajar dan membina anak-anak di asrama, para suster SFIC juga melayani anak-anak & orang dewasa yang sakit di rumah mereka masing-masing.

    Baca juga: Bahasa Polemik Penerimaan-CPNS dan PPPK Guru Agama, Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus Temui Gubernur Kalbar Sutarmidji

    Sembari menunggu tempat yang layak untuk dijadikan rumah sakit dan karena jumlah pasien yang bertambah, para suster SFIC menyewa 2 (dua) rumah orang Tionghoa untuk difungsikan sebagai rumah sakit kecil untuk merawat orang-orang yang tidak mampu.

    Di awal tahun 20an, para suster mendapatkan tawaran untuk memanfaatkan tangsi Polisi yang akan dikosongkan dan dapat digunakan sebagai bangunan rumah sakit. Namun hal ini baru dapat terwujud 8 tahun kemudian.

    Pada tahun 1914, terdapat sebanyak 6 (enam) misionaris dan 7 (tujuh) suster SFIC yang berkarya di kota Pontianak antara itu Prefek Pastor Pacificus Bos, Pastor Eugenius, Pastor Bavo, Pastor Evaristus, Br. Wilhelmus, Br. Trudo.

    Sedangkan untuk suster SFIC antara itu ada Sr. Ildephonse, Sr. Sophia, Sr. Wilhelmina, Sr. Gertruda, Sr. Laurentiana, Sr. Casparine dan Sr. Angella. (Sumber: Dokumen Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Pontianak- SFIC, diolah: Samuel- Majalah DUTA).

    Related Articles

    Stay Connected

    1,800FansLike
    905FollowersFollow
    7,500SubscribersSubscribe

    Latest Articles