spot_img
Wednesday, May 31, 2023
More

    Museum Kapusin, Pusaka Dayak & Tionghua di Paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang

    MajalahDUTA.Com, Singkawang- Berbicara tentang Kalimantan Barat, tentunya tidak terlepas dari sejarah. Menyinggung tentang sejarah maka tidak terlepas juga dengan benda-benda antik yang sempat terekam perjalanan jejak sejarahnya.

    Hal itu bisa penulis ceritakan dari sudut pandang Missionaris Belanda. Cerita itu bermula dari “Misionaris Belanda” yang datang di tanah Kalimantan Barat sekaligus mengukir jejak Iman Katolik yang sudah berbuah sampai saat ini.

    Di tengah pelayanan para misionaris Kapusin saat itu, melihat bahwa suku Dayak yang kaya akan benda-benda antik maka kesempatan itu pula mereka mengabadikan benda-benda orang Dayak (Kanayatn) kala itu.

    Baca Juga: 

    Barang yang biasa saat itu kini sudah menjadi antik dan sangat pantas untuk dimuseumkan. Bagaimana tidak? Semua ini berawal dari kecintaan mereka terhadap budaya, untuk itu peninggalan yang ada saat ini harus dijaga dan disimpan agar tidak hilang, Pesan Almarhum Pastor Yeremias  OFMCap.

    Jejak Misi 

    Diambil dari sejarah singkat tentang kedatangan misionaris, persis pada tanggal 11 Februari 1905 di pulau Borneo diserahkan oleh pimpinan Gereja Katolik di Roma kepada para biarawan Kapusin dari Provinsi Belanda sebagai daerah misi.

    Saat itu masih dalam bentuk Prefektur Apostolik. Persis 10 April berikutnya Pater Pasifikus Bos, Propinsial Provinsi Belanda diangkat menjadi Prefek Apostolik Borneo dan beberapa hari kemudian lagi 3 Pater dan 2 Bruder Kapusin dipilih untuk menemani beliau menuju misi baru yakni Kalimantan.

    Kilas perjalanan itu, pada hari Jumat, 26 Mei 1905 Prefek Apostolik baru diterima oleh Paus Pius X dalam audiensi khusus.

    Paus Agung itu menyambutnya selaku Bapa yang baik dan mengungkapkan kegembiaraannya bahwa Kapusin Belanda rela memikul beban berat dengan mengurus misi Borneo.

    Baca Juga: 

    Dimulai dari situlah kilas sejarah mulai terekam, singkat cerita awal kedatangan Kapusin di Kalimantan Barat yang bermuara mulai dari pelabuhan kota Singkawang.

    Tak heran jika Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang menjadi salah satu cagar sejarah dalam kelestarian momentum sejarah.

    Selain memiliki bentuk bangunan fisik, Paroki ini juga menjaga dan merekam banyak sejarah. Baik itu tentang orang Dayak dan benda pusaka, maupun dari etnis Tionghoa beserta benda-benda pusakanya.

    Dari kisah panjang itu, singkat cerita sebagian benda sejarah tersebut terekam di museum Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang.

    Mulai dari tangkint (pedang orang Dayak Kanayatn), pedang tentara Cina Kuno, pistol tentara Belanda, foto asli Raja Sambas, mesin tik kuno, sepeda misionaris kuno, foto-foto kuno, baju Kapusin para biarawan pendahulu dan masih banyak lagi hal-hal yang membuat mata ‘terbelanga’ melihat secuplikan rekaman sejarah itu.

    Mari kunjungi museum 

    Bagi anda yang penasaran dengan museum kecil itu, maka jangan ragu untuk mengunjungi lansung ke Museum kecil yang ada di Gereja Paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang.

    Disana banyak sejarah simbolik dan catatan kecil Belanda tentang suku Dayak yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Almarhum Pastor Yeremias OFMCap serta berbagai benda pusaka.

    Mari kita doakan semoga dengan adanya museum kecil itu, kelak dapat menjadi salah satu saksi sejarah dan kekayaan budaya di masa mendatang. Selain itu, mari doakan agar tempat itu menjadi salah satu kebanggaan sejarah Kalimantan.

    Baca Juga: 

    Meskipun hanya secuplik rekaman yang tersimpan, paling tidak hal itu dapat menambah pengetahuan dan menambah kebanggaan diri akan Kalimantan Barat yang tercinta ini, ditambah dengan kisah-kisah dan celoteh sejarah. (L).

    Sumber: Buku Sekuntum Coklat di Tanah Borneo & Catatan Wawancara bersama Almarhum Pastor Yeremias, OFMCap. 

    Related Articles

    Stay Connected

    1,800FansLike
    905FollowersFollow
    7,500SubscribersSubscribe

    Latest Articles