Tuesday, December 5, 2023
More

    Kekuatan Kelemah-lembutan Terhadap Diri Sendiri oleh St Fransiskus de Sales

    MajalahDUTA.Com, Pontianak- Salah satu latihan terbaik dalam kelemah-lembutan yang dapat kita lakukan adalah ketika subyeknya diri kita sendiri.

    Hendaknyalah kita tidak galau atas ketidaksempurnaan kita sendiri. Meski budi menuntut bahwa kita patut tidak senang dan menyesal bilamana kita melakukan suatu kesalahan, namun kita patut menghindarkan diri dari rasa tidak senang yang getir, muram, merusak dan emosional.

    Banyak orang melakukan kesalahan besar dengan cara ini. Ketika dikuasai amarah, mereka menjadi marah karena telah marah, gelisah karena telah gelisah dan jengkel karena telah menjadi jengkel. Dengan demikian mereka menjadikan hati mereka basah kuyup tenggelam dalam hawa nafsu.

    Mungkin kelihatannya serangan amarah yang kedua mengenyahkan amarah yang pertama, tetapi sesungguhnya amarah yang kedua ini membuka jalan bagi amarah baru dalam kesempatan pertama yang muncul.

    Baca Juga: Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus Ungkapkan Gereja Harus Berjalan Bersama Pemerintah

    Di samping itu, serangan-serangan amarah ini, kejengkelan dan kegetiran terhadap diri sendiri condong pada kesombongan dan berasal dari sumber yang tak lain adalah cinta diri, yang gelisah dan marah melihat dirinya tak sempurna.

    Sepatutnyalah kita menyesali kesalahan-kesalahan kita, namun dengan cara yang tenang, matang dan tegas.

    Apabila seorang hakim dibimbing dalam keputusan-keputusannya oleh akal budi dan melakukannya dengan tenang, ia akan menghukum para kriminal jauh lebih adil dibandingkan apabila ia bertindak dengan kekerasan dan terdorong nafsu.

    Apabila ia menyampaikan keputusannya dengan gegabah dan terdorong nafsu, ia tidak menghukum kejahatan karena kejahatan itu sebagaimana sesungguhnya, melainkan karena kejahatan itu sebagaimana tampak olehnya.

    Demikianlah pula kita mengkoreksi diri jauh lebih baik dengan sesal yang tenang dan mantap daripada dengan sesal yang keras, emosional dan terdorong nafsu.

    Sesal yang keras tidak berjalan seturut karakter kesalahan kita melainkan seturut kecondongan kita.

    Sebagai misal, seorang yang amat peduli dengan kemurnian akan sangat gelisah atas kesalahan paling remeh yang ia lakukan melanggar keutamaan itu, sementara ia hanya akan tertawa atas suatu tindak pergunjingan besar yang telah ia lakukan. Sebaliknya, seorang yang membenci pergunjingan menyiksa diri karena bisik-bisik remeh mengenai yang lain sementara ia tak ambil peduli akan dosa berat melanggar kemurnian. Demikian juga untuk dosa-dosa yang lain. Semua ini berasal dari sumber ini, bahwa orang-orang macam itu membentuk hati nurani mereka bukan berdasarkan akal budi melainkan berdasarkan hawa nafsu.

    Baca Juga: Peresmian Paroki dan Pelantikan Dewan Pastoral Paroki St Paulus dari Salib Mandor

    Percayalah padaku, Philothea, teguran lemah-lembut dan penuh kasih dari seorang ayah mempunyai kuasa yang jauh lebih besar untuk mengkoreksi seorang anak daripada amarah dan hasrat nafsu.

    Demikian pula apabila kita melakukan kesalahan, apabila kita menegur hati kita dengan keluhan yang tenang dan lembut, dengan lebih banyak kasih untuknya daripada hasrat menentangnya, dan mendorongnya untuk melakukan perbaikan, maka pertobatan yang dihasilkan dengan cara ini akan tenggelam jauh lebih dalam dan merasuk lebih efektif dibandingkan pertobatan dengan jengkel, marah dan emosional.

    Kepada diriku sendiri, apabila aku telah berbulat hati untuk tidak takluk pada dosa kesia-siaan, misalnya, dan akan tetapi aku sungguh jatuh ke dalamnya, aku tidak akan mencela hatiku dengan cara seperti ini: “Bukankah engkau celaka dan mengerikan, engkau yang telah membuat begitu banyak ketetapan hati dan namun demikian engkau membiarkan dirimu terbawa arus kesia-siaan? Engkau patut mati dalam aib. Janganlah pernah lagi mengarahkan matamu ke surga, engkau yang buta, pengkhianat biadab, seorang pemberontak melawan Allah-mu!”

    Tetapi, aku akan mengkoreksinya dengan cara yang rasional dan penuh belas kasih: “Sungguh sayang, hatiku yang malang, di sinilah kita, jatuh ke dalam kubangan yang dengan begitu bulat hati hendak kita hindari! Baiklah, kita harus bangkit kembali dan meninggalkannya untuk selamanya. Kita harus memohon kerahiman Allah dan berharap bahwa kerahiman-Nya akan membantu kita untuk lebih teguh di hari-hari mendatang. Marilah kita memulainya lagi di jalan kerendahan hati.

    Marilah kita berbaik hati dan sejak dari hari ini lebih siaga. Allah akan menolong kita; kita akan melakukan dengan lebih baik.” Berdasarkan koreksi yang demikian aku hendak membangun ketetapan hati yang teguh dan kokoh untuk tiada pernah lagi jatuh ke dalam kesalahan dengan mempergunakan sarana-sarana untuk menghindarinya di bawah bimbingan pembimbing rohaniku.

    Akan tetapi, jika seorang mendapati bahwa hatinya tidaklah cukup tergerak oleh cara koreksi yang lembut ini, ia dapat menggunakan teguran dan celaan yang keras dan tajam guna membangkitkannya ke sesal yang lebih mendalam.

    Baca Juga: Kedua Kalinya Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus Dapatkan Anugrah Award untuk Leadership

    Ini haruslah dilakukan dengan syarat bahwa sesudah ia mengendalikan dan mencela hatinya dengan cara yang keras ini, ia mengakhiri segala duka dan amarahnya dengan kepercayaan yang manis penuh penghiburan dalam Allah seturut teladan peniten termasyhur itu yang melihat jiwanya yang berduka dan mengangkatnya dengan cara seperti ini: “Mengapakah engkau berduka, wahai jiwaku, dan mengapakah engkau menggelisahkanku? Berharaplah pada Allah, sebab aku akan menyampaikan puji-pujian kepada-Nya, Keselamatan-ku dan Allah-ku.”

    Angkatlah hatimu lagi bilamana ia jatuh, akan tetapi lakukanlah dengan lemah-lembut dengan merendahkan dirimu di hadapan Allah melalui pengetahuan akan kemalanganmu sendiri, dan janganlah terkejut apabila engkau jatuh.

    Janganlah heran bahwa kelemahan itu lemah, cacat cela itu cacat, dan kemalangan itu malang. Meski begitu, bencilah dengan segala kekuatanmu penghinaan yang telah Allah terima darimu dan dengan kegagah-beranian dan kepercayaan akan kerahiman-Nya kembalilah ke jalan keutamaan yang telah engkau tingalkan.

    Disusun: (L)- Oleh: St Fransiskus de Sales- Sumber : “Introduction to the Devout Life” by St Francis de Sales

    Related Articles

    Stay Connected

    1,800FansLike
    905FollowersFollow
    7,500SubscribersSubscribe

    Latest Articles