Oleh: Prof. Dr. Pastor William Chang, OFMCap- Vikaris Jenderal Gereja Katolik Roma untuk Keuskupan Agung Pontianak
MajalahDUTA.Com, Pontianak-Menyibak kebenaran sejumlah pokok pikiran abstrak, seperti: rahasia sosial politik, keadaaan manusia pada waktu pingsan dan hidup setelah kematian, bukanlah mudah.
Akan bertambah rumit jika seseorang harus berbicara menyampaikan renungan dan menuliskan sesuatu tentang ‘kebangkitan.’
Apalagi, bila pokok ini dikaitkan dengan kebudayaan-kebudayaan di Indonesia. Tak tahu, apakah dalam kosa kata dalam bahasa daerah terdapat gagasan ‘kebangkitan’? KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989) menampilkan beberapa makna katta ‘bangkit’. Bangkit berarti (1) bangun (dari tidur,duduk) lalu berdiri; (2) bangun (hidup) kembali dari kubur. Sedangkan kata ‘kebangkitan’ berarti (1) kebangunan (menjadi sadar) dan (2) perihak bangkit dari mati.
Tampak, dalam peristiwa ‘bangkit’ atau ‘kebangkitan’ terjadi peralihan dari keadaan lama kepada keadaan baru. Mula-mula duduk, lalu bangkit berdiri. Semua terkapar dalam kubur, kemudian bangkit menjadi sadar. Selain mengenal gagasan kebangkitan, bangsa Israel juga mengimani kebangkitan, yang tercetus dari kalangan Israel sekitår awal abad Il SM, saat keluarga Makabe dilanda krisis (2 Mak, 7:14). Allah yang adil dan benartidak membiarkan mereka yang telah menyerahkan hidupnya demi Dia untuk selamanya tinggal dalam ‘syeol’ (alam maut).
Menurut antropologi klasik setempat, orang yang keluar dari ;syeol’ dianggap bangkit dalam keadaan utuh. Semua bangsa Israel tak mempercayai ketidak-binasaan jiwa. Lalu, mereka meyakini kebangkitan badan. Kebangkitan mencerminkan tindakan Allah (Xavier Leon-Dufour).
Sebenarnya, teks kenabian pertama dalam Kitab Suci yang merumuskan iman akan kebangkitan orang-orang mati berasal dari Kitab Daniel 12:2-3. Inilah landasan bagi pandangan tradisional masyarakat Yahudi selanjutnya bila berbicara tentang kebangkitan. Teks kedua mengenai kebangkitan ditemukän dalam tulisån tentang sejarah Makabe yang ditulis dalam bahasa Yunani dalam abad Il atau I tentang tujuh orang bersaudara serta ibunya disengsarakan (2 Mak. 7:1-42) Iman akan kebangkitan orang-orang mati adalah jawaban atas ‘drama kematian’ manusia (UI. 32:35) Iman ini berakar pada keadilan, betas kasih dan kesetiaan Tuhan kepada umat manusia.
Kedatangan Yesus membenarkan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Tiga hari setelah wafat, Dia dibangkitkan oleh Allah Bapa dari antara orang mati. Maut dikalahkan! Sebagai peristiwa adikodrati, kebangkitan tak tampak oleh pandangan fisis manusia. Malaikat Tuhan, Maria dari Magdala, dan Maria yang lain adalah saksi peristiwa kebangkitan-Nya, yang adalah jantung dan tumpuan irnan, harap dan kasih umat manusia.
Tak heran kebangkitan Sang Putera Aliah amat menggemparkan dunia kaum beriman, sebab peristiwa adikodrati ini mendatangkan kebaruan dan pembaharuan dalam seluruh sejarah kaum beriman.
Rahmat kebangkitan ini mendorong manusia untuk memasuki dunia baru yang lebih bersih, lebih baik, lebih adil, lebih sejahtera sesuai dengan cita-cita utama untuk memperbaharui seluruh kehidupan sebagai orang beriman.
Tanpa rahmat itu, maka sulit kita mengharapkan pembaharuan dalam segala bidang hidup sosial, ekonomi dan politik umat manusia.




