MajalahDUTA.Com, Pontianak – Mgr Agustinus Agus melarang orang muda Katolik mengikuti praktik ilmu kebal. Ia meminta agar kaum muda Katolik tak melupakan pendidikan, serta menata ekonomi. Hal itu ditegaskan Mgr Agustinus saat sesi ramah tamah bersama Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Jumat (26/02/2021) malam.
Uskup Agung Pontianak, Mgr Agustinus Agus, mengisi sesi malam ramah tamah dalam rangka pengukuhan DPD ISKA Provinsi Kalimantan Barat, DPC ISKA Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sekadau, dan Kabupaten Ketapang di Aula Santa Maria Laverna Sanggau.
Acara tersebut dihadiri sekitar 40 hingga 60 pengurus dan anggota ISKA. Termasuk hadir pula Bupati Sanggau Paolus Hadi, Sekda Kalimantan Barat AL Leysandri dan berbagai tokoh politik, birokrat, dan lainnya.
Selain menenguhkan dan menguatkan anggota ISKA, Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus juga mendukung gerakan ISKA dalam memperbaiki daerah dengan cara dan khasnya sebagai kaum cendikiawan atau intelektual.
Sebagai tokoh Katolik Mgr Agustinus juga mengharapkan agar semua anggota melihat perubahan-perubahan tanda-tanda zaman.
Dalam pertemuan malam ramah tamah itu, Mgr Agus mengingatkan kepada semua tokoh yang hadir, bahwa kaum berjubah memiliki tugas sebagai pengganti Kristus. Sedangkan sebagai perpanjangan tangan Kristus maka ada tiga hal pokok yaitu panggilan sebagai imam, raja, dan nabi.
Mgr Agustinus Agus menjelaskan bahwa panggilan pertama sebagai imam yaitu untuk menguduskan. Sedangkan tugas pokok yang kedua adalah sebagai raja yang artinya dipanggil menjadi gembala dan pemimpin. ”Sedangkan yang ketiga adalah panggilan menjadi seorang nabi, artinya setiap imam dipanggil untuk mampu mengatakan hal yang benar dan mampu membaca tanda-tanda zaman,” katanya.
Larang Politik Praktis
Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus dalam forum singkat malam itu juga menyoroti kondisi pandemi covid-19. Ia mengatakan manusia tidak bisa hidup sendiri. “Artinya, siapapun dan dari manapun orang itu berasal, mereka tidak bisa hidup sendiri,” ujar Uskup Agung.
Dikatakan, sebagai tokoh agama Katolik, ia mengimbau para biarawan-biarawati, para imam agar tidak mengikuti politik praktis. Dalam konteks ini, Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus menegaskan bahwa para imam harus bersikap netral dan independen atau tidak terikat agar tujuannya dalam menggembalakan umat tersampaikan.
“Jangankan milih calon, untuk minta orang milih Tuhan saja kita tidak berhak, meskipun kita tahu bahwa Tuhan itu Maha Baik. Tapi kan tergantung orang, untuk itu para imam dan biarawan-barawati dilarang mengikuti politik praktis,” kata Mgr Agus.
Dalam kesempatan itu Mgr Agus juga menyampaikan bahwa untuk memajukan sebuah peradaban bagaimanapun harus melalui pendidikan. Ia mengatakan tanpa pendidikan mustahil orang-orang daerah bisa bersaing dengan orang lain.
Uskup Agus juga mengajak para cendikiawan Katolik untuk mulai melihat dan mempersiapkan generasi-generasi muda sebagai bibit sumber daya yang unggul di daerah.
Menindaklanjuti hal tersebut, langkah konkrit yang dilakukan Keuskupan Agung Pontianak adalah mengambil alih kelola STKIP Pamane Talino Landak. Saat ini bahkan juga mengelola Yayasan Akbid dan Akper Dharma Insan.
Akbid dan Akper Dharma Insan saat ini dikelola langsung oleh Keuskupan Agung Pontianak lewat Yayasan Landak Bersatu. “Harapannya untuk mempersiapkan kader-kader intelektual muda yang berkualitas,” kata Mgr Agustinus.
Ia menambahkan, “Mohon dukungan untuk ke depannya agar langkah Keuskupan Agung Pontianak dapat segera membuka Universitas Katolik di Kalimantan Barat.”
Sebagai tokoh gereja Katolik, Uskup Agustinus menekankan agar ISKA memiliki semangat inovatif dan semangat untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan kebutuhan zaman ini. Jangan justru di perkembangan zaman modern saat ini, kembali ke masa lalu.
Prihatin Ilmu Kebal
“Terus terang, beberapa minggu lalu Pastor Yuli datang ke Keuskupan Agung Pontianak bertanya tentang bagaimana mengatasi maraknya orang muda, khususnya orang muda Katolik yang belajar ilmu kebal sehingga menimbulkan keresahan,” ujar Uskup Agustinus.
Uskup Agus menegaskan, terkait aktivitas sejumlah orang muda Katolik yang belajar serta mempraktikkan ilmu kebal sudah sangat meresahkan banyak orang.
Uskup bercerita, tahun lalu tepatnya pada 16 Agustus 2020, saat misa di Paroki St Fidelis Sungai Ambawang dirinya juga mengingatkan agar orang muda Katolik tak terjebak dalam ritual dan rutinitas praktik ilmu kebal. Saat itu hadir kurang lebih 150 orang muda Katolik.
Prihatin Ilmu Kebal
“Terus terang, beberapa minggu lalu Pastor Yuli datang ke Keuskupan Agung Pontianak bertanya tentang bagaimana mengatasi maraknya orang muda, khususnya orang muda Katolik yang belajar ilmu kebal sehingga menimbulkan keresahan,” ujar Uskup Agustinus.
Uskup Agus menegaskan, terkait aktivitas sejumlah orang muda Katolik yang belajar serta mempraktikkan ilmu kebal sudah sangat meresahkan banyak orang.
Uskup bercerita, tahun lalu tepatnya pada 16 Agustus 2020, saat misa di Paroki St Fidelis Sungai Ambawang dirinya juga mengingatkan agar orang muda Katolik tak terjebak dalam ritual dan rutinitas praktik ilmu kebal. Saat itu hadir kurang lebih 150 orang muda Katolik.
Ia menambahkan, saat ini banyak orang salah mengartikan pelestarian budaya. “Sebagai orang Dayak kita harus kembali ke masa lalu. Tapi bukan kembali secara material, namun semangatnya yang harus dipertahankan,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, sekarang orang Dayak sudah berubah. Misalnya ketika tidak ada minyak tanah, maka dahulu menggunakan damar, kemudian sejalan dengan perkembangan berubah menjadi minyak tanah, lanjut lagi berkembang menjadi lampu minyak tanah strong king. Dan sekarang, menggunakan listrik untuk menyalakan lampu bohlam.
“Jadi secara praktis orang Dayak juga berubah tapi semangatnya yang tidak berubah dan mau menyesuaikan diri,” katanya di hadapan anggota dan pengurus ISKA.
Uskup mengatakan, orang Dayak sangat peduli dengan orang lain. Contohnya jika satu orang dapat pelanduk (kancil, red), maka pelanduk itupun dibagi-bagi kepada saudaranya yang lain.
“Sekarang kejadiannya oknum pemimpin di komunitas makan duit banyak, anak buah dikorbankan. Menghukum adat orang, ada aturannya. Tak semua orang berhak. Menghukum adat, itu kewenangan pengurus adat bukan sembarangan orang. Jadi ini saya sedih melihat perkembangan akhir-akhir ini,” ungkapnya.
Mgr Agustinus Agus juga mengimbau kepada pengurus dan anggota ISKA agar memperhatikan orang-orang muda Katolik yang mengikuti kegiatan dan praktik ilmu kebal.
“Kami dari Keuskupan Agung Pontianak sudah memberikan pengertian dan mengimbau para pemuda-pemudi Dayak yang beragama Katolik agar jangan lagi ikut campur praktik ilmu kebal,” lanjut Uskup.
“Beberapa waktu lalu, ketika Tribun memuat kritik saya terkait aktivitas dan praktik ilmu kebal, ada sejumlah orang yang mau ketemu saya. Silahkan. Kalau dia orang Katolik. Ini adalah tugas uskup untuk menjaga iman Katolik, tapi di luar Katolik bukan urusan saya,” katanya.
“Ini sungguh pembodohan, contohnya ketika gawai ada 400 orang pamer kebal di lapangan terbuka dan jalan-jalan, padahal perutnya kosong. Enggak dikasih makan bersungut-sungut pula, jangan-jangan nanti nodong Bupati minta makan,” katanya.
Misionaris Buka Sekolah
Dalam kesempatan itu Mgr Agustinus mengatakan, jika 100 tahun yang lalu saat Gereja Katolik masuk ke Kalimantan Barat yang dibawa bukan mengajar orang ilmu kebal. “Hal yang pertama dilakukan oleh para missionaris adalah membuka sekolah supaya orang pintar. Buka rumah sakit supaya orang sehat. di Sejiram, Kapuas Hulu bawa bibit karet supaya ekonomi masyarakat baik. Itulah semangat Katolik yang diwariskan sedari zaman missionaris,” kata dia.
“Beberapa waktu lalu, ketika Tribun memuat kritik saya terkait aktivitas dan praktik ilmu kebal, ada sejumlah orang yang mau ketemu saya. Silahkan. Kalau dia orang Katolik. Ini adalah tugas uskup untuk menjaga iman Katolik, tapi di luar Katolik bukan urusan saya,” katanya.
“Ini sungguh pembodohan, contohnya ketika gawai ada 400 orang pamer kebal di lapangan terbuka dan jalan-jalan, padahal perutnya kosong. Enggak dikasih makan bersungut-sungut pula, jangan-jangan nanti nodong Bupati minta makan,” katanya.
“Beberapa waktu lalu, ketika Tribun memuat kritik saya terkait aktivitas dan praktik ilmu kebal, ada sejumlah orang yang mau ketemu saya. Silahkan. Kalau dia orang Katolik. Ini adalah tugas uskup untuk menjaga iman Katolik, tapi di luar Katolik bukan urusan saya,” katanya.
“Ini sungguh pembodohan, contohnya ketika gawai ada 400 orang pamer kebal di lapangan terbuka dan jalan-jalan, padahal perutnya kosong. Enggak dikasih makan bersungut-sungut pula, jangan-jangan nanti nodong Bupati minta makan,” katanya.
Terkait aktivitas dan praktik ilmu kebal di kalangan muda, Mgr Agustinus sekali lagi menegaskan bahwa Keuskupan Agung Pontianak bersama para imam sudah mengambil sikap. “Karena kalau ini dibiarkan maka kasian anak-anak generasi muda,” katanya.
Uskup Agus juga mengatakan manusia tidak bisa hidup karena dirinya sendiri, tapi manusia hidup membutuhkan orang lain. “Untuk itu saya pribadi sebagai tokoh, berusaha membangun relasi dengan para pejabat baik itu Katolik dan non-Katolik dan yang paling penting bukanlah soal perbedaan, tapi kita adalah sama-sama warga Indonesia. Sebagaimana yang saya coba hayati yaitu menjadi 100% Katolik, 100% Indonesia dan 100% Dayak, ini bisa dilakukan,” pungkasnya.
Sementara itu Bupati Sanggau, Paolus Hadi, mengatakan penting sekali bagi ISKA berbenah dari dalam untuk melihat kondisi-kondisi perkembangan zaman demi generasi yang berkualitas di masa depan.
“ISKA sebagai kaum cendikiawan haruslah mewariskan semangat intelektual yang berkualitas dan mampu bersaing,” kata Paolus Hadi. (Sz)*