MajalahDUTA.Com, Pontianak– Salam dan damai sejahtera bagi para pembaca dimanapun ada berada. Apa kabar? Semoga selalu sehat dan diberkati dalam segala pekerjaan dan aktivitas ditengah pandemi covid19 ini.
Di tengah pandemi ini, ada baiknya kita sedikit membaca makna lebih dalam tentang kamar pengakuan.
Jika kita memperhatikan di dalam Gereja Katolik, biasanya di sisi kanan-kiri kita mungkin akan melihat sepasang pintu yang bertuliskan “Kamar Pengakuan.” Jika kita membuka kamar pengakuan tersebut, kita akan menemukan sebuah kursi dan tempat untuk berlutut yang saling berhadapan dengan kursi dibilik pastor. Biasanya kedua kamar ini dipisahkan oleh sebuah dinding ber’jendela.’
Kamar tersebut bersirat menjamin kerahasiaan, tetapi yang lebih penting, kamar ini menyediakan suasana di mana seseorang dapat berbicara dengan bebas mengenai hal-hal yang menjadi beban dalam hidupnya dan mendapatkan kedamaian dengan Allah.
BACA JUGA: Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan
Tobat
Manusia lemah, setiap orang tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan. Biasanya orang ingin menyatakan rasa sesal dengan mohon maaf, entah secara lisan maupun dengan tindakan. Dengan mengalami kata dimaafkan, seseorang akan merasa dibebaskan, pribadinya diteguhkan serta belenggu batin dipatahkan.
Meskipun sudah menjadi anak Allah, kita juga tidak luput dari sikap dan tindakan melawan Allah. Itulah yang dinamakan dosa. Dosa membuat perkembangan hidup seseorang macet, sebab sumber hidup yaitu Allah, ditolak. Namun dalam Kristus, kita percaya dosa tidak dapat membatalkan cinta Allah. Karena Allah mencintai manusia tanpa batas, siapa saja diterima-Nya tanpa syarat.
Dalam kasus ini, dalam kunjungan-kunjungannya, Mgr. Agustinus Agus Uskup Agung Pontianak sering membahas kisah tentang kisah tentang seorang wanita yang tertangkap basah melakukan perzinahan.
Karena wanita yang tertangkap berzinah dan menurut kepercayaan di zaman itu, ia harus dikenai hukuman mati dengan dirajam. Tidak lupa perumpamaan tentang “Anak yang Hilang” dan “Domba yang Hilang,” semua menunjuk pada kasih Allah.
Karena kasih Allah inilah orang Katolik bertobat, berbalik dari dosanya dan kembali kepada Allah. Iman yang percaya kepada Allah dan tobat orang Katolik ini dinyatakan dalam sakramen tobat.
BACA JUGA: Mungkinkah Keadilan Pangan?
Sakramen Tobat
Sesungguhnya ketika kita merayakan Sakramen Tobat, si pendosa menyatakan iman dan tobat dengan menyebut sikap dan tindakan salahnya. Ia yang mengungkapkan bahwa ia menyesal dan mau menerima pengempunan dari Allah melalui Kristus dan Gereja-Nya.
Dalam pengatar buku “Liturgi Tobat” antara lain dikatakan bahwa orang yang datang ke Sakramen Tobat pertama-tama harus berpaling kepada Allah dengan segenap hati. Pertobatan batiniah ini dinyatakan lewat pengakuan kepada Gereja. Pelaksanaan panitensi (denda) yang diterapkan dan pembaharuan hidup.”
Hal yang paling pokok adalah tobat. Pengakuan serta denda tidak lain daripada pernyataan sikap tobat itu. Ditegaskan bahwa paling penting adalah apa yang dilakukan oleh orang beriman sendiri, pelaku pentobat.
Hal yang harus dilakukan oleh pentobat dalam sakramen tobat ada dua hal yaitu pengakuan dan penintensi (denda). Tetapi hendaknya ia juga menyatakan tobatnya dengan laku tapa dan matiraga sukarela.
Dalam hal ini ia dapat dibantu oleh indulgensi, yakni penghapusan dari hukuman-hukuman sementara karena jasa-jasa anggota Gereja yang lain, khususnya para santo dan santa, bahkan juga karena karya Tuhan Yesus sendiri. Supaya orang dapat mengambil bagian dari khazanah rohani Gereja itu, ditetapkan syarat-syarat tertentu yang biasanya bersifat doa.
Apa yang disebut dengan pengakuan dosa sebenarnya tidak lain daripada mengaku diri yang berdosa. Dengan mengaku diri orang berdosa maka manusia menyerahkan diri lagi kepada Allah yang Maharahim. Sebenarnya yang pokok bukan dosa-dosa, melainkan diri orang yang sebagai pendosa mohon belas kasihan Tuhan.
BACA JUGA: Hidup Religius Bruder Maria Tak Bernoda
Allah senantiasa menawarkan rahmat-Nya kepada Pendosa, tetapi manusia harus mau menerimanya. Itulah yang terjadi dalam sakramen tobat. Iman dan tobat tak dapat dipisahkan. Tobat itu adalah iman orang berdosa. Walaupun “Gereja adalah suci, namun sekaligus harus dibersihkan, serta terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan.”
Apabila kita mengingat kembali kisah perempuan yang berzinah. Di akhir kisah ini, Yesus bangkit dan berkata, “Hai perempuan, tidak adakah soerang yang menghukum engkau?” “Tidak ada, Tuhan,” jawabnya. Lalu kata Yesus “ Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yoh. 8:11).
Dari percakapan antara Yesus dan perempuan itu, dapat kita simpulkan berarti Tuhan menuntut kerelaan untuk mengubah hidup agar lebih baik!